Jawa Pos

Tahun Ini Berlari di Singapura dan Filipina

- (*/c7/pri)

Menjadi atlet lari nasional memang menjadi impian Ifan sejak kecil. Tampaknya, darah atlet orang tuanya mengalir deras di dalam diri Ifan. ’’Ayah kebetulan dulu atlet lari dan renang. Ibu atlet lompat tinggi. Jadi, saya memang terlahir dari keluarga atlet,’’ bebernya.

Ifan menceritak­an, dirinya menekuni olahraga lari sejak kelas II SD. Awalnya, dia hanya diajak ayahnya untuk joging keliling kampung di Desa Buduran. Olahraga rutin itu terus dilakoni bersama ayahnya. Ifan pun menikmatin­ya. ’’Nyaman dan mengasyikk­an,’’ katanya.

Menurut Ifan, orang tuanya sama sekali tidak pernah memaksa dirinya menjadi seorang atlet lari.

Namun, dia sadar bahwa ayahnya mencoba untuk mengenalka­n dunia lari kepadanya dengan cara yang ’’lembut’’. Mulai membelikan Ifan sepatu lari hingga baju olahraga. Hal itu ternyata benar-benar mampu memancing semangatny­a untuk berlatih lari.

Ketika duduk di bangku kelas IV SD, Ifan diajak sang ayah berlari di GOR Sidoarjo. ’’Tibatiba senang setiap lari di GOR. Akhirnya, saya masuk ke klub lari di Sidoarjo,’’ ujarnya.

Berbagai perlombaan pun diikuti. Mulanya hanya tingkat kabupaten, lalu naik ke level Jawa Timur. Prestasi demi prestasi diraih. Semakin lama menekuni lari, Ifan merasa semakin jatuh hati. Saat duduk di bangku SMP, karir Ifan di dunia lari semakin moncer. Pada 2014, misalnya, dia menyabet medali emas dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) Remaja tingkat nasional. Tahun berikutnya, dia menyabet juara I Kejurnas Atletik dan juara I dalam Pekan Olahraga Pelajar (POP) Nasional 2015.

’’Hampir setiap event saya dikirim untuk cabang atletik lari,’’ tutur anak sulung dua bersaudara itu. Dari hari ke hari, Ifan mengaku semakin ketagihan dengan atletik. Tanpa ragu, dia memutuskan untuk menekuniny­a. ’’Ayah dan ibu sangat senang. Sebab, ada yang menjadi penerus atlet,’’ ujarnya, lantas tertawa.

Selama ini, beber dia, orang tuanya berperan penting terhadap kesuksesan karirnya sebagai atlet lari. Ayahnya bertugas sebagai manajer pribadi. Mengatur jadwal latihan hingga lomba yang akan diikuti. Sementara itu, sang ibu mengatur pola makan sehari-hari. ’’Saya memiliki kehidupan yang berbeda dengan pelajar lain. Makan saya sudah diatur dan punya jadwal latihan setiap hari,’’ kata Ifan.

Jadwal latihan lari yang padat memang harus diimbangi dengan kondisi tubuh yang fit. Setiap hari, Ifan sudah terbiasa hanya sarapan buah-buahan dan sayur-sayuran. Siang, dia makan nasi merah dan sorenya kembali menyantap menu sehat. Ketika bersekolah, dia kerap membawa bekal untuk menghindar­i makanan yang kurang sehat.

’’Saya makan apa yang diberikan ibu. Saya ikuti cara orang tua saya untuk menjadi atlet yang berprestas­i,’’ tegasnya.

Ifan juga punya jadwal latihan yang ketat. Setiap Selasa, Kamis, dan Minggu, dia berlatih di GOR. Di luar hari tersebut, Ifan tetap berlatih bersama ayahnya. Berlari mengelilin­gi kampung di sekitar rumahnya. Setidaknya, joging selama satu jam. ’’Setiap hari saya harus berlari. Kalau tidak, badan saya justru terasa tidak enak,’’ ucapnya.

Meski begitu, Ifan tetap berupaya untuk menyisihka­n waktu agar bisa berkumpul bersama teman-temannya. Biasanya setelah pulang sekolah dan berlatih lari, dia memiliki waktu senggang antara pukul 19.00–21.00. Itu dilakukan untuk mengejar ketertingg­alan di sekolah selama mengikuti serangkaia­n lomba lari.

’’Saya juga sering izin kalau pas ada event. Tetapi, saya tetap berusaha untuk bisa bagus di sekolah,’’ jelasnya.

Setelah berhasil memecahkan rekor ASG 2016, Ifan kembali bersaing pada ajang yang sama di Singapura tahun ini. Ifan telah memasang target besar. ’’Mudah-mudahan saya bisa mencapai waktu tempuh lebih cepat daripada tahun lalu, 30 detik kalau bisa,’’ tandasnya dengan tatapan mata menyala.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia