Segera Putuskan soal Freeport
KISRUH perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia kini memasuki babak baru. Adalah CEO FreeportMcMoran Richard C. Adkerson yang langsung datang ke tanah air dan mengancam akan membawa masalah itu ke arbitrase bila tak kunjung ada kejelasan soal perpanjangan kontrak. Dia memberikan waktu 120 hari sebelum menempuh arbitrase.
Perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu mengaku tetap memegang teguh kontrak karya (KK) dan menginginkan kepastian perpanjangan operasi hingga 2041. Kontrak karya Freeport sendiri berakhir 2021. Perusahaan tambang emas dan tembaga itu menolak tunduk pada ketentuan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang mengharuskan mereka mengikuti aturan yang berlaku, termasuk perpajakan.
Sejak awal, KK Freeport memang selalu jadi masalah. Mulai minimnya sumbangan kepada penerimaan negara hingga kontribusi untuk masyarakat sekitar yang dinilai tidak optimal. Belum lagi masalah dampak buruk perusahaan yang beroperasi di Papua itu pada lingkungan.
Sesuai kontrak karya, Freeport memang dapat meminta perpanjangan kapan pun sampai 2041. Tapi, menurut PP 77/2014, permohonan perpanjangan kontrak hanya bisa dilakukan 2 tahun sebelum masa kontrak habis atau pada 2019. Nah, hal tersebut tentu membuat pemerintah berada dalam posisi sulit lantaran ada dua aturan yang berbeda.
Jika pemerintah tak kunjung mengambil keputusan, arbitrase sudah di depan mata. Kabarnya, Freeport siap mengajukan ganti rugi hingga ratusan triliun kepada pemerintah Indonesia. Sebuah angka yang sangat besar di tengah penerimaan anggaran yang seret. Selain itu, rakyat Indonesia pasti juga tidak setuju bila duit dari hasil pajak digunakan untuk membayar ganti rugi Freeport.
Tanpa keputusan yang jelas, nasib tambang Freeport di Papua juga terlunta-lunta. Ribuan karyawan terancam di PHK. Tentu hal tersebut menjadi masalah serius di Papua dan dampaknya pada sosial ekonomi sangat berbahaya.
Bukan hanya itu. Masih ada persoalan pelik mengenai kewajiban Freeport untuk melepaskan kepemilikan saham menjadi 51 persen yang harus direalisasikan tahun ini juga. Itu sesuai ketentuan mengenai divestasi saham sebagaimana amanat UU 4/2009 tentang Minerba. Persoalannya, siapa yang akan membeli saham tersebut? Sepertinya sangat sulit mencari investor di dalam negeri lantaran nilainya cukup besar.
Karena itu, semua pihak mesti berkepala dingin menghadapi masalah Freeport. Jangan sampai keputusan yang tergesa-gesa dan emosional malah merugikan kita semua. Pertimbangkan semua untung rugi dengan matang sehingga keputusan yang diambil bisa menguntungkan semua pihak.