Perlu Petakan Rumah Sakit
Jangan Semua Dirujuk ke RSUD dr Soetomo
SURABAYA – Ridwan Midun beristirahat di kursi kayu dekat ruang pemeriksaan RSUD dr Soetomo. Di menjaga ibunya yang sedang tertidur. Sejak pukul 10 malam Midun tidak beristirahat. Dia menjaga ibunya yang terkena kanker rahim
Dia semalaman harus menyetir mobil sewaan dari Jember ke Surabaya. Midun adalah salah seorang ”korban” sesaknya rumah sakit milik Pemprov Jatim tersebut.
Midun berangkat dengan ditemani istri, kakak, dan anaknya. Semobil berlima. Kemarin dini hari, pukul 02.00, dia baru sampai di RSUD dr Soetomo. Saat itu sudah banyak pasien yang mengantre. Dia harus menunggu hingga 5 jam sampai mendapat antrean ke-24. ”Saya yang termasuk pertama datang. Di belakang saya banyak sekali yang mengantre,” ujar pria satu anak tersebut.
Midun sudah diwanti-wanti temannya untuk datang sejak dini hari. Jika tidak begitu, bisabisa mengantre dua hari. Benar juga yang dikatakan temannya. Midun yang baru pertama ke RSUD dr Soetomo sempat kaget dengan jumlah antrean.
Ibunya baru mendapat perawatan pukul 15.00. Itu pun harus kembali lagi ke Surabaya untuk pemeriksaan darah pada 27 Januari. Midun pasrah saja. Sebab, pengobatan yang dijalani tidak berbayar. ”Ini kan gratis. Mau bagaimana lagi. Kita manut saja,” jelasnya.
Midun membawa banyak bekal. Mulai termos, tikar, bantal, hingga selimut. Namun, dokter memintanya untuk pulang ke Jember. Dia sempat mengira ibunya bakal langsung dirawat inap. Namun, kondisi kamar sedang penuh. Dia terpaksa pulang lagi.
Kondisi antrean di RSUD dr Soetomo memang melebihi kapasitas. Yang datang tak hanya pasien rujukan dari kabupaten/ kota di Jawa Timur, tetapi juga dari berbagai provinsi. Mulai Sumatera hingga Papua.
Wadir Pelayanan Medis dr Joni Wahyuhadi menerangkan, rumah sakit memang kebanjiran pasien. Dia mengelompokkan faktor penyebab menjadi dua. Faktor internal kondisi ruangan rumah sakit terbatas. Sedangkan dari eksternal, banyak rumah sakit yang merujuk pasiennya ke RSUD dr Soetomo. Tidak ke rumah sakit lain. ” Terkadang juga pasiennya yang minta,” jelasnya.
Joni merasa jumlah pasien itu melonjak karena kebijakan jaminan kesehatan nasional (JKN) sejak 2014. Rumah sakit di kabupaten/ kota terkesan tidak mau repot menangani pasien yang mendapat fasilitas kesehatan gratis dari negara. Namun, Joni tak menyalahkan rumah sakit di daerah.
Sistem berobat gratis bagi seluruh rakyat itu ternyata juga dinilai memberatkan pihak rumah sakit. Salah satu contohnya pasien tumor otak yang ditanggung RSUD dr Soetomo. Biaya total operasi dan pengobatan mencapai Rp 128 juta. Sedangkan biaya yang bisa diklaim ke BPJS hanya Rp 70 juta. Kasus lain tumor paru-paru ganas. Biaya total pengobatan mencapai Rp 47 juta, sedangkan rumah sakit hanya bisa mengklaim 9,9 juta. ”Selisihnya yang nanggung APBD Provinsi Jatim,” ujar Joni.
RSUD dr Soetomo mengalami defisit anggaran hingga Rp 50 miliar. Itu dialokasikan untuk pasien operasi bedah saja selama 2016. Sedangkan kebutuhan lain belum terekap secara terperinci hingga kemarin.
Joni merasa sistem tarif BPJS perlu disesuaikan. Permenkes Nomor 64 Tahun 2016 mengatur jumlah tarif sesuai penyakit yang ditangani. Menurut dia, jumlahnya tidak sebanding dengan pengeluaran rumah sakit.
Salah satu solusi yang dia tawarkan adalah membuat peraturan mengenai rujukan. Provinsi DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan telah menerapkannya. Terdapat aturan mengenai sistem rujukan online. Setiap rumah sakit dan puskesmas dapat mengetahui jumlah kamar di setiap rumah sakit yang masih kosong. Dengan begitu, tidak semua rujukan diarahkan ke RSUD dr Soetomo. ”Sehingga pasien dari luar daerah tidak di-PHP (pemberi harapan palsu, Red). Sampai di sini penuh, kasihan mengantre lama,” ujarnya.
Untuk mewujudkannya, harus dilakukan pemetaan rumah sakit. Perlu ada peraturan daerah (perda) untuk mengatur regionalisasi rujukan. Pasien berhak menolak dirujuk apabila masih terdapat ruangan di rumah sakit perujuk.
Upaya penambahan kapasitas terus dilakukan. Namun, menurut dia, perlu dibangun rumah sakit baru untuk menampung pasien yang dirujuk. Selama ini jumlah rumah sakit milik Pemprov Jatim hanya lima.
Untuk menangani banyaknya pasien yang mengantre sejak pagi, Joni menerangkan, akan ada sistem pendaftaran online. Sistem itu diberlakukan pada 1 Februari. Pasien dari luar daerah tidak perlu datang hanya untuk mengantre. Dari antrean online tersebut, pasien juga bisa mengetahui kapan harus ke rumah sakit.
Selain itu, rumah sakit menambah jam operasi. Biasanya operasi dilakukan dengan sistem ronde dari pagi hingga sore. Dengan sistem tersebut, selama setahun RSUD dr Soetomo mampu melaksanakan 1.389 kali operasi ortopedi. Sedangkan antrean atau yang belum tertangani mencapai lebih dari 800 orang. Sistem tersebut dihapus dan jam operasi ditambah. Sejak pukul 07.00 hingga 21.00. ” Jadi dua kali lipat waktunya,” ujar Joni.
Rencananya Joni bertemu dengan Gubernur Jatim Soekarwo dalam waktu dekat. Hal tersebut dilakukan untuk membicarakan masalah itu. Dia bakal melaporkan kondisi rumah sakit sebagai per timbangan gubernur untuk mengambil kebijakan. (sal/c10/dos)