Jawa Pos

Pilkada DKI Diperkirak­an Dua Putaran

Agus-Sylvi Masih Pole Position

-

JAKPUS – Pilgub Jakarta, tampaknya, tidak akan selesai dengan satu putaran. Indikasi itu terlihat dari hasil dua survei yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan Grup Riset Potensial (GRP). Hasilnya, tidak ada satu paslon yang sanggup meraih lebih dari 50 persen suara sebagaiman­a aturan yang berlaku khusus di Pilgub Jakarta.

Dua lembaga survei tersebut menempatka­n pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana sebagai pole position. LSI menempatka­n Agus-Sylvi dengan perolehan 36,7 persen, sedangkan GRP dengan 46,4 persen. Hanya, dua lembaga survei itu memiliki perbedaan dalam melihat siapa yang bakal menempati peringkat buncit. Hasil LSI menempatka­n Anies-Sandi dengan 21,4 persen. Hal tersebut kalah jauh dengan pasangan Ahok-Djarot yang meraih 32,6 persen. Sementara itu, GRP menempatka­n Ahok-Djarot di peringkat terbawah dengan 20,4 persen. Pasangan tersebut kalah 0,5 persen dari pasangan AniesSandi di peringkat dua.

Hasil berbeda itu bisa dimaklumi. Sebab, mereka menggunaka­n metode survei yang berbeda. GRP menggunaka­n stratified systematic sample pada 2.745 warga di 27 kelurahan dan menggunaka­n statistik untuk merumuskan hasil akhir.

Menurut bos LSI Denny JA, ada sejumlah analisis yang menyebutka­n kenapa pasangan Anies-Sandi tercecer. ”Manuver Anies beberapa waktu terakhir justru membuat dia ditinggalk­an pemilih orisinalny­a,” paparnya. Dari hasil survei, pemilih Anies-Sandi berkarakte­r modern, moderat dalam pandangan agama, dan berwawasan global.

Nah, Denny menduga, sejumlah manuver Anies justru blunder. Misalnya, kedatangan­nya ke markas FPI dan bertemu Habib Rizieq Shihab. Langkah itu diharapkan mendulang pemilih baru dari kalangan Islam yang berafilias­i ke Rizieq Shihab. Namun, hal tersebut juga berisiko ditinggalk­an pemilih orisinal Anies. Hasilnya, ada penurunan 3 persen antara Desember 2016 dan Januari 2017. Segmen pemilih kelas ekonomi menengah atas juga menurun. Pada Desember 2016 Anies-Sandi mendapat dukungan 26,8 persen, tapi melorot hanya 22,91 persen pada Januari 2017.

Namun, Denny tidak menyimpulk­an bahwa tak ada peluang bagi Anies-Sandi untuk membalik keadaan. Waktu memang sudah kurang dari sebulan. ”Dalam politik, ada pemeo: kecuali mengubah lelaki menjadi pria atau mengubah pria menjadi lelaki, politik bisa mengubah apa saja,” ujarnya.

Sementara itu, hasil berbeda disajikan GRP. Pasangan Ahok-Djarot justru kalah. Survei tersebut terbilang ketat. Waktunya juga lebih lama. Farit Afendi, pakar statistik GRP, menjelaska­n bahwa Ahok- Djarot unggul dengan jarak elektabili­tas di atas 5 persen di 11 kelurahan, umumnya di Jakarta Utara dan Barat. ”Hanya sedikit di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan,” ucapnya.

Ahok-Djarot mengimbang­i Agus-Sylvi di 22 Kelurahan dengan selisih di bawah 10 persen. ”Agus-Sylvi mengimbang­i Ahok-Djarot di 12 kelurahan,” sambungnya. Farit menambahka­n, Anies-Sandi mengimbang­i Agus-Sylvi di tiga kelurahan. Secara keseluruha­n, Anies-Sandi yang selalu tertinggal sudah mengimbang­i Ahok-Djarot.

Kalangan pengamat menyatakan, hasil survei bisa meleset bahkan salah. ”Yang pasti, nanti hitungan KPU yang dipakai,” kata Said Salahuddin dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma).

Dua survei terbaru itu muncul setelah debat perdana Pilgub DKI 2017. Tentu ada kaitannya. Said berpendapa­t, debat perdana tersebut masih menarik untuk dibahas. Misalnya, sejumlah perkembang­an selama debat yang tidak direspons sebagaiman­a mestinya oleh paslon.

Pada sesi saling menanggapi dan saling bertanya antarpaslo­n, contohnya. Beberapa hal tingkat tertentu yang penting untuk ditanggapi atau dijawab para paslon justru terlewatka­n.

Padahal, penjelasan dan klarifikas­i paslon bisa menjadi informasi yang penting bagi pemilih untuk menilai kelebihan dan kekurangan masingmasi­ng paslon. Dia melanjutka­n, tidak adanya tanggapan atau jawaban paslon bisa disebabkan faktor ketidaksen­gajaan seperti alpa atau terbatasny­a waktu. ”Tetapi, bisa juga karena faktor kesengajaa­n,” katanya.

Kesengajaa­n itu berarti secara sadar paslon tidak mau menanggapi atau menjawab isu yang berkembang dalam debat sebagai strategi untuk menutupi kelemahan.

Dia mencatat, ada beberapa hal yang luput ditanggapi atau dijawab peserta debat. ”Cukup banyak. Tetapi, di sini saya coba menunjukka­n dua hal saja dari masing-masing paslon,” jelasnya. (ydh/c21/ano)

 ?? GRAFIS: DAVID PRASETYO/JAWA POS ??
GRAFIS: DAVID PRASETYO/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia