Jawa Pos

Berburu Hantu hingga Alien

Beragam komunitas bermuncula­n. Di antara sekian banyak itu, ada komunitas-komunitas unik yang bikin penasaran. Antara lain Ghost Photograph­y Community dan UFOnesia. Bagaimana sepak terjang mereka?

-

BERAWAL dari rasa bosan terhadap genre foto bertema modeling, sekelompok fotografer di Depok memilih untuk me- nekuni aktivitas antimainst­ream. Yakni, berburu foto makhluk halus

Tentu saja bukan hanya kamera yang dibutuhkan. Setiap anggota kelompok juga mesti memiliki nyali wani. ”Kami mencoba seni (memotret, Red) baru,” kata Mickey Oxcygentri, pendiri Ghost Photograph­y Community (GPC), di kampus Universita­s Singaperba­ngsa Karawang (Unsika) kemarin (25/2).

Komunitas fotografer pemburu objek tidak kasatmata itu berdiri sejak tiga tahun lalu. Saat ini ada 200 anggota yang eksis hunting foto hantu. Mereka tersebar di Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor. ”Sebenarnya banyak yang masuk, tapi langsung keluar karena mentalnya tidak kuat,” ujar Mickey.

Wajar saja banyak anggota GPC yang mundur. Sebab, kebanyakan kegiatan utama komunitas yang bermarkas di Depok, Jawa Barat, itu dilakukan di tempat-tempat angker dengan penerangan minim. Misalnya bangunan lawas yang tidak berpenghun­i. Aktivitas berburu makhluk astral pun lebih sering dilakukan malam. ”Takut itu sebenarnya hanya sugesti,” ujar dosen jurnalisti­k dan fotografi itu.

Hingga saat ini, sudah puluhan bahkan ratusan gambar sosok makhluk halus hasil jepretan anggota GPC. Beberapa foto menunjukka­n secara jelas sosok yang identik dengan penampakan hantu atau jin. Foto-foto itu sebelumnya melalui tahap analisis dan diskusi yang melibatkan para anggota GPC. ”Kalau tidak dianalisis, nanti dikira hanya bayangan,” tutur suami Anty Cahyani tersebut.

Bagi anggota GPC, hantu bukan makhluk menakutkan. Sosok tidak kasatmata itu justru dianggap sebagai objek foto menarik. GPC beranggapa­n bahwa makhluk gaib merupakan sosok yang sejatinya hidup berdamping­an dengan manusia. Namun, wujud visual mereka berada di bawah tingkatan sinar inframerah. Hantu merupakan radiasi spektrum elektromag­netik di tingkat terendah dari bagian inframerah.

Kenapa makhluk halus tidak terlihat mata manusia? Menurut GPC, indra penglihata­n manusia hanya dapat melihat gelombang di antara warna merah sampai ungu. Gelombang di bawah warna merah ( infrared) biasanya sudah tidak bisa dijangkau mata manusia. Begitu pula gelombang di atas ungu (ultraviole­t), indra peng li hatan manusia pada umumnya juga tidak mungkin mampu melihatnya.

Teori ilmiah tentang hantu itu digunakan oleh para anggota GPC sebagai acuan untuk memotret objek tidak kasatmata. Hanya, tidak selalu aktivitas hunting hantu membuahkan hasil gambar menarik. Sebab, terkadang saat mereka berburu, sosok makhluk halus bisa terlihat jelas oleh mata, tapi tidak terekam lensa kamera. ”Untuk meng- capture hantu butuh energi (fotografer, Red).”

Hunting hantu biasanya dilakukan sekali dalam seminggu. Umumnya, anggota sudah memiliki kepekaan sensor indra ketika berburu hantu. Tidak ada satu pun anggota yang menggunaka­n pendeteksi makhluk gaib, kemenyan, atau peranti lain untuk mengundang dan mendeteksi jin. ”Biasanya (untuk anggota baru, Red) 2–3 kali hunting sudah bisa peka,” imbuhnya.

Lantas, untuk apa hasil jepretan sosok hantu itu? Mickey mengatakan, foto-foto hantu pernah dipamerkan pada 2014 di sebuah kawasan pusat perbelanja­an di Jakarta. Selain itu, hasil riset mereka digunakan untuk kebutuhan penyusunan jurnal ilmiah tentang makhluk astral. ”Ke depan, kami ingin kembali bikin pameran (foto hantu, Red),” paparnya.

Komunitas unik lain datang dari sekumpulan anak muda pengamat UFO ( unidentifi­ed flying object) dan alien di Indonesia, UFOnesia. Jika sebagian besar orang masih sibuk berdebat soal kebenaran keberadaan UFO, para pemuda itu memilih untuk percaya. Bukan karena apa, melainkan karena sebagian besar pengalaman mereka.

Pengalaman Muhammad Irfan, pendiri UFOnesia, misalnya. Sama dengan kebanyakan orang, Irfan pada awalnya juga skeptis akan UFO dan alien. Hingga pada suatu hari, sekitar pukul 01.00 di minggu terakhir Desember 2005, Irfan mendapat pengalaman yang tak terlupakan.

Pria 29 tahun itu mendapat kesempatan melihat UFO jenis triangle black secara langsung. Saat itu, papar dia, langit sedang mendung kemerahan. Tak lama kemudian dia melihat secara samar-samar benda padat dengan lampu kerlip-kerlip bergerak turun, mendekati tanah. ”Kenapa saya yakin itu benda padat? Karena saat menembus awan kumulonimb­us, awan seperti terbelah dan bolong segi tiga, mengikuti benda yang menabrak,” tutur dia dengan antusias saat ditemui di kantornya, kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Jumat (24/2).

Dia pun yakin bahwa itu bukan sebuah helikopter. Sebab, pergerakan triangle black tersebut sangat stabil. Juga, tak ada suara bising yang menjadi ciri khas penerbanga­n helikopter atau pesawat. ”Setelah turun, ia kembali melintas ke atas,” jelasnya.

Dia mengatakan, tak ada orang lain yang menyaksika­n fenomena itu bersamanya. Namun, pada malam pergantian tahun , ada laporan bahwa ada yang melihat fenomena yang sama. ” Fix di situ saya langsung mikir saya lihat UFO. Tapi, ini memang terserah. Percaya atau tidak, itu terserah masing-masing orang.”

Pengetahua­n Irfan soal UFO dan alien itu seolah diuji saat ditemukan crop circle di Berbah, Sleman, dan Dusun Wanujoyo Kidul, Desa Srimartani, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, pada Januari 2011. Kemunculan crop circle itu sontak membuat geger. Spekulasi soal UFO dan alien pun langsung santer berembus.

Bersama satu rekannya, pria pencinta alam itu berangkat langsung ke lokasi. ”Di sana, temanteman UFOnesia sudah ada. Kami sempat melakukan penelitian selama seminggu,” ungkapnya.

Pengalaman itu tentu sangat mendebarka­n. Sebab, fenomena crop circle tidak biasa ditemukan. Bila ada pun, biasanya ditemukan di luar negeri dengan ladang gandum yang jadi sarananya. Tapi, kali ini beda. Crop circle yang ditemukan terbentuk di tengah sawah, pada tanaman padi warga. Tak tanggung-tanggung, ukuran crop circle sangat wah. Di Sleman diameter crop circle mencapai 70 meter, sedangkan di Bantul 30 meter.

Irfan dan rekan-rekannya yakin bahwa crop circle itu bukan buatan manusia. Ada beberapa data yang mendukung pendapat mereka. Pertama, kondisi rebahan batang padi dalam pola yang terbentuk. Batang hanya layu dan tidak ditemukan batang yang terpotong maupun tercabut. Selain itu, tak ditemukan jejak manusia. ”Kalau buatan maunusia, pasti ada yang tercabut di situ,” paparnya.

Fakta itu kemudian didukung dengan penelitian batang padi yang ada dalam crop circle tersebut. Menurut dia, setelah diuji di laboratori­um, ternyata ditemukan kadar nitrogen dalam batang padi hingga 400 persen bila dibandingk­an dengan batang padi di luar pola.

”Lalu, kami sempat membuat simulasi dengan pola sama, dengan skala lebih kecil. Aslinya, kan itu terbentuk sekitar 7–8 jam. Dengan waktu sama, mulai pukul 21.00–05.00, ternyata tidak cukup. Bahkan baru separo,” jelasnya.

Dari penelitian yang dilakukan hampir seminggu tersebut, Irfan dan rekan-rekannya juga mencoba untuk membaca pesan yang ditinggalk­an lewat pola yang terbentuk. Sayang, hingga saat ini pesan itu belum terpecahka­n secara keseluruha­n.

Fenomena di awal 2011 itu tentu diharapkan bukan yang terakhir. Mereka percaya, bila suatu lokasi pernah disambangi UFO, ke depan kesempatan tersebut semakin terbuka.

Di Indonesia, ada satu tempat yang dipercaya sebagai pintu gerbang kedatangan para makhluk luar angkasa tersebut. Yakni Bandung. Kesimpulan itu tentu tak serta-merta. Melainkan didasarkan pada data dan banyaknya pengalaman anggota yang sering kali berlokasi di Bandung.

Hal itu pula yang melatar belakangi penunjukan Bandung sebagai lokasi UFO hunting. Terakhir, kegiatan berburu UFO komunitas tersebut dila kukan pada 2014. Anggota UFO nesia berkumpul di Ban dung untuk mengamati gejala langit. ( tyo/ mia/ c11/ agm)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia