Sapi-Sapi Pembawa Gengsi
Karapan sapi terus diabadikan tradisi di Madura. Balapan itu bukan sekadar kesenian yang menjadi pesta rakyat. Ada pertaruhan gengsi bersama sapi-sapi yang dipacu menuju garis akhir. Itulah yang terekam dalam esai foto berikut ini.
MENTARI terasa terik Sabtu siang (18/2) itu. Namun, panas tak menyurutkan semangat warga Madura dan beberapa daerah lain. Mereka tetap berbondongbondong menyaksikan adu balap sapi di lapangan Banyubunih, Kecamatan, Galis, Bangkalan.
Sebanyak 44 pasang peserta siap beradu cepat. Beradu gengsi. Mereka datang dari beberapa daerah di Pulau Garam tersebut. Satu demi satu, truk-truk pengangkut sapi tiba. Perlahan, sapi andalan beserta perlengkapan karapan turun diiringi dengan tatapan para penonton yang mencuri-curi pandang.
Di antara perlengkapan tersebut, ada nanggala atau salaga. Itu adalah sebentuk kayu yang menjadi tempat berdiri joki yang juga digunakan untuk mengendalikan arah sapi. Sejumlah jejamuan atau ramuan khas Madura disiapkan agar sapi kian kukuh dan kuat. Agar binatang ternak itu makin laju mengejar kemenangan.
Dalam perkembangannya, tradisi karapan sapi tersebut juga melahirkan joki-joki cilik. Merekalah yang berseru-seru lantang di lintasan sambil mengendalikan sapi menuju garis finis.
Salah seorang joki tradisi yang dipercaya diturunkan Pangeran Katandur itu adalah Rizal Wijaya. Usianya baru 12 tahun. Dia membalap sejak usia 7 tahun. Bersama rekannya, Dullah, yang juga masih duduk di bangku SD di Tanah Merah, Bangkalan, Rizal sudah malang melintang dari satu balapan ke balapan lainnya. Selain itu, masih banyak joki senior yang tetap memberikan semangat kepada generasi berikutnya.
Dalam karapan, sapi-sapi datang dalam keadaan nyalang. Tak heran, di beberapa tempat, masih ada tradisi kekerasan yang mewarnai tiap karapan. Misalnya, sapi yang dipukul dengan kayu berpaku sehingga bagian bokongnya penuh darah bercucuran. Bagian mata sapi diberi balsam agar sapi terlihat marah dan liar saat melaju.
Selain itu, sebentuk sisi gelap masih mewarnai tradisi tersebut. Baik secara tersembunyi maupun terang-terangan, perjudian juga masih muncul. Pertaruhan besar dilakukan demi sapi yang diidolakan.
Memang, karapan punya banyak wajah. Sebab, yang terjadi sejatinya adalah balapan geng si antar pemilik sapi. Apalagi saat mereka berlomba dalam Piala Gubernur yang ajangnya begitu bergengsi. Ajang yang sangat dinantikan warga Madura. Ajang yang turut melestarikan tradisi dari satu generasi ke generasi lainnya. (Dipta Wahyu/c16/dos)