Tangkal Hoax dengan Tim Cyber Patrol
KEPOLISIAN adalah salah satu pihak yang dipusingkan dengan
hoax. Beberapa laporan yang masuk diawali dari pemberitaan
hoax. Misalnya, kasus yang menimpa Philips Joeng. Dia melapor kepada Ditreskrimsus Polda Jatim pada 31 Januari lalu karena diincar salah satu LSM. ”Mereka kecewa dengan posting akun Facebook atas nama Philips,” ujar Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera. Dia melapor kepada unit cyber
crime bahwa dirinya bukanlah orang yang mem- posting berita tentang Habib Rizieq dan Firza Husein. Sebelumnya, di media sosial, beredar berita bahwa akun Facebook milik Philips menyebarkan berita miring tentang imam besar Front Pembela Islam (FPI) itu. ”Dia sebagai pemilik akun merasa sangat dirugikan,” lanjut pria asal Kalimantan Timur tersebut.
Sebab, setelah akun itu memposting berita soal Rizieq dan Firza, dia dicari-cari sekelompok orang. Bahkan, dia mengaku mendapatkan teror dari orang yang tidak dikenal. Padahal, pria 33 tahun tersebut mengaku bahwa akunnya telah dibajak orang lain. ”Dia ingin memberi tahu polisi bahwa dirinya tidak melakukan hal itu,” tutur lulusan Akpol 1992 tersebut.
Dari akun milik Philips, polisi akan melakukan tracking pengguna. Ternyata benar, ada seseorang yang membuat akun yang sama dengan akun milik Philips. Foto dan alamatnya persis dengan milik Philips. Sampai saat ini, pihaknya belum bisa mengungkap siapa dalang di balik pembuat akun palsu dan penyebar kebencian itu.
Belajar dari pengalaman tersebut, kepolisian bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi sebagai regulator untuk melakukan pengontrolan. Situs-situs atau akun media sosial yang dianggap menyesatkan akan diblokir.
Khusus website, hingga saat ini, lebih dari 43.000 situs yang mengeluarkan tulisan bohong telah diblokir. ”Mereka dianggap berpotensi mengganggu keamanan nasional dan kebinekaan kita,” terang perwira dengan tiga melati di pundak tersebut.
Karena itu, Polda Jatim dan seluruh polres jajaran saat ini membentuk tim cyber patrol. Tugasnya adalah melakukan patroli di dunia maya. Di media sosial, ada empat media sosial yang terus dipantau. Yaitu, Facebook, Instagram, Path, dan Twitter. ”Empat media itu selama ini paling gaduh,” jelasnya.
Selain itu, ada media internal berupa website. Fungsinya adalah menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mengakses informasi/berita. Berita-berita yang dimuat adalah berita tandingan yang lebih tepercaya. ”Kami ingin menandingi media-media yang selama ini belum terverifikasi dewan pers. Sebab, mereka sering ngawur,” tegasnya.
Selain itu, dia berharap masyarakat lebih aktif menangkap kejang g alankejang galanya n gada. Ketika ada berita yang dianggap meresahkan, segera laporkan kepada polisi. Jangan sampai ikut berkonflik di dunia maya. Apalagi sampai menyebarkan berita yang tidak valid. ”Siapapun pembuat dan penyebar berita hoax punya kemungkinan untuk jadi tersangka,” tandasnya. (Fajrin Marhaendra/c16/dos)