Menyemai Benih Entrepreneur pada Lahan Satuan Pendidikan
SEORANG psikolog dari Amerika Serikat, David McClelland, pernah berujar, ’’Suatu bangsa akan maju dan sejahtera bila minimal 2 persen dari jumlah penduduknya adalah wirausaha.” Ujaran itu agaknya menemukan kebenarannya manakala kita mencermati perkembangan negara-negara tetangga atau negara maju di dunia saat ini. Untuk sekadar menyebut contoh, negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand masing-masing telah memiliki persentase pengusaha sebanyak 7 persen, 5 persen, dan 3 persen.
Negara maju, seperti Amerika Serikat dan Jepang, bahkan telah mempunyai jumlah pengusaha lebih dari 10 persen dari total populasi penduduknya. Sementara itu, Indonesia (2015) masih berkutat pada 1,65 persen dari total populasi penduduknya yang menekuni jagat pengusaha. Karena itu, apabila Indonesia tidak ingin selalu ketinggalan dari negara-negara tetangga, terlebih negara maju, langkah akseleratif harus dilakukan dengan cara penyemaian benih-benih entrepreneur melalui satuan pendidikan (sekolah/ madrasah). Pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs), terdapat mata pelajaran IPS (ilmu pengetahuan sosial) dan prakarya. Sementara itu, pada jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK), terdapat mata pelajaran prakarya & kewirausahaan dan ekonomi. Mata pelajaran tersebut sangat dekat bagi penyemaian benihbenih kewirausahaan kepada peserta didik. Untuk itu, efektivitas pembe- lajarannya perlu lebih ditingkatkan dalam upaya menginternalisasikan nilai-nilai ( value) kewirausahaan.
Selain itu, beberapa sekolah di Sidoarjo selama ini telah bekerja sama dengan Plan Indonesia, Prestasi Junior Indonesia, City Foundation, maupun City Peka, selaku learning provider yang bergerak dalam bidang pendidikan untuk menyemai nilainilai entrepreneurship dalam kegiatan stu dent company maupun implementasi riil finance literacy-education di sekolah/madrasah. Peserta didik memperoleh pembelajaran dan pengalaman langsung menjalani peran sebagai ’’pengusaha muda”. Peserta didik belajar membuat business plan, menggandeng ’’investor”, menjalankan aktivitas perusahaan (produksi dan pemasaran) –meski dalam skala kecil– sampai dengan penghitungan rugi-laba dan pertanggungjawaban perusahaan. Pembelajaran melalui pengalaman nyata semacam itu sangat bagus karena peserta didik memperoleh pengalaman yang bermakna.
Pembelajaran aplikatif semacam itu perlu dikembangkan lebih lanjut di satuan pendidikan yang lain, di samping yang tidak kalah penting adalah penumbuhan sikap mental menjadi pengusaha andal. Sikap mental sebagai (calon) pengusaha andal yang perlu dipupuk bagi peserta didik, antara lain, a) think big-dream big (berani berpikir dan mengembangkan impian yang besar), b) rasa percaya diri yang kuat ( self confidence), c) be different (berani berpikir dan bertindak berbeda yang lebih inovatif ), dan d) risk courageous (berani mengambil risiko atas tindakan yang dilakukan). Satuan pendidikan, dalam hal ini sekolah dan madrasah, sudah saatnya berani mengajarkan prinsip-prinsip kewirausahaan dan keuangan kepada peserta didik. Sebab, menurut Robert T. Kiyosaki, sekolah akan kehilangan relevansinya jika tidak mengajarkan prinsip-prinsip kewirausahaan dan keuangan. Bukankah begitu?! * Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo