Antara Korban dan Pelaku
SURABAYA – Pengguna media sosial kerap dibuat geram dengan menyebarnya berita-berita yang tidak jelas asal usulnya. Di balik membeludaknya situs yang memuat berita hoax, ada pengguna media sosial yang terkena imbasnya.
Tidak jarang, berita hoax membidik para aktris dan tokoh-tokoh penting untuk menimbulkan kemelut dan adu domba. Beberapa pengguna media sosial seperti presenter Sandra Olga dan business motivator Yovita Lesmana pun tidak luput dari booming- nya berita hoax.
Saat ditemui beberapa waktu lalu di Supermal Pakuwon Indah, Sandra mengatakan pernah menjadi ’’korban’’ sekaligus ’’pelaku’’. Beberapa tahun lalu Sandra mendapat fitnah melalui broadcast di Twitter.
Pesan berantai tersebut menyatakan bahwa Sandra melakukan penipuan. ’’ Broadcast itu dilengkapi data berupa capture percakapan via BBM ( BlackBerry Messenger, Red) yang seakan sangat real. Plus foto-foto saya yang diambil dari akun media sosial,’’ ungkapnya. Kemudian, Sandra langsung mengonfirmasi pesan tersebut melalui akun Twitter pribadinya.
Sampai ditemui pada Jumat lalu (13/1) Sandra tidak mengetahui siapa penyebar isu tersebut. Kabar burung itu pun lambat laun menghilang dengan sendirinya. ’’Mungkin orang yang membuat merasa tersaingi oleh saya. Saya nggak tahu,’’ tambahnya.
Perempuan kelahiran Berlin, 10 Aril 1990, itu merupakan pengguna media sosial yang aktif. Hampir setiap menit dia mengecek setidaknya dua media sosial yang dimiliki. ’’Sekarang aku paling sering main Snapgram yang ada di Instagram. Karena lebih praktis dan hanya tersimpan selama 24 jam di Instagram,’’ ujarnya.
Instagram presenter salah satu TV swasta tersebut memiliki lebih dari 90 ribu followers dan 1.289 posts foto. Dalam sekali posting foto, Sandra bisa mendapatkan ratusan like serta berbagai tanggapan di kolom komentar. Hal itu menunjukkan banyaknya orang yang melihat dan menyimak apa pun yang diunggah.
Sebagai pengguna media sosial, Sandra pun pernah kecolongan. Secara tidak sengaja dia ikut me- repost berita hoax. Misalnya, posting- annya pada 31 Desember, Sandra mengucapkan selamat kepada presiden Joko Widodo sebagai pemimpin terbaik se-Asia-Australia.
Ungkapan yang ditulis pada caption itu disandingkan dengan fotonya bersama sang presiden. Menurut dia, Sandra mengutip informasi tersebut dari salah satu akun milik media massa ternama. ”Aku ngutip via CNN. Aku pikir tentu hal itu tepercaya lah ya,’’ katanya.
Hasil cuap Sandra itu pun mendapat berbagai respons. Beberapa orang memprotes Sandra yang menyebarkan hoax. ’’Banyak follower- ku yang komplain. Lalu, ada temanku yang DM ( direct message, Red). Temanku kasih link yang memuat berita aslinya. Duh! Malu!’’ paparnya.
Meski begitu, Sandra tidak trauma. ’’Kalau ada berita baik, apalagi tentang negara kita, siapa yang nggak kebelet nge-share. Kan bangga,’’ ucapnya, lalu tertawa. Sikap ingin menjadi yang ter- update memang bak ’’kompetisi’’ tersendiri di dunia maya tersebut. ’’Sekarang main aman aja. Upload- nya yang lucu-lucuan misal meme atau quote motivasi,’’ paparnya.
Hal tersebut bisa dibilang sebagai cara Sandra untuk ngemong followers- nya. ’’Siapa yang nggak bosen kalau yang dilihat iklan terus. Perlu dong ada hal-hal yang informatif di Instagram- ku,’’ katanya. Untuk menghindari berita hoax, Sandra berupaya mencari sumber yang lebih tepercaya. ’’Kalau ada update isu, aku akan cari kebenaran melalui web resmi media massa ternama. Dan mencari koran,’’ tuturnya.
Sementara itu, cerita lain datang dari Yovita Lesmana. Motivator sekaligus entrepreneur itu menuturkan tidak ambil pusing dengan beredarnya berita hoax di media sosial. Bagi dia, media sosial adalah gaya hidup. Yovita memiliki 50 ribu pengikut di Instagram miliknya. Yovita juga mengelola bisnisnya melalui Instagram. ’’Berseluncur di media sosial itu from hobby to money,’’ tegasnya.
Sebanyak apa pun hoax yang beredar di media sosial, menurut dia, dampak positif tentu selalu ada. ’’Sebagai pengonsumsi sekaligus orang yang memberikan informasi, pengguna media sosial harus bijak memilih,’’ ungkapnya.
Sebagai pengguna media sosial, sebaiknya tidak sembarangan mengunggah atau mem- posting berita yang sumbernya tidak jelas. ’’Sebagai orang dengan inteligensia tidak di bawah rata-rata, harusnya jangan terlalu mudah kepancing untuk repost berita. Apalagi yang berbau isu sensitif seperti SARA,’’ jelasnya. (Asa Wisesa/c15/dos)