Data Kelurahan Tidak Beres
Pemkot Kerahkan Tim Survei Pamurbaya
SURABAYA – Pemkot akhirnya menerjunkan tim survei untuk memantau pelanggaran bangunan di lahan konservasi. Kemarin (22/2) tim tersebut datang ke Kelurahan Gunung Anyar Tambak. Hasilnya, ditemukan puluhan rumah yang berdiri di lahan konservasi.
Kasi Pengendalian Bangunan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKP CKTR) Dedy Purwito menjadi kepala tim pengecekan lapangan. Dia membentuk lima tim untuk mendata jumlah bangunan yang berdiri di tanah terlarang untuk bangunan itu.
Kunjungan tersebut membuat warga bertanya-tanya. Sebagian warga mengira kedatangan tim itu untuk menyurvei pemasangan pipa PDAM. Sebagian lagi sudah tahu bahwa tim bakal mendata rumahrumah yang dianggap bermasalah. ’’Kami datangi rumah warga satu per satu. Ada yang mau diajak bicara, ada yang tertutup,’’ kata Dedy.
Terjadi perbedaan pendapat mengenai batas wilayah konservasi antara warga, kelurahan, dan DPRKP CKTR. Ya, sejak ditetapkan sebagai kawasan konservasi pada 2007, kawasan pamurbaya tidak pernah diberi batas penanda. ’’Ada yang menganggap di sini, kelurahan menganggap di situ, padahal keduanya salah,’’ ujar Dedy.
Batas kawasan konservasi sebenarnya bisa dilihat di peta peruntukan tanah yang ada di website resmi DPRKP CKTR. Pada peta tersebut, seluruh pamurbaya berwarna hijau. Sedangkan daerah untuk permukiman diberi warna kuning. Namun, peta tersebut, tampaknya, tidak diketahui. Akibatnya, muncul berbagai versi mengenai batas kawasan lindung.
Pendataan berlangsung mulai pukul 10.00 hingga 12.30. Terdapat 99 rumah dan 1 masjid yang berdiri di kawasan konservasi. Jumlah tersebut bisa lebih banyak apabila lahan yang masih dibangun ikut dihitung. Namun, tim tidak menghitung bangunan yang progresnya masih sampai pada fondasi atau di bawah 30 persen pengerjaan.
Pembangunan itu terkesan dibiarkan sejak 2012. Lurah dan camat yang menjabat saat itu mengetahui adanya pembangunan, tetapi membiarkannya. Menurut mereka, tugas pengawasan bangunan ada di DPRKP CKTR.
Kabid Tata Bangunan DPRKP CKTR Lasidi membenarkan bahwa pengawasan memang berada di dinasnya. Namun, pihak kecamatan juga memiliki fungsi pengawasan. Hal itu diatur Perwali Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Sejumlah Otonomi Daerah ke Kecamatan. ’’Seharusnya kecamatan yang mengawasi,’’ terangnya.
Di bidang pengendalian, Lasidi hanya memiliki delapan staf. Mereka ditugasi mengawasi seluruh aktivitas pembangunan di Surabaya. Jelas tidak akan cukup. Karena itu, Lasidi meminta kecamatan dan kelurahan selalu berkoordinasi dengan DPRKP CKTR. ’’Terutama lurah. Mereka pasti tahu apa yang terjadi di wilayahnya. Kalau ada apa-apa langsung lapor kecamatan, kecamatan lapor ke kami,’’ kata Lasidi saat ditemui di ruang meeting point DPRKP CKTR. (sal/kik/c7/oni)