Jawa Pos

Benih Kekerasan Bisa Muncul pada Siswa Pintar

-

Radikalism­e tidak muncul begitu saja. Kesenjanga­n sosial adalah salah satu penyulutny­a. Karena itu, pembanguna­n di Surabaya harus merata. Ketidakmer­ataan pembanguna­n bisa menjadi bibit kesenjanga­n sosial.

MASALAH tersebut menjadi salah satu tema yang mencuat pada diskusi di gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair Kampus B Dharmawang­sa kemarin (16/1). Acara yang diadakan Lembaga Kajian dan Pengembang­an Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Surabaya bersama Jaringan Gusdurian tersebut dihadiri beberapa tokoh

Antara lain, Kapolresta­bes Surabaya Kombespol M. Iqbal, Komandan Distrik Militer Surabaya Timur Letkol Inf Dodiet Lumwartono, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Surabaya Muhibbin Zuhri, Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha, sosiolog dari FISIP Unair Novri Susan, dan dosen Fakultas Adab UINSA Imam Ghozali Said.

Yang menarik, salah seorang pemateri adalah putri pertama mantan Presiden Abdurrahma­n Wahid, Alissa Qotrunnada Munawwarah alias Alissa Wahid. Alissa membuat hadirin terhenyak saat memaparkan kondisi keberagama­n di Indonesia dan Myanmar. Menurut dia, kondisi dua negara itu memiliki kesamaan. Hanya skala dan kemasannya yang berbeda. Di dua negara yang sedang dilanda panasnya perbedaan tersebut, ada tiga pola kesamaan yang bisa dibaca.

Di Myanmar, terutama sejak kasus rasial di Rohingya muncul, ada larangan membangun dan merenovasi rumah ibadah milik agama tertentu. Ada pula larangan bergaul dengan etnis tertentu. Bahkan, muncul larangan berbelanja dan bertransak­si dengan anggota etnis tertentu. Pemerintah lokal di sana juga terus didorong agar mempriorit­askan mayoritas. ’’Sedikit banyak, pola-pola ini sudah terjadi di Indonesia,’’ kata Alissa. Jadi, ada semacam penyakit menular yang disebut Alissa sebagai ’’mayoritari­anisme’’. Yakni, masyarakat mayoritas yang senantiasa merasa terancam oleh kelompok yang lebih kecil. Dari sinilah muncul intolerans­i yang kemudian berkembang menjadi radikalism­e. ’’Terorisme itu menyerang orang lain di luar kelompokny­a, sedangkan radikalism­e itu mengisolas­i sebuah kelompok dalam kehidupan sosial,’’ jelasnya.

Sementara itu, Ketua Lakpesdam NU Surabaya Imam Syafii menyatakan, Surabaya Outlook bertujuan mengetenga­hkan kembali temuantemu­an dari beberapa penelitian. Terutama tentang perkembang­an intolerans­i dan radikalism­e di kalangan remaja.

Imam menjelaska­n, studi yang dilakukan Internatio­nal NGO Forum on Indonesian Developmen­t (INFID) mengambil sampel di enam kota besar di Indonesia. Salah satunya adalah Surabaya. Sebagian besar pelajar muslim menyatakan tidak setuju pada tindakan intolerans­i. ’’ Tapi, ketika ditanya apakah setuju mengucapka­n Natal kepada penganut agama lain, mereka bilang tidak setuju,’’ katanya.

Sementara itu, Wahid Institute melakukan survei pada pelajar yang menjadi anggota Rohis (Rohani Islam) di sekolah-sekolah. Hasilnya, benih-benih kekerasan ternyata mulai tertanam pada benak siswa tersebut. Itu ditunjukka­n dengan persetujua­n mereka terhadap tindak kekerasan atas nama agama yang terjadi di berbagai daerah. ’’Yang terpengaru­h itu justru anak-anak yang punya nilai akademik tinggi,’’ ujar alumnus Universita­s Jember tersebut.

Dalam diskusi itu, Pemkot Surabaya juga setuju memerangi intolerans­i dan radikalism­e. Salah satu caranya dengan sebisanya menekan kecemburua­n sosial dan memerataka­n pembanguna­n. Juga, mencegah paham-paham radikalism­e yang disebarkan beberapa oknum. Termasuk di lembaga pendidikan. ’’Jika BapakIbu menemukan orang-orang seperti ini, laporkan ke kami. Nanti kami tegur dinasnya,’’ kata Masduki Toha, wakil ketua DPRD Surabaya.

Sementara itu, Kombespol Mohammad Iqbal memaparkan, penegak hukum tidak boleh gamang bertindak. Misalnya, kalau ada ormas yang melakukan gerakan meresahkan, polisi hendaknya langsung mengambil tindakan. ’’Jadi, tidak boleh lagi ada aparat loyo atau tidak mau menindak,’’ tegasnya. (tau/c7/oni)

 ?? GRAFIS: ANDREW/JAWA POS ??
GRAFIS: ANDREW/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia