Terpaksa Utang Koperasi untuk Beli Kaki Palsu
Janji pemerintah Arab Saudi untuk menyantuni puluhan korban runtuhan Masjidilharam pada 11 September 2015 tak kunjung dituntaskan. Setelah hampir dua tahun berlalu, Zulfitri Zaini, 58, masih menanti kabar baik itu, apalagi menjelang lawatan raja Saudi ke
crane
ZULFITRI Zaini, warga Jorong Sungai Rotan, Nagari Cupak, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar), kehilangan kaki kanan setelah tertimpa pecahan besi dari runtuhnya crane di Makkah pada 2015. Kaki itu hancur. Kini untuk beraktivitas sehari-hari di dalam rumah, dia terpaksa menggunakan kursi roda.
”Untuk pergi ke luar rumah, saya pakai tongkat,” kata Zulfitri saat memulai perbincangan dengan Padang Ekspres ( Jawa Pos Group) di kediamannya kemarin siang (26/2).
Raut kerisauan masih bergelayut di wajah guru matematika yang akan pensiun pada 2018 itu. Namun, ketabahannya mengikis semua kesedihan. Hampir semua tuturannya tanpa kekecewaan, kecuali soal janji santunan pe- merintah Arab Saudi yang telah menyebar ke seluruh pelosok negeri.
Ibu satu anak itu mengisahkan, tragedi nahas yang menimpanya ketika menunaikan ibadah haji dua tahun lalu tersebut di luar dugaan. Bahkan, tak sedikit pun Zulfitri berfirasat akan kehilangan kaki kanan. Namun, takdir berkata lain. Insiden 11 September 2015 itu menjadi duka mendalam yang harus dia terima dengan lapang dada.
Kala itu Buk Pit –sapaan akrabnya– berzikir setelah menunaikan salat Asar di Masjidilharam. Sekitar pukul 16.30 waktu setempat, terdengar bunyi yang cukup keras. Seketika itu dia terperanjat, tapi tidak bisa melarikan diri karena banyaknya jamaah yang masih beribadah di dalam kawasan masjid. ”Saya salat di lantai 3. Sedangkan crane yang roboh itu berada di lantai 2,” terangnya.
Namun, entah karena tertiup angin, besi-besi crane beterbangan ke mana-mana, termasuk ke lantai 3. Jamaah langsung berhamburan. Puing-puing besi yang terbang dari berbagai penjuru itulah yang akhirnya menimpa para korban, termasuk Buk Pit.
”Saya tidak tahu persis bagaimana keadaan kaki kanan saya saat itu. Yang jelas, malam harinya kaki saya diamputasi,” terang guru yang telah mengabdi 22 tahun di SMPN 1 Gunungtalang tersebut.
Zulfitri tidak menyangka bahwa kedatangannya ke Makkah untuk beribadah dan menunaikan rukun Islam kelima harus ditebus dengan satu kaki. ”Baru 20 hari di Makkah, kaki saya putus. Tapi, alhamdulillah, saya masih bisa kembali ke kampung halaman walaupun dengan satu kaki,” kenangnya.
Sesampai di tanah air, tepatnya 2 Oktober 2015, Zulfitri mengupayakan pengobatan kakinya yang sampai hari ini belum pulih total. Bahkan, sesekali luka amputasinya masih mengeluarkan darah. ”Luarnya sudah kering, di dalam belum sepenuhnya,” terang perempuan yang telah ditinggal mati suaminya itu.
Awal 2016, Zulfitri membeli kaki palsu seharga Rp 28,5 juta di Bukittinggi dengan uang pribadi. ”Tiga puluh bulan lamanya saya utang koperasi untuk beli kaki palsu ini dengan angsuran Rp 1,3 juta per bulan. Uang pribadi, saya tidak punya,” terang Zulfitri sambil memperlihatkan kaki palsu yang jarang digunakan itu. ”Kaki palsu masih jarang saya gunakan, sebab masih ngilu. Menurut dokter, saya akan efektif memakai sepatu ini setelah dua tahun ke depan atau saat rasa ngilu di kaki sudah hilang total,” katanya.
Sampai hari ini, Zulfitri masih rutin berobat. Terutama untuk menghilangkan rasa ngilu di bekas amputasinya itu. ”Saya pakai BPJS iya. Tapi, tidak semua obat ditanggung. Untuk beli obat luar saja, saya harus merogoh kocek Rp 900 ribu, yang isinya cuma tiga butir. Itu yang bagus untuk pengeringan luka dan menghilangkan rasa ngilu,” papar Zulfitri, yang tidak mengetahui total uang yang sudah dihabiskan untuk biaya pengobatan tersebut. Hingga detik ini Zulfitri tetap berharap janji santunan sebesar Rp 3,8 miliar dari pemerintah Arab Saudi yang telah diumumkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia tersebut.
Ditambahkan, Pemerintah Kabupaten Solok juga belum pernah memberikan bantuan ataupun perhatian terhadap korban insiden crane Makkah tersebut. ”Kemenag pernah sekali membesuk, saat baru pulang,” tutur Zulfitri.
Atas insiden itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang juga mengingatkan raja Saudi terhadap janjinya dan meminta Presiden Jokowi mendesak Raja Salman untuk segera menepati janji terhadap korban-korban kecelakaan crane. ”Nasib korban crane sekarang bergantung pada kegigihan pemerintah Indonesia untuk mendesak pemerintahan Arab Saudi,” terang Direktur LBH Padang Era Purnama Sari.
Era menyebutkan, setidaknya ada 33 jamaah Indonesia yang menjadi korban robohnya crane di Masjidilharam. (rch/c11/ami)