Hargai Setiap Usul Siswa
Guru harus mendukung siswa. Begitulah prinsip yang dipegang Paulina Soesri Handajani. Dia membebaskan siswa SMAK St Louis 1 Surabaya dari berbagai persoalan dengan berekspresi lewat seni.
MURAL aneka warna memenuhi dinding timur lapangan basket SMAK St Louis 1. Mural sepanjang 20 meter tersebut bertema cinta lingkungan dan mengajak pengamatnya untuk hemat energi. ”Mural ini seluruhnya merupakan karya siswa kami,” tutur Paulina Soesri Handajani, guru seni rupa SMAK St Louis 1, kepada Jawa Pos kemarin (25/2).
Mural tersebut juga melekat di setiap tiang kantin dan area parkir sekolah. Tema mural di setiap lokasi berbedabeda. Mulai tema abstrak hingga se ma ngat persatuan, Bhinneka Tunggal Ika.
Soesri mengatakan, ide mengecat tembok di area sekolah dengan berbagai gambar itu berawal dari lomba menggambar. Waktu itu ada salah seorang murid yang gambarnya lolos seleksi lomba tingkat nasional. Potensi tersebut lantas diterjemahkan Soesri dan beberapa guru dalam bentuk lomba serupa di tingkat sekolah. ”Saat itu ada salah seorang siswa usul untuk membuat lomba mural. Usul tersebut saya sampaikan kepada guru. Mereka sepakat,” tutur perempuan 49 tahun itu.
Selain mural, beberapa dinding sekolah juga dihiasi berbagai lukisan berpigura. ”Setiap seni adalah hasil dari ekspresi si pembuatnya. Dengan memajang sebuah seni di ruang publik, maka kita termasuk orang yang menghargai ekspresi tersebut,” bebernya. Ya, Soesri memang berbeda dari guru lain. Ibu satu putra itu mempunyai metode tersendiri dalam mengajarkan seni rupa. Di berprinsip, ketika seorang guru sudah mengajarkan teknik dasar seni, tugas siswa adalah mengem bangkan potensi diri.
Dia mencontohkan materi proyeksi dan perspektif dalam pelajaran seni rupa kelas XII. Setelah Soesri menjelaskan ukuran dan titik mata, siswa dibebaskan untuk membuat sebuah gambar. ”Memang hasilnya ada yang ndak jelas. Tapi, dari sini, kreativitas akan muncul,” tuturnya.
Kreativitas itu penting untuk ditumbuhkan agar setiap siswa memiliki perspektif yang luas mengenai seni. Khususnya mengenai tema proyeksi dan perspektif yang sangat dibutuhkan saat siswa menempuh studi arsitektur di perguruan tinggi.
Kenyamanan saat jam belajar seni dia rupakan dengan memperdengarkan musik melalui sound system kelas. Genre musiknya bebas. Bahkan, murid bisa memilih dan request. ”Pokoknya musiknya ndak jeduk-jeduk, saya oke saja,” ucapnya.
Kebebasan dan kenyamanan saat belajar tersebut memang menjadi cita-citanya sejak muda. Saat lulus dari sekolah pendidikan guru (SPG) pada 1986, Soesri ingin menjadi guru yang tak ” menakutkan” bagi siswa. Dia lantas masuk Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Semarang (Unnes). ”Selain hobi, seni saya ambil karena pelajaran ini merupakan salah satu pelajaran yang tak ditakuti siswa dan menyenangkan,” jelasnya.
Kebebasan dan kenyamanan dia terapkan pada kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Sebagai koordinator ekstrakurikuler sekolah, Soesri selalu terbuka untuk menampung usul siswa. ”Kalau siswa yang usul bisa mengumpulkan sekitar 20 anak untuk ikut ekstrakurikuler baru, maka kami akan adakan kegiatan itu,” katanya. Saat ini, lanjut dia, di SMAK St Louis 1 berlangsung 40 jenis kegiatan ekstrakurikuler. Beberapa di antaranya tak dijumpai di sekolah lain. (elo/c11/nda)