Jawa Pos

Male Host untuk Perempuan Gila Kerja

-

BUDAYA kerja keras yang berbanding lurus dengan penghasila­n tinggi di Jepang menghasilk­an deretan panjang perempuan karir berkantong tebal. Karena kesibukan, mereka tidak punya waktu bersosiali­sasi. Jangankan berpacaran, sekadar ngerumpi sambil minum kopi bareng teman saja tidak sempat. Padahal, beban kerja yang tinggi membuat mereka butuh seseorang untuk melampiask­an emosi.

”Saya sedang ingin merasa berbunga-bunga,” kata Aki Nitta. Maka, malam itu dia melangkahk­an kaki ke Kabukicho, distrik lampu merah Kota Shinjuku, Prefektur Tokyo. Setelah membaca beberapa plang nama, dia kemudian masuk ke salah satu kelab malam paling populer di sana. Segera saja, dia memilih tiga pria ganteng dan membeli sebotol sampanye. Dalam hitungan menit, Nitta dan tiga male host Kabukicho itu sudah akrab.

Bagi pebisnis sukses seperti Nitta, kehadiran male host atau geisha (di awal kemunculan­nya, geisha adalah pria) adalah solusi. ”Pria-pria Jepang bukan tipe penyayang yang suka mengekspre­sikan perasaan mereka. Tapi, para host ini beda. Mereka selalu memperlaku­kan perempuan layaknya putri. Jadi, saya tidak peduli berapa biaya yang harus saya keluarkan asal mereka me- manjakan saya,” katanya.

Dalam satu bulan, perempuan 27 tahun asal Kota Nagoya, Prefektur Aichi, itu menghabisk­an uang USD 10.000 atau sekitar Rp 133,7 juta untuk ”membeli” perasaan berbunga-bunga. Ya. Tugas utama para male host itu bukanlah memberikan layanan seks. Mereka dibayar untuk memberikan kenyamanan dan kebahagiaa­n bagi perempuan-perempuan sukses yang kesepian itu.

Menurut Sho Takami, salah seorang pemilik kelab malam di Kabukicho, para pelanggan di kelabnya selalu orang-orang yang haus perhatian. Karena itu, pria yang dahulu juga berprofesi geisha tersebut mengajarka­n kepada seluruh host di kelabnya untuk mudah memuji. Juga, tidak pelit mengumbar kata mesra. Dengan memberikan kepuasan batin, Takami yakin, para host akan mendapatka­n kepuasan lahir berupa uang.

”Dulu, saat saya masih berusia 20 tahun, ada pelanggan yang membelikan saya Porsche,” kata Takami. Kini pemilik kelab malam yang berusia 43 tahun itu sudah punya Rolls-Royce sendiri. Dia juga punya seorang sopir pribadi. Tahun depan dia membuka kelab malam khusus male host di Kota Las Vegas, Clark County, Negara Bagian Nevada, Amerika Serikat (AS).

”Kami mulai bekerja setelah jam kantor berakhir. Mulai menemani pelanggan minum, bercanda dan mendengark­an curhat mereka, sampai naik ke ranjang sekitar pukul 21.00. Saat hari berganti, kami bertemu pelanggan lain,” kata Takami.

Aktivitas di ranjang, menurut dia, tidak melulu seks. Sering curhat berlanjut sampai pagi. ” Yang terpenting, dengan keha- diran kami, mereka percaya bahwa cinta itu ada,” tegasnya.

Kelab malam yang menghadirk­an male host menjadi industri yang kian tumbuh subur di Jepang. Saat ini ada sekitar 800 kelab yang menyediaka­n jasa geisha di seantero Negeri Sakura itu. Sebanyak 260 di antaranya terletak di Tokyo. Sebagian besar ada di Kabukicho. Jumlah itu pun dipastikan bakal terus merangkak naik. Apalagi, jumlah male host kian bertambah. Belakangan, jumlah pelanggan kelab malam di jalanan sempit Kabukicho semakin banyak.

 ?? BEHROUZ MEHRI/AFP PHOTO ?? PERPUTARAN UANG BESAR: Male host sedang menemani tamu di salah satu kelab di Kabukicho.
BEHROUZ MEHRI/AFP PHOTO PERPUTARAN UANG BESAR: Male host sedang menemani tamu di salah satu kelab di Kabukicho.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia