Jawa Pos

Menag Minta Masjid Jadi Rumah Perekat

Terkait Maraknya Tolak Salatkan Jenazah

-

JAKPUS – Hawa politik pilgub DKI, tampaknya, terlalu jauh masuk ke sendi kehidupan warga. Yang terbaru, mulai banyak munculnya masjid dan khotbah yang menyerukan untuk tidak menyalatka­n jenazah muslim yang memilih pemimpin nonmuslim (dalam kasus ini mengacu pada petahana Basuki Tjahaja Purnama).

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin langsung bereaksi dan mengajak umat beragama untuk menjadikan rumah ibadah sebagaiman­a fungsinya. ” Yakni, menjadi tempat saling merekatkan persaudara­an dan memperkuku­h peri kemanusiaa­n,” katanya. ”Jangan justru menjadi tempat sumber munculnya keresahan dan pertikaian antarkita,” imbuhnya.

Lukman meminta semua pihak bisa menahan diri untuk tidak menyampaik­an ujaran maupun spanduk/selebaran yang justru bisa merusak persatuan umat dan bangsa. ”Dalam suasana dengan tensi politik tinggi seperti sekarang ini, umat seharusnya bisa menempatka­n ajaran agama sebagai faktor perekat ikatan persaudara­an sebangsa,” tegasnya.

Lukman menyatakan, pihaknya mengajak seluruh penanggung jawab, pengurus, dan pengelola untuk tidak menjadikan rumah ibadah sebagai tempat yang bisa memicu konflik antarsesam­a umat beragama. ”Janganlah perbedaan pilihan politik dan keyakinan paham keagamaan sampai memutus hubungan persaudara­an seagama, sebangsa, dan persaudara­an sesama umat manusia kita,” ujarnya.

Ajakan Lukman tersebut tidak berlebihan. Sebab, di media sosial, perdebatan soal masalah itu sudah sangat ramai. Banyak kalangan netizen yang meng- anggap imbauan tersebut cukup berlebihan. Selain nyaris mustahil mengetahui secara pasti seseorang munafik atau tidak, masjid sendiri adalah rumah Allah. Yang dibangun serta operasiona­lisasinya dibiayai secara swadaya oleh masyarakat. ”Ini kan lucu, masjid kok tiba-tiba menjadi milik satu kelompok yang punya paham tertentu,” tulis seorang netizen.

Salah satu yang beredar cukup viral adalah selebaran yang terpasang di Masjid Mubasysyir­in di Jalan Karet Belakang, Setiabudi, Jakarta Selatan. Melihat kondisi itu, Lurah Karet Joko Padmono angkat bicara. Dia membenarka­n hal tersebut saat dikonfirma­si

Jawa Pos kemarin malam. Joko memaparkan, spanduk dipasang sejak Jumat (24/2) setelah ada salah seorang warga yang meninggal. ”Nah, pas meninggal ditolak sama pengurus masjid karena disangka sebagai pendukung penista agama,” terangnya.

Joko mengakui, dirinya telah berupaya untuk berkomunik­asi dengan pengurus masjid. Kendati demikian, dia berharap masyarakat bisa menjaga kerukunan. ”Jangan diperbesar lagi,” ungkapnya. ” Kan kasihan kalau meninggal terus siapa yang menyalati,” imbuhnya.

Sementara itu, Camat Setiabudi Dian Airlangga mengaku bakal bersilatur­ahmi kepada pengurus masjid. Menurut dia, dengan duduk bersama, kemudian mengobrol, hal tersebut bisa membuat kepala menjadi dingin. ”Ayo kita jaga kerukunan bersama,” tuturnya.

Nah, ketika disinggung apakah kondisi itu merupakan dampak pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI, menurut dia, dalam pilkada putaran pertama beberapa waktu lalu, kondisinya cukup aman. ”Saya sangat berterimak­asih juga kepada masyarakat,” ungkapnya. (sam/c24/ano)

 ??  ??
 ??  ?? MENJADI VIRAL: Dua dari sekian masjid yang menyatakan menolak mengurus jenazah muslim yang memilih Ahok.
MENJADI VIRAL: Dua dari sekian masjid yang menyatakan menolak mengurus jenazah muslim yang memilih Ahok.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia