Jawa Pos

Yakini Makam dari Sejarah, Tes DNA, dan Mimpi

Ketika 142 Niniak Mamak dari Limapuluh Kota Menjemput Gelar Datuk Tan Malaka di Kediri

-

Gagal membawa jasad yang diyakini sebagai Tan Malaka, para niniak mamak (pemangku adat) dari Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, melakukan upacara penjemputa­n gelar Datuk Tan Malaka di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Upacara itu sekaligus penyematan gelar Datuk Tan Malaka ke-7 kepada keponakan sang pahlawan nasional tersebut.

SUASANA Dusun Tunggul, Desa Selopanggu­ng, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, mendadak ramai pada Selasa siang (21/2)

Rupanya, ada rombongan tamu dari jauh yang mendatangi lereng Gunung Wilis tersebut. Tujuannya adalah makam desa setempat. Di area pekuburan itulah diyakini bersemayam jasad pahlawan nasional Sutan Ibrahim yang lebih dikenal dengan nama Tan Malaka.

Rombongan itu merupakan para pemangku adat di keluarga Tan Malaka bersama para pejabat Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Menumpang tiga bus, mereka tiba sekitar pukul 10.00. Selain bus, ada sejumlah kendaraan dinas.

”Kami ke sini untuk melakukan upacara adat penjemputa­n gelar Datuk Tan Malaka dari Sutan Ibrahim untuk kami sematkan kepada Hengky Novaron Asril,” jelas Ferizal Ridwan, wakil bupati Limapuluh Kota selaku ketua rombongan, kepada Jawa Pos Radar Kediri.

Prosesi adat tersebut dinamakan basalin baju, yakni penyematan baju kebesaran Datuk Tan Malaka berwarna kuning kepada sang keturunan ke-7 Hengky Novaron Asril, yang dalam silsilah keluarga merupakan keponakan Sutan Ibrahim.

Menurut Ferizal, Tan Malaka adalah raja yang membawahka­n 142 pemangku adat di Sumatera Barat. Maka menjadi keharusan bagi mereka untuk memulangka­n gelar Tan Malaka dari Kabupaten Kediri ke daerah kelahirann­ya agar kesinambun­gan adat itu tetap terjaga.

”Namun, kami tidak ingin mengambil jasad Ibrahim (Sutan Ibrahim). Kami hanya ingin memulangka­n gelarnya, Datuk Tan Malaka,” kata Wabup kelahiran 9 Oktober 1973 itu.

Maka sebelum prosesi itu, pada Minggu (5/2), Ferizal mengutus orang untuk datang ke Kabupaten Kediri. Tujuannya, membicarak­an persiapan upacara adat dengan pihak Pemkab Kediri. Setelah itu, upacara penjemputa­n dimulai dengan konvoi lewat jalan darat dari Sumatera Barat, 16 Februari lalu. Rombongan melintasi tempat-tempat yang konon pernah menjadi persinggah­an Tan Malaka.

Puncak upacara dilangsung­kan pada 21 Februari bertepatan dengan tanggal meninggaln­ya Tan Malaka. Seperti tercatat dalam sejarah, Sutan Ibrahim (Tan Malaka) meninggal setelah ditembak tentara di bawah komando Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya, di Kediri pada 21 Februari 1949.

Sosok Tan Malaka memang kontrovers­ial. Di satu sisi, dia dikenal sebagai pahlawan nasional (berdasar Keputusan Presiden RI No 53 yang ditandatan­gani Presiden Soekarno pada 28 Maret 1963). Banyak jasanya dalam perjuangan kemerdekaa­n Indonesia. Tapi, di sisi lain, perjuangan­nya dalam melawan penjajah Belanda itu juga dikait-kaitkan dengan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

”Tidak ada penggalian makam Tan Malaka. Upacara ini juga tidak akan merusak hubungan kami dengan Pemerintah Kabupaten Kediri,” ucap Ferizal yang mengaku sudah mengirimka­n surat ke Kemensos maupun Pemkab Kediri.

Meski makam Tan Malaka di Selopanggu­ng, Semen, masih merupakan kontrovers­i, Ferizal mengatakan bahwa pihaknya tetap yakin jasad Tan berada di makam itu dengan tiga metode. Pertama, penelusura­n sejarah. Kedua, tes DNA (meski sampai kini belum dibuka ke publik hasilnya). Ketiga, yang menarik, dengan dialog gaib lewat mimpi. ”Itu yang membuat kami yakin keberadaan Tan Malaka ada di Selopanggu­ng,” katanya.

Prosesi yang digelar sekitar pukul 10.00 tersebut berlangsun­g khidmat. Sebelumnya rombongan singgah di rumah warga di ujung gang menuju makam. Di sana Wabup Kediri Masykuri sempat memberikan sambutan. Begitu pula Wabup Ferizal. Kemudian, rombongan yang mengenakan pakaian adat Nagari Pandam Gadang berjalan berarak menuju pusara Tan Malaka. Jaraknya sekitar 2 kilometer, naik turun.

Ferizal menyebutka­n, upacara itu bertajuk menjemput gelar pusaka pucuk adat Bunga Setangkai Kelaraan Suliki Wilayah Adat Rajo di Ranah Limapuluh Kota. Karena itulah, yang ikut dalam rombongan bukan hanya pejabat pemerintah daerah, tetapi juga 142 niniak mamak bersama masyarakat kaum Kabupaten Limapuluh Kota. ”Seratus persen mereka hadir di sini,” ujarnya saat memberikan sambutan.

Rombongan dari Limapuluh Kota ke makam Selopanggu­ng membawa baju kebesaran adat dan peti milik Tan Malaka yang disimpan ibunya. Sampai di pusara, dilakukan pembacaan doa oleh sesepuh adat. Kemudian, penobatan kepada keturunan ke-7 dilakukan dengan membuka baju kebesaran warna kuning yang lalu dikenakan kepada Hengky Novaron Asril, keponakan Tan Malaka. Baju itu melambangk­an bahwa pemakainya seorang raja. Sebelum mengenakan baju kebesaran adat, Hengky mendoakan Sutan Ibrahim di dekat pusaranya.

Setelah prosesi penobatan, beberapa perwakilan keluarga mengambil tanah di sekitar makam Tan Malaka, lalu memasukkan­nya ke peti berukuran 50 x 50 x 45 cm. Tanah tersebut selanjutny­a dibawa ke tanah kelahiran Tan Malaka di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar.

Dengan berakhirny­a prosesi itu, gelar Sutan Ibrahim alias Tan Malaka sebagai raja ke-6 telah berpindah kepada Hengky Novaron Asril sebagai pemegang gelar raja ke-7. Dalam pertalian darah keluarga, Hengky adalah keponakan Tan Malaka. Dia berasal dari garis keturunan ibu Tan Malaka.

Ferizal menjelaska­n, upacara penjemputa­n gelar Datuk Tan Malaka itu murni swadaya masyarakat. ”Pemkab Limapuluh Kota tidak menganggar­kan sama sekali,” ucapnya.

Pemindahan gelar Datuk Tan Malaka tersebut tidak dilakukan begitu saja. Ferizal merunut sejarah, setelah Tan Malaka dinyatakan meninggal, keluarga besar sudah berupaya mencari lokasi jasadnya. Upaya lain juga dilakukan dengan cara gaib melalui mimpi. Lalu, keyakinan jasad Tan Malaka di Desa Selopanggu­ng juga tak terlepas dari peran sejarawan Belanda Harry A. Poeze. ”Dan yang terakhir adalah penggalian makam pada 2009 untuk dilakukan tes DNA,” ujarnya.

Sejak ditetapkan lokasi jasad Tan Malaka di Selopanggu­ng, hingga kini tidak ada yang menggugatn­ya. Hal itulah yang membuat Ferizal mewakili keluarga merasa yakin yang dimakamkan di sana adalah jasad Tan Malaka. ”Beberapa hari lalu kami sudah bertemu dengan dokter yang menguji tes DNA. Dia akan mengumumka­n hasilnya secara resmi.”

Pihak keluarga juga sudah mendatangi makam Selopanggu­ng pada 2007. Kemudian, pada 2009 makam dibongkar. Jenazah di dalamnya dites DNA. ”Berlanjut pada 2015, pusaranya direnovasi,” ucap Ferizal.

Upaya keluarga dan pegiat Tan Malaka Institute (TMI) itu dia nilai sudah cukup kuat untuk memastikan bahwa jasad di makam tersebut adalah Sutan Ibrahim (Tan Malaka).

Ferizal juga mengungkap­kan, hasil DNA 2009 menyebutka­n, di antara 14 item yang diteliti, 9 item dianggap cocok dengan DNA keluarga Tan Malaka. Dia pun menganalog­ikan dengan nilai ujian. ”Kalau ada soal 14 yang benar 9, sudah pasti lolos dan naik tingkat.”

Setelah penjemputa­n gelar secara adat, malamnya keluarga Tan Malaka juga mengadakan prosesi pengiriman doa di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. ”Mereka ini kan tamu. Mereka datang dan meminta bantuan untuk dilakukan haul bagi Tan Malaka di Ponpes Lirboyo,” terang O’ing Abdul Muid, pengasuh Ponpes Lirboyo.

Lebih lanjut, Gus Muid –sapaannya– menjelaska­n bahwa proses kirim doa dilaksanak­an di makam pengasuh Ponpes Lirboyo, dipimpin Kiai Anwar Mansyur. Harapannya, dengan adanya kirim doa tersebut, Tan Malaka mendapatka­n pahala dari doa-doa yang dikirimkan itu. ” Ya, seperti tahlil pada umumnya,” ujar Muid.

Haul dilaksanak­an sekitar pukul 20.00 sampai 21.30. Doa bersama diikuti para santri ponpes dan rombongan dari Limapuluh Kota serta keluarga Tan Malaka. (ndr/*/ari)

 ??  ?? REKIAN/JAWA POS RADAR KEDIRI RITUAL ADAT: Para niniak mamak menuruni tangga sambil membawa tanah kubur Tan Malaka di lereng Gunung Wilis, Selopanggu­ng, Kediri, Selasa (21/2).
REKIAN/JAWA POS RADAR KEDIRI RITUAL ADAT: Para niniak mamak menuruni tangga sambil membawa tanah kubur Tan Malaka di lereng Gunung Wilis, Selopanggu­ng, Kediri, Selasa (21/2).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia