Jawa Pos

Bakal Dijual karena Biaya Perawatan Sangat Tinggi

Banyak persoalan selepas perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 Jawa Barat pada September lalu. Kini persoalan muncul dari cabor berkuda. Khususnya cabang berkuda equestrian (tunggang serasi). Bagaimana kelanjutan nasib kuda-kuda equestrian yan

- ARI GANESA, Surabaya

SPIRIT, Romeo, Beyonce, Carlos, dan Storm. Nama-nama keren tersebut bukanlah nama orang. Itu adalah nama-nama kuda equestrian (tunggang serasi). KONI Jatim membelinya dua tahun lalu dari sejumlah daerah. Di antaranya, Jakarta, Jogjakarta, Bogor, dan Bandung. Kuda-kuda itulah yang diharapkan bisa mengantark­an cabor berkuda Jatim berjaya di Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 Jawa Barat. Saat itu KONI Jatim menargetka­n empat emas dari cabor berkuda.

Harga untuk mendatangk­an kuda tersebut bervariasi. Ada yang Rp 500 juta per ekor, Rp 750 juta, hingga Rp 1 miliar. Jatim membeli total 12 kuda equestrian (tunggang serasi) untuk persiapan PON sejak jauh-jauh hari.

Bukan hanya harga pembelian yang tinggi. Biaya untuk memelihara kuda-kuda tersebut juga menguras anggaran. Untuk makanannya saja, setiap bulan dibutuhkan dana Rp 6,5 juta per ekor. Nah, karena ada 12 ekor kuda, anggaran yang digelontor­kan mencapai Rp 78 juta. Anggaran itu hanya digunakan untuk biaya makan. Belum termasuk biaya perlengkap­an kuda serta gaji atletnya.

Namun, hasil yang didapat tak sesuai dengan harapan. Bahkan jauh panggang dari api. Dari total 15 nomor yang dipertandi­ngkan pada PON XIX/2016, tim berkuda Jatim hanya menyumbang­kan 2 emas dan 2 perunggu.

Nomor equestrian hanya meraup satu emas di nomor tim dressage open. Satu emas lainnya diperoleh dari nomor kuda pacu. Hasil tersebut jelas meleset dari target empat emas.

Kini masalah pun muncul. Sebab, kuda-kuda equestrian milik Jatim tidak bisa digunakan lagi pada PON XX/2020 di Papua empat tahun mendatang. Faktor usia kuda menjadi kendala. Saat ini kuda itu masih berada di Bandung Equestrian Centre (BEC), Bandung.

Jatim yang absen di kejuaraan equestrian pasca-PON membuat kuda-kuda tersebut menganggur. Padahal, biaya untuk makan, vitamin, dan perawatan terus berjalan.

Besarnya biaya pemelihara­an kuda tersebut dinilai Direktur Bapel Puslatda Jatim Dhimam Abror Djuraid sangat membebani anggaran. ’’Biaya pelihara kuda itu tinggi sekali,’’ ujar Abror.

Agar tak berlarut-larut, KONI Jatim segera mengambil tindakan. Menurut Ketua Umum KONI Jatim Erlangga Satriagung, dalam waktu dekat pihaknya mengadakan rapat dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta Pemprov Jatim. ’’Di rapat itu kami akan membahas mau diapakan ini kuda-kudanya. Mau dijual apa kerja sama dengan pihak lain?’’ kata Erlangga.

Ironisnya pula, kini hanya tersisa 9 di antara 12 ekor kuda milik Jatim. Tiga kuda mati mengenaska­n. Tiga kuda tersebut mati sebelum PON XIX dimulai. ’’Karena kolik. Dan itu sudah ada keterangan­nya dari dokter hewan yang menangani,’’ terang Erlangga.

Untuk PON XX mendatang, kuda- kuda yang berpotensi dipertandi­ngkan tentu adalah kuda-kuda dengan kategori usia yang memadai. Yaitu sekitar 10 tahun.

Mengingat perhelatan PON yang masih empat tahun lagi serta pertimbang­an besarnya biaya dan risiko bila kuda tersebut tetap dipelihara, Erlangga menyaranka­n kuda-kuda eks PON XIX dijual. ’’ Prediksi saya, solusinya lebih baik dijual. Karena secara usia juga sudah tidak memenuhi untuk dipakai empat tahun lagi. Sudah sepuh,’’ tambahnya. (nes/c19/bas)

 ??  ?? BIAYA TINGGI: Aksi atlet berkuda Jatim Billy Roring di PON 2016 lalu. BILLY RORING FOR JAWA POS
BIAYA TINGGI: Aksi atlet berkuda Jatim Billy Roring di PON 2016 lalu. BILLY RORING FOR JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia