Masih Remaja, Vonis Mati Jadi Lima Tahun
JAKARTA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) berhasil mendampingi anak di bawah umur bernama Yusman Telaumbanua yang telah divonis mati. Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengubah hukuman mati itu menjadi lima tahun.
Koordinator KontraS Yati Andriyani mengungkapkan, sejak awal, proses peradilan terhadap Yusman tidak tepat. Dia dipaksa mengaku sudah berusia 18 tahun saat diduga terlibat kasus pembunuhan di Nias pada 2012. Padahal, saat itu Yusman yang kelahiran 1996 masih berusia 16 tahun.
”Bahkan, pengacara yang semestinya membela malah meminta Yusman dihukum mati. Tuntutan jaksa penuntut umum sebenarnya hanya seumur hidup,” ujar Yati kemarin (26/2).
KontraS tahu kasus tersebut setelah Yusman dipindah ke Lapas Batu Nusakambangan. Mereka pun memutuskan menjadi pengacara Yusman dan mengajukan peninjauan kembali ke MA. Bukti yang diajukan adalah hasil analisis forensik radiologi gigi Yusman yang didapatkan dari Universitas Padjadjaran (Unpad).
Analisis tersebut membuktikan bahwa usia Yusman saat tes pada 2015 itu 18 tahun. Jadi, saat peristiwa pembunuhan terjadi, usia Yusman diperkirakan masih 16 tahun atau di bawah umur berdasar ketentuan undang-undang. ”Kami pakai tes gigi dan tes tulang tangan juga. Hasilnya, usianya saat tes 18 tahun,” ujar drg Fahmi Oscandar, ahli forensik kedokteran gigi Unpad. Dia pun dimintai keterangan oleh hakim yang memeriksa peninjauan kembali.
Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik KontraS Putri Kanesia menambahkan, saat ini Yusman sudah menjalani hukuman 4 tahun 6 bulan. Jadi, tinggal 6 bulan lagi. Mereka pun berharap Yusman bisa mendapatkan remisi pada Hari Kemerdekaan. ”Kami sebenarnya berharap dia bisa bebas. Sebab, sejak awal peradilan yang dijalankan bukan peradilan anak,” ujar dia. Meski putusan PK dari MA telah keluar pada 31 Januari, KontraS baru menerima informasi tersebut sepekan lalu.
Kasus yang menimpa Yusman itu semestinya bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk aparat penegak hukum. Mulai polisi, jaksa, pengacara, hingga pengadilan untuk lebih prosedural dalam menjalankan proses hukum. (jun/c10/oki)