Tidak Malu Cari Kulit Telur
SMA Islam Sidoarjo bersama SMP Islam Sidoarjo dalam naungan Yayasan Wali Songo mengajari siswa cara membuat karya seni dari limbah. Salah satu yang menjadi andalan adalah lukisan yang terbuat dari kulit telur. Kulit telur dilekatkan pada kanvas hingga membentuk gambar sesuai pola.
’’Setiap enam anak di sini membuat satu lukisan. Cukup sulit dan butuh waktu lama, sekitar satu bulan,’’ kata Ketua Ekstrakurikuler Pramuka Nadila Sekar Zahida.
Butuh waktu lama karena mereka harus memecah kulit telur sehingga ukurannya tepat untuk ditempelkan. Serta, mewarnai satu per satu kulit telur sesuai yang diinginkan. ’’ Nggak bisa sembarangan, meremukkannya juga satu per satu,’’ ujarnya.
Hasil karya itu mereka tampilkan setiap ada pameran. Banyak yang sudah berminat membeli. Namun, mereka menyimpannya lebih dulu. ’’Ini jadi modal nanti kalau ingin membuka usaha ini. Melatih wirausaha dengan berani malu juga,’’ katanya. Sebab, saat mengumpulkan kulit telur, mereka harus keliling ke penjual-penjual makanan yang bahannya dari telur. Biasanya, mereka pergi ke penjual martabak. ’’ Jadi, sekaligus memanfaatkan limbah,’’ ucapnya.
’’Selain itu, kami menggunakan limbah lain untuk barangbarang seni. Dari botol bekas, misalnya,’’ ujar Ketua OSIS SMA Islam Sidoarjo Khurin Indayati. Hasilnya, mulai pot bunga hingga meja belajar yang terbuat dari botol bisa digunakan sehari-hari. ’’ Hasil karya itu juga kami pamerkan tiap ada pameran,’’ ujar siswi kelas XI IPS itu.
Nadila menambahkan, bersama rekan-rekan Pramuka, dirinya mulai belajar berwirausaha. Mereka mengoordinasi pembuatan atribut-atribut Pramuka yang digunakan siswa. Misalnya, pembuatan halsduk, badge, buku Pramuka, maupun topi baret. Hasilnya bisa menambah uang kas organisasi dan tambahan modal usaha serupa. Dari situlah mereka belajar kewirausahaan. ’’Setiap barang yang kami jual untung seribu rupiah,’’ terangnya.
Di SMA Wali Songo, ada Nurmalia Agustina yang sejak kelas X telah berwirausaha. Bahkan, siswi kelas XII IPA 1 itu berhasil membeli motor sendiri dari hasil usahanya. Nurmalia setiap hari bangun pukul 03.00. Siswi kelahiran Lhokseumawe, Aceh, itu lalu memasak beragam kue bersama ibu. Hasil masakan tersebut dia bawa ke sekolah setiap hari. Dia jual ke rekanrekan saat jam istirahat. ’’Sehari bawa 50 kue, sejak semester dua di kelas X dulu,’’ tuturnya.
Tak ada rasa malu dan sungkan. Malah, dari keuntungan menjual kue, dia bisa membeli buku, membayar SPP, uang jajan, bahkan mengkredit motor. ’’Awalnya, ditawari ibu bawa kue ke sekolah, kali saja temenmu suka. Ternyata teman-teman juga banyak yang suka,’’ ucapnya. ( uzi/c17/dio)