Informasi Kamar Harus Transparan
SURABAYA – Panjangnya antrean pasien di RSUD dr Soetomo harus diatasi dengan perubahan sistem keluar masuk pasien. Terutama saat sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berlaku penuh pada 2018. Bila tidak demikian, antrean di rumah sakit bisa kian merepotkan.
Anggota Komisi E DPRD Jatim Benjamin Kristianto menyatakan, yang perlu dilakukan manajemen rumah sakit adalah menekan panjangnya antrean pasien. Salah satu caranya, menambah tenaga kerja yang bertanggung jawab atas keluar masuknya pasien. Apalagi, saat ini separo pengguna layanan kesehatan menjadi tanggung jawab program JKN.
Karena itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus mau mengirimkan beberapa tenaga ke rumah sakit rujukan seperti RSUD dr Soetomo. Mereka ditugaskan sebagai verifikator yang khusus menangani urusan administrasi pasien BPJS
’’Jadi, begitu masuk, sudah ada yang memilah. Ini umum, ini BPJS, lalu administrasinya diurus,’’ katanya.
Ben, panggilan akrab Benjamin, juga mendorong RSUD dr Soetomo bersikap transparan mengenai ketersediaan kamar kepada semua calon pasien. Caranya, memasang papan penanda jumlah ketersediaan ruang perawatan. ’’Di papan itu ditulis berapa jumlah kasur yang tersisa dan harus di- update setiap 24 jam,’’ ujarnya.
Hal tersebut, kata penyandang magister manajemen rumah sakit itu, bermanfaat untuk mencegah praktik manipulasi informasi kepada pasien. Ada beberapa kasus soal perbedaan informasi tentang kasur kepada pasien. ’’Kalau ada pasien BPJS, dibilang penuh. Kalau pasien umum, bednya ada,’’ ungkapnya.
Selain itu, politikus Partai Gerindra tersebut mengakui, antrean dipengaruhi faktor tidak jelasnya peta rujukan rumah sakit. Selama ini, faskes kelas pertama seperti klinik dan puskesmas di seluruh Jatim selalu mengarahkan rujukan ke RSUD dr Soetomo. Padahal, rumah sakit tersebut terdaftar sebagai rumah sakit kelas nasional, rujukan utama pasien dari Indonesia Timur.
Sebenarnya, peta rujukan sudah tercantum jelas dalam sistem JKN. Tidak perlu repot-repot membuat yang baru. Jika fakses kelas pertama tidak mampu, pasien dirujuk ke rumah sakit daerah di kabupaten/kota, baru kemudian ke RS milik Pemprov Jatim. ’’Di Jatim ada lima rumah sakit kelas provinsi,’’ kata Ben. Rujukan terakhir adalah RSUD dr Soetomo.
Namun, untuk mencapai hal itu, jelas Ben, sistem JKN harus sudah benar-benar matang dan terintegrasi. Jatim punya target universal coverage pada 2018. Lebih cepat setahun daripada target nasional. ’’Masalahnya sekarang, bagaimana caranya BPJS tidak rugi dan faskes pertama bisa dimaksimalkan,’’ tegasnya.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jatim Agus Widiarta juga menyatakan, rumah sakit wajib mem- berikan informasi tentang jumlah kasur kepada pasien. Itu merupakan salah satu prinsip dasar pelayanan publik. ’’RSUD dr Soetomo harus segera bikin itu (papan informasi kamar, Red),’’ ungkapnya.
Jika sampai terbukti ada pilih kasih antara pasien umum dan BPJS, pelayan publik yang bersangkutan bisa dijatuhi sanksi. ’’ Maladministrasi jenis ini namanya ’tidak memberikan pelayanan’. Sanksinya pencopotan,’’ tegasnya.
Agar antrean pasien tidak semakin parah, ombudsman mendorong pihak manajemen memperbarui sistem antrean. Salah satunya merealisasikan sistem online. Jadi, pasien tidak perlu lama-lama menjaga antrean agar tidak diserobot. Pasien bisa datang pada waktu yang tepat saat gilirannya dipanggil.
Agus menyebutkan, panjangnya antrean tersebut tidak semata menjadi tanggung jawab RSUD dr Soetomo. Pemprov Jatim juga harus segera membuka mata atas fenomena tersebut. ’’Kalau antrean banyak begitu, gubernur harus bertindak,’’ ujarnya. (tau/c5/git)