Jawa Pos

Hampir Seumur Hidup Opname

-

BULAN lalu Rizqo Askana Sakhi baru saja merayakan ulang tahun ke-3. Namun, hampir seluruh hidupnya dihabiskan di RSUD dr Soetomo. Bocah asal Jambi itu menderita osteogenes­is imperfecta (OI) atau tulang rapuh sehingga harus dibantu alat bantu napas.

Empat bulan terakhir, Edy Wibowo dan Sururum Mukarromah akrab dengan ruang pediatric intensive care unit (PICU) Irna Anak RSUD dr Soetomo

Karin memang salah seorang Comengers, sebutan anggota komunitas Comeng Surabaya. Mereka adalah perkumpula­n stand-up comedian dalam bahasa Inggris. Sejak didirikan pada akhir November 2016, anggota Comeng Surabaya berjumlah 16 orang.

Karin bergabung dengan Comeng sejak awal terbentuk. Sebelumnya, tidak pernah terlintas di benaknya menjadi Comengers. Hanya, Karin memang suka humor. Suatu ketika, dia bersama kelompok trainer ditantang untuk membawakan stand-up comedy. ’’Saya dijebak. Nggak ada temen-temenku yang maju,’’ ujarnya. Itulah pengalaman perdana Karin sebagai ’’pelawak’’.

Ternyata hasilnya nggak terlalu buruk. Teman-teman Karin tertawa melihat ekspresiny­a saat membawakan lelucon. Dengan humor, dia merasa selalu muda. Sebagai freelance trainer, humor juga sangat dibutuhkan. Karin menggunaka­n humor sebagai salah satu trik mengempask­an kebosanan saat bertemu dengan klien.

Itulah yang membuatnya ketagihan. Perempuan asli Surabaya tersebut selalu mencari materi candaan yang ringan tapi juga lucu. Dia selalu belajar membawakan­nya dalam bahasa Inggris. ’’Bahasa Inggrisnya memang penting, tapi ekspresi kita yang jauh lebih utama,’’ ungkap perempuan kelahiran 9 Juni 1990 tersebut.

Setiap kali tampil, Karin selalu menyiapkan lima bahan lelucon. Jika satu materi tidak berhasil membuat tertawa, dia lantas mencoba yang kedua. Begitu selanjutny­a hingga lima bahan terpakai dalam satu materi. ’’Masak iya, lima-limanya itu nggak ada yang nyantol buat orang ketawa,’’ tuturnya.

Menurut Karin, materi yang ringan atau sering dijumpai sehari-hari menjadi topik favorit. Dengan begitu, materi stand-up comedy lebih mudah ditangkap penonton. Dalam sekali penampilan, Karin membawakan materi komedi selama 5–6 menit. ’’Jangan terlalu lama. Nanti penonton bosan. Saya juga mati gaya ntar,’’ kata Karin.

Beda Comengers, beda pula cara pembawaann­ya. Selain Karin, ada Arlan Setiawan. Dia bahkan menjadi founder sekaligus Comengers tertua dalam Comeng. Arlan lebih suka menekankan materinya bila dibandingk­an pada mimik wajahnya. ’’Cerita dan pemilihan katanya juga harus lucu,’’ jelas pria 66 tahun tersebut.

Ide materi dapat datang dari mana saja. Peristiwa yang sudah maupun sedang terjadi juga bisa menjadi materi yang lucu. Comengers juga harus pintar mengemas bahan yang lucu. Misalnya, Arlan menceritak­an pengalaman­nya bepergian ke Eropa. Petugas imigrasi di bandara bertanya kepada Arlan tentang seberapa banyak uang yang dibawanya. ’’Saya jawab one thousand (seribu, Red),’’ cerita Arlan.

Petugas mengira one thousand dalam dolar. Namun, ternyata Arlan hanya membawa seribu rupiah dalam kantongnya. Contoh candaancan­daan ringan itulah, menurut Arlan, yang mampu membuat pendengarn­ya tertawa.

Memang, cerita bisa terasa berbeda saat dibawakan dalam bahasa Inggris. Tantangan yang dihadapi Comengers lebih besar. Belum tentu semua penonton dapat mengerti arti cerita yang dibawakann­ya. Karena itulah, Comengers memiliki agenda open mike setiap bulan. Dalam gathering tersebut, setiap Comengers ditantang untuk tampil. Saat itu penontonny­a bebas. Dari anggota sendiri, orang umum, dan anggota komunitas lainnya.

Para penonton dapat memberikan masukan pada setiap penampilan Comengers. Dengan begitu, Comengers bisa belajar dan memperbaik­inya agar penampilan lebih lucu lagi. Open mike bersifat lebih privat. Mereka menggunaka­nnya sebagai latihan dan persiapan sebelum manggung. Dalam waktu dekat, mereka berencana show di Bali dan Malang.

Arlan menjelaska­n, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatik­an Comengers. Mereka adalah pemimpin di setiap penampilan masingmasi­ng. Karena itu, para Comengers harus mampu mengarahka­n perhatian penonton tertuju kepadanya. Caranya, pembawaan dan kemampuan storytelli­ng yang baik.

Berdasar pengamatan Arlan, penonton merasa bosan setelah 5–10 menit pertama. Waktu itu disebut masa kritis. Comengers memiliki peran penting dalam hal tersebut. Mereka harus mampu menarik perhatian penonton dengan memberikan lelucon. Sebab, keberhasil­an seorang Comengers dapat diukur dari respons penonton.

Arlan mengakui, kadang-kadang candaannya garing. Penonton tidak tertawa sama sekali, bahkan sibuk sendiri. Namun, dari pengalaman itulah Arlan dapat belajar. Materi apa dan cara pembawaan seperti apa yang disukai penonton. Dia berharap komunitas Comeng mampu memberikan inspirasi. Usianya memang masih mudah, tetapi komunitas tersebut punya mimpimimpi yang besar. (*/c14/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia