RI Diyakini Kalahkan Freeport
Miliki Banyak Amunisi dalam Sidang Arbitrase
JAKARTA – Upaya PT Freeport Indonesia (PT FI) yang berniat mengajukan arbitrase tentang permasalahan perpanjangan kontrak karya (KK) menuai berbagai reaksi. Anggota Komisi VII DPR Satya Widya Yudha yakin pemerintah Indonesia akan memenangi gugatan arbitrase raksasa tambang asal AS tersebut.
Satya beranggapan, sudah terlalu banyak dosa yang dilakukan PT FI sepanjang beroperasi di tanah air. Itu bisa menjadi dasar bagi Indonesia untuk melakukan pembelaan. ”Sebetulnya banyak dosa yang dilakukan Freeport. Kalau sejak dulu pemerintah mau perkarakan sebetulnya sudah bisa,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (25/2).
Dia melanjutkan, posisi pemerintah Indonesia sebetulnya cukup kuat. Dari berbagai kasus arbitrase internasional, jarang sekali ada kekalahan dari pihak negara. Namun, memang ada biaya kompensasi yang harus dibayar meski telah memenangi perkara arbitrase.
Dalam pasal 23 ayat 2 mengenai KK, lanjut dia, telah secara jelas disebutkan bahwa pemegang KK harus menghormati peraturan perundang-undangan yang ada dan dari waktu ke waktu. Hal tersebut bisa menjadi modal kuat bagi pemerintah Indonesia untuk menghadapi ancaman PT FI. ”Kadang ada yang bilang bahwa hukum kontrak lebih tinggi daripada hukum publik, tapi tidak di kontrak ini. Sebab, ini bentuk kepatuhan dari pemegang KK kepada kedaulatan negara,” tegasnya.
Satya melanjutkan, PT FI juga tidak menjalankan kewajiban pelepasan saham (divestasi) sebesar 51 persen ke pemerintah pada 2011. Padahal, kewajiban tersebut ditetapkan dalam KK. Sampai saat ini saham PT FI yang dimiliki pemerintah hanya 9,36 persen. ”Divestasi harus selesai 51 persen pada 2011 tidak ada, kalau pemerintah mau memerkarakan, di forum arbitrase banyak juga dosa Freeport,’’ imbuhnya.
Belum cukup di situ. PT FI juga tidak memenuhi ketentuan dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Peraturan tersebut mewajibkan perusahaan tambang membangun fasilitas pemurnian (smelter). Namun, PT FI juga mangkir dari kewajiban tersebut.
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Fahmy Radhi menambahkan, harga saham Freeport-McMoran sepanjang Februari ini terus bergerak melemah menyusul ketidakjelasan perpanjangan KK. Fahmi memerinci, pada perdagangan pada Jumat (24/2), harga saham FreeportMcMoran mencapai titik terendah sejak perusahaan dinyatakan tidak bisa melakukan ekspor konsentrat pada 12 Januari 2017.
Fahmy mengamati, harga saham FreeportMcMoran pada 2014 sempat berada pada level USD 62 per saham. Namun, pada akhir Desember 2015, penurunan begitu tajam hingga ke titik USD 8,3 per saham. ”Salah satu penyebab turunnya harga saham Freeport adalah tidak adanya kepastian perpanjangan kontrak karya untuk PT FI dari pemerintah Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, lanjut dia, pada Oktober 2016 harga saham Freeport-McMoran mencatat rebound mencapai rata-rata USD 12,6 per saham. Menurut Fahmy, kenaikan tersebut merupakan imbas positif dari adanya surat jaminan dari Menteri ESDM kala itu, Sudirman Said, kepada FreeportMcMoran pada 2015. (dee/c10/agm)