Jawa Pos

Saatnya Beri Edukasi

Antisipasi penyebaran berita hoax (informasi palsu) di kalangan pelajar belum ditanggapi serius oleh sekolah. Mayoritas sekolah saat ini hanya mengontrol aktivitas siswa agar tidak membuka situs porno dengan membekali jaringan internet sehat. Soal berita

-

” PEMBELAJAR­AN khusus mengenai tip menjaring informasi palsu hingga kini belum kami lakukan. Tapi, untuk pembekalan internet sehat, kami lakukan sejak lama.” Pengakuan itu meluncur dari Waka Kurikulum SMAN 9 Fitria Indahwati kepada Jawa Pos Jumat ( 17/ 1)

Gelombang pertama untuk anak PAUD. Sedangkan gelombang kedua khusus anak setingkat SD.

Selain aktivitas mengaji, ruangan persegi panjang tersebut menjadi pusat kegiatan Lentera Harapan. Mulai les, baca buku gratis, hingga belajar membuat kerajinan. Semuanya dilakukan di ruangan yang dibangun pada pertengaha­n Agustus 2016.

Ruang sederhana berisi ratusan buku tersebut hasil jerih payah Lentara Harapan. Bersama warga binaan, mereka berhasil membangun ruang itu dari hasil keuntungan bazar yang diikuti setiap Ramadan. ”Terkumpul Rp 13 juta dan kami buat ruang ini,” tutur Santi sambil menepuk tembok ruang.

Santi mengisahka­n, pendirian komunitas Lentera Harapan berawal dari keprihatin­an. Mereka prihatin melihat anak-anak di wilayah Putat Jaya Gang II yang hidup di tengah keterbatas­an ekonomi. Mayoritas orang tua mereka bekerja serabutan. Mulai mengamen, berjualan makanan, hingga penunggu wisma. Kondisi serba kekurangan itu membuat banyak anak kurang mendapat perhatian orang tua. Terutama di bidang pendidikan.

Sejak 2007, seluruh anggota Lentera Harapan sepakat untuk bergerak. Setiap minggu, komunitas yang digawangi mahasiswa dari berbagai kampus tersebut mengadakan bimbingan belajar. Lokasinya di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kawan Kami milik Kartono. Lokasinya juga di Putat Jaya Gang II.

Meski tak dipungut biaya, tidak berarti peserta langsung membeludak. Kali pertama kegiatan dimulai, jumlah anak yang semangat mengikuti bimbel sangat minim. Mereka lebih memilih bermain. Maklum, bimbingan tersebut dilakukan pada Minggu. Para mahasiswa akhirnya menerapkan strategi jemput bola. Mereka mendatangi siswa satu per satu untuk diajak les.

Untuk menarik minat, anak-anak tak hanya diajari materi pelajaran. Lentera Harapan juga mengajak mereka mengasah kreativita­s. Misalnya, ada kelas sains, kelas prakarya, dan seni musik. Trik belajar sambil mengasah keterampil­an itu ternyata jitu. Anak-anak mulai berdatanga­n. Mereka akhirnya mengikuti berbagai kegiatan yang diselengga­rakan Lentera Harapan.

Keberhasil­an tersebut tak membuat komunitas Lentera Harapan merasa puas. Masih di kawasan yang sama, pada 2011 Lentera Harapan kembali membuka bimbingan belajar gratis di Dukuh Kupang Barat Gang Buntu. Tak jauh dari Putat Jaya Gang II.

Kala itu tempat pembelajar­an masih terbatas. Anak- anak dikumpulka­n di lantai dasar sebuah rumah. Jika lokasi tak cukup, mereka terpaksa belajar di atas kuburan Putat Gede yang lokasinya tepat di depan gang rumah. ”Jadi, kami belajar di atas nisan kuburan. Sebenarnya ndak sopan juga sih. Tapi, mau bagaimana lagi,” ujarnya, lantas tertawa berderai.

Setelah berhasil membangun ruangan belajar permanen, Lentera Harapan mulai mengembang­kan program. Setelah mengurusi masalah anak, kini mereka menyasar para orang tua. Salah satunya dengan membuka program parenting education selama dua bulan sekali. ”Kami punya alasan tersendiri mengapa program ini diberikan,” tutur Santi. Banyak anak di Putat Jaya yang memiliki pikiran jauh di atas usianya. Beberapa kali Santi pernah memergoki perilaku anak yang menyimpang. Mereka mendekati siswa lawan jenis. Bahkan, ada anak berusia sekitar tujuh tahun yang mengaku telah tidur dengan teman lawan jenis dan berpelukan. ”Tadi aku habis tiduran sama si anu. Enak Mbak, gulung-gulung,” tuturnya menirukan nada polos si bocah.

Meski miris, Santi mengungkap­kan, kondisi tersebut terjadi karena keadaan yang mendukung. Mayoritas keluarga yang tinggal di gang makam memiliki rumah yang jauh dari kata ideal. Mereka hanya memiliki satu atau dua ruang di dalam rumah. Bahkan, ada keluarga yang memiliki tiga anak, tapi hanya punya satu ruang. ”Otomatis, jika orang tua berhubunga­n badan, sang anak bisa melihat,” terang alumnus Jurusan Akuntansi Universita­s Airlangga (Unair) itu.

Cara mendidik anak yang baik juga diajarkan dalam seminar parenting itu. Di antaranya, mengajak orang tua untuk tak terbiasa membentak dan main fisik pada anak setiap memerintah. ”Setiap seminar parenting ini, kami bekerja sama dengan puskesmas dan psikolog untuk memberikan materi,” terangnya.

Bukan sekadar ceramah, sejak Oktober 2016, Lentera Harapan membikin kegiatan pemberdaya­an ekonomi. Mereka mengajak para ibu mempercant­ik kerajinan tas dengan menggunaka­n tisu eropa. Para ibu diajari menyulap tas polos menjadi aneka warna dan memiliki harga jual tinggi. Untuk mendekatka­n komunitas dengan para warga, setiap dua pekan sekali Lentera Harapan membuka warung gratis. Warung dibuka setiap Jumat. Warung itu berisi penganan siap santap. Misalnya, aneka gorengan dan minuman. ”Biasanya di warung banyak bapak-bapak yang datang,” jelasnya.

Untuk membuat serangkaia­n kegiatan tersebut, Lentera Harapan tak bergerak sendiri. Mereka bekerja sama dengan berbagai pihak. Misalnya, Indonesian Humanitari­an and Social Aid Network (Ihsan) Fondation dan Yayasan Broker Sedekah. ”Maklum, mayoritas dari kami adalah mahasiswa. Kami punya tenaga dan pikiran. Namun, untuk dana, kami harus bekerja sama dengan berbagai pihak,” terang anggota Lentera Harapan Irsyad Ramdan.

Selain mengganden­g swasta, Lentera Harapan bekerja sama dengan pemerintah daerah. Bersama Pemprov Jawa Timur, Lentera Harapan akan membangun rumah baca baru di wilayah Mulyorejo. ”Kami akan terus kembangkan program ini supaya menjadi gerakan masif untuk menciptaka­n pendidikan yang layak bagi warga Surabaya,” jelasnya. (*/c10/oni)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia