Jawa Pos

Demi Sepak Bola Tanah Air, Rela Tinggalkan Jabatan di Manchester City

Siapa yang tidak tergiur bekerja dan menjadi ofisial di tim sekelas Manchester City? Namun, demi sepak bola tanah air, Hanif Thamrin rela meninggalk­an posisinya di klub raksasa Premier League tersebut.

- SIDIK M. TUALEKA, Jakarta

SEMUA itu berawal dari pertemuan Hanif dengan Sekjen PSSI Ade Wellington pada 9 Januari lalu. Pertemuan yang berlangsun­g sehari setelah kongres tahunan PSSI di Bandung tersebut membuat Hanif Thamrin dalam situasi yang serbadilem­atik. Sebab, Ade menawariny­a jabatan sebagai direktur media dan hubungan internasio­nal PSSI.

Nah, Hanif bimbang karena harus meninggalk­an jabatannya sebagai media official Manchester City jika menerima tawaran tersebut. ’’Padahal, proses untuk mendapatka­n posisi itu ( media official, Red) tidak ringan,’’ kata Hanif.

Apalagi, selama berada di Manchester City, dia sudah sangat nyaman lantaran bisa mengatur jadwal kerja sendiri. Nyaman? Ya, dia bisa kerja dari rumah dan tinggal mengirimka­n laporan via Skype setiap minggu ke Manchester. Apalagi, lanjut Hanif, Manchester City adalah klub yang kaya dan mapan secara finansial. Ada rasa bangga bisa menjadi satu-satunya orang Indonesia yang bekerja bersama tim yang saat ini dibesut Pep Guardiola tersebut.

’’Tapi, saya akhirnya memutuskan untuk keluar dari Manchester City. Ini semua karena panggilan negara,’’ ujar pria asal Payakumbuh tersebut. ’’Kalau soal kepentinga­n Merah Putih, saya memang tidak ada kompromi,’’ tegasnya. Saat ini dia bersama Direktur Teknik Sepak Bola Indonesia Danurwindo merumuskan Indonesian Way. ’’Ini adalah sebuah konsep untuk menemukan karakteris­tik sepak bola Indonesia,’’ jelasnya.

Lalu, bagaimana ceritanya dia bisa bekerja di City? Menurut Hanif, proses itu dimulai sejak pertengaha­n 2016. ’’Saat itu ada lowongan dan saya melamar. Alhamdulil­lah, saya langsung diterima,’’ ungkap Hanif.

Menurut pria yang akan genap berusia 31 tahun pada 31 Maret tersebut, lowongan itu diperoleh dari dosennya, Linda Lewis, ketika mengambil program master di Goldsmiths, University of London. Kebetulan, dosen tersebut adalah mantan senior Hanif saat masih menjadi wartawan BBC di London.

Memang, karena bukan mahasiswa program beasiswa, selama berkuliah di Inggris, Hanif harus menekuni banyak profesi untuk bisa menghemat biaya. Mulai tukang cuci piring di sejumlah restoran hingga menjadi wartawan BBC di London.

Tetapi, profesi sebagai jurnalis di BBC pun hanya dijalani selama lima bulan. Dia memutuskan resign karena ingin menyelesai­kan masa studi sesuai dengan target. Padahal, meski berstatus wartawan muda, suami Genia Aliya itu sudah diberi banyak peran. Mulai penyiar radio, TV, sampai penulis.

Nah, setelah beberapa bulan kembali berkutat dengan dunia kampus, Hanif mendapatka­n tantangan baru. Linda Lewis memberikan sebuah link tentang City yang sedang membutuhka­n karyawan di bidang media dan broadcasti­ng.

’’Ini adalah pekerjaan yang cocok untuk Anda. Silakan ambil kesempatan itu,’’ ucap Hanif menirukan kalimat sang dosen. Lamaran pun dimasukkan. Hanif lantas dipanggil untuk menjalani sejumlah wawancara. ’’Alhamdulil­lah, saya lolos,’’ ujarnya. (*/c14/bas)

 ?? HANIF FOR JAWA POS ?? TV journalism UNTUK INDONESIA: Hanif Thamrin ketika masih bekerja di Manchester City.
HANIF FOR JAWA POS TV journalism UNTUK INDONESIA: Hanif Thamrin ketika masih bekerja di Manchester City.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia