Menumbuhkan Budaya Kritik dalam Sinema
Nggak salah jika Surabaya dilabeli sebagai Kota Pahlawan. Sebab, semangat militan arek-arek Suroboyo dalam melakukan pergerakan emang nggak mudah dipatahkan. Misalnya, yang dilakukan komunitas pemuja sinema bernama Sinema Intensif ini. ’’Sinema Intensif adalah gabungan Komunitas Penonton dengan komunitas lain,’’ kata Wimar Herdanto, founder Sinema Intensif. Wimar menjelaskan, Komunitas Penonton lebih berkonsenterasi terhadap produksi film dan penggodokan ide. Sinema Intensif menjadi wadah untuk literasi, skrining, diskusi, hingga kuratorial dari sebuah karya sinema. Meski masih belia, wajah anggota komunitas itu nggak asing di dunia film independen. ’’Kami mengawali komunitas ini dari sebuah mes mahasiswa Bontang milik teman,’’ papar MENONTON sinema di bioskop emang suatu kenyamanan absolut. Sayangnya, kenyamanan itu nggak akan bisa menggantikan serunya diskusi hingga kurasi jika kamu mengikuti klub sinema. Klub sinema adalah komunitas bagi cinemaphile yang gandrung karya film dan suka berdiskusi. Di dalam klub sinema, film dinilai secara semiotika hingga sejarahnya. Di Indonesia, ada loh beberapa klub sinema yang bisa kamu ikuti. (rno/c14/als) Yogi Ishabib, salah seorang founder. Awalnya, pemutaran film dilihat 5–6 orang aja. Lama-kelamaan, animo masyarakat Surabaya tampak tinggi. ’’Hal ini dibuktikan waktu Festival Kecil. Pada sesi pemutaran film Prenjak, ada sangat banyak penonton hingga kami adakan dua sesi khusus,’’ ungkap Yogi. Selain rutin mengadakan skrining film, komunitas itu memiliki hajatan besar bertajuk Festival Kecil. Festival tersebut berlangsung setiap Agustus. Pada edisi pertama, perhelatan itu berhasil mendapatkan atensi yang cukup tinggi. ’’Kami tidak pernah mendaku Surabaya sebagai Kota Film. Tapi, atensi yang didapat pada festival pertama kami cukup tinggi,’’ ujar Yogi. ’’Peserta datang dari seluruh Indonesia. Yang submit ( film, Red) mencapai 230 film,’’ terangnya. Di tengah hiruk pikuk kota metropolis Jakarta, Forum Lenteng hadir mengadili ketimpangan sosial melalui karya-karya yang mereka hasilkan. Forum Sinema adalah anak Forum Lenteng yang terkenal vokal mengkritisi dunia. Mereka menyuarakan kritik melalui diskusidiskusi tentang suatu karya sinema. ’’Forum Sinema ini digagas Forum Lenteng sebagai ruang pemutaran film alternatif untuk produksi pengetahuan suara sinema dunia kepada publik,’’ jelas Rambo Rachmadi, anggota Forum Sinema. Komunitas itu rutin memutarkan film di Gudang Sarinah, Jakarta, setiap pekan. Mereka mengulas banyak film sejak 1901. Nggak jarang, mereka juga hadir sebagai ruang alternatif filmfilm baru untuk bertemu dengan penontonnya. ’’ Tujuan dibentuknya kolektif ini, kami ber harap dapat hadir sebagai sarana pengetahuan sejarah sinema dunia,’’ tutur Rambo. ’’Sekaligus menjadi bagian dalam ruangruang alternatif film di Jakarta,’’ tambahnya.
Rambo mengungkapkan, di Jakarta masih sedikit ruang pemutaran untuk film anti- mainstream. Forum Sinema sering menghadirkan karya-karya penting sinema dari seantero dunia. Mereka melakukan penerjemahan subteks ke dalam bahasa Indonesia secara manual. ’’ Tujuan dihadirkannya subteks bahasa Indonesia adalah mengedukasi penonton tentang sejarah sinema,’’ ujar Rambo.
Usaha yang mereka lakukan berhasil melahirkan ARKIPEL, salah satu festival yang menjadi agenda tahunan bagi para penikmat sinema.