Jawa Pos

Mendagri Dianggap Pasang Badan untuk Ahok

Komisi II DPR Beri Argumen Kejanggala­n

-

JAKARTA – Pengaktifa­n kembali Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta masih menjadi sorotan DPR. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dianggap pasang badan untuk melindungi mantan bupati Belitung Timur tersebut. Beberapa fraksi akan terus memperjuan­gkan hak angket untuk penyelidik­an terhadap kebijakan yang dianggap melanggar undangunda­ng (UU) itu.

Dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Mendagri kemarin (22/2), pengaktifa­n kembali Ahok sebagai gubernur menjadi topik yang diperdebat­kan. Forum tersebut menjadi kesempatan bagi anggota komisi II untuk mempertany­akan kebijakan yang dianggap janggal itu.

Yandri Susanto, anggota Komisi II DPR, menyatakan bahwa pengangkat­an kembali Ahok sudah janggal dari awal. Misalnya yang tampak dalam serah terima jabatan (sertijab) dari Plt gubernur kepada Ahok yang dilakukan pada masa kampanye. Sertijab itu dilakukan pada Sabtu (11/2, hari terakhir masa kampanye) sebelum pukul 12 malam. ”Itu dadakan, kenapa nggak Minggu atau Senin?” tanya dia.

Yandri menilai hal itu melanggar aturan. Muncul pertanyaan, ucap dia, apakah sertijab tersebut merupakan perintah Mendagri atau orang lain. Padahal, dalam UU, hal itu tidak boleh dilakukan. Dalam masa kampanye, calon petahana wajib mengambil cuti dan tidak boleh menggunaka­n fasilitas negara.

Politikus PAN tersebut juga mengkritis­i pernyataan Mendagri yang siap mundur jika kebijakan yang dia ambil dianggap salah. Yandri menyayangk­an pernyataan itu. Menurut dia, Tjahjo terkesan pasang badan untuk melindungi Ahok. ”Di kalangan masyarakat muncul anggapan seperti itu,” ucap Yandri.

Setelah kebijakan tersebut ramai disoroti dan mendapat kritik berbagai kelompok masyarakat, Tjahjo kemudian meminta fatwa Mahkamah Agung (MA). Tapi, kata Yandri, MA tidak mau memberikan fatwa dan menyerahka­n keputusan kepada Mendagri. Mengapa tidak sejak awal Tjahjo meminta fatwa dari MA?

Wakil Ketua Komisi II Almuzzammi­l Yusuf menambahka­n, pengaktifa­n kembali Ahok sebagai gubernur itu bukan persoalan menang atau kalah dalam pilkada. Menurut dia, tidak diberhenti­kannya Ahok dari jabatan gubernur merupakan pelanggara­n hukum. Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah­an Daerah (tepatnya pasal 83 ayat 1, 2, dan 3), presiden berkewajib­an mengeluark­an surat keputusan (SK) pemberhent­ian sementara bagi gubernur yang berstatus terdakwa. ”Argumen yang kami sampaikan sahih,” tegas politikus PKS itu.

Sementara itu, Mendagri Tjahjo membantah jika dianggap membela Ahok. Dia mengaku hanya membela presiden dan siap bertanggun­g jawab. ”Diberhenti­kan pun siap,” kata Tjahjo.

Kebetulan, kasus itu berkaitan dengan Ahok. Tjahjo merasa harus adil dalam menerapkan kebijakan. Menurut dia, ada gubernur lain yang juga terdakwa dan sampai sekarang masih menjadi gubernur. Dia divonis delapan bulan alias di bawah lima tahun.

Politikus PDIP tersebut menjelaska­n, dakwaan yang ditujukan kepada Ahok adalah dakwaan alternatif, yaitu empat atau lima tahun. ”Kalau misal saya putuskan berhentika­n sementara, kemudian jaksa menuntut empat tahun, habis saya,” dalihnya. (lum/bay/c9/fat)

 ??  ?? PATRARIZKI SYAHPUTRA/RAKYAT MERDEKA JELASKAN ALASAN: Mendagri Tjahjo Kumolo menjawab pertanyaan anggota komisi II DPR tentang aktifnya kembali Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta kemarin.
PATRARIZKI SYAHPUTRA/RAKYAT MERDEKA JELASKAN ALASAN: Mendagri Tjahjo Kumolo menjawab pertanyaan anggota komisi II DPR tentang aktifnya kembali Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia