Jawa Pos

Tak Bisa Langsung Gusur Rumah

-

Beberapa bangunan berdiri menjulang dengan dua lantai. Ada juga sejumlah gudang yang baru selesai dibangun. Masyarakat sudah menghabisk­an ratusan juta hingga miliaran rupiah untuk mewujudkan hunian impian mereka. Jika tidak ada ganti rugi atas gedung, akan timbul gejolak.

Meski begitu, Hendro meminta masyarakat memahami aturan. Dalam kondisi itu, pemkot tidak diperkenan­kan mengeluark­an anggaran untuk membeli gedunggedu­ng yang telanjur berdiri. Dia menyaranka­n masyarakat mendatangi penjual lahan kavling. ”Tanya ke pengembang. Apa sudah menjual sesuai izin? Kalau ada proses yang dilewati, masyarakat bisa menuntut,” jelasnya.

Saat ini, warga memilih bungkam. Mereka takut, bila membuka suara, hak atas lahan yang mereka beli tidak diberikan penjual tanah kavling. Sebagian besar warga juga telah mencicil tanah yang mereka beli selama empat tahun. Setelah lunas, penjual kavling baru menyerahka­n surat sporadik yang dikeluarka­n Kelurahan Gunung Anyar Tambak. Surat itu merupakan pecahan dari petok D yang dimiliki penjual tanah.

Sebagian besar warga mengaku tidak tahu batas pamurbaya. Karena itulah, mereka tidak menaruh curiga kepada penjual kavling yang menjual tanahnya sejak 2012. Apalagi, penjual menunjukka­n denah perumahan yang memiliki logo Pemkot Surabaya.

Hendro meyakini denah yang dimiliki penjual tanah adalah denah palsu. Sebab, tidak mungkin pemkot mengeluark­an izin atas tanah yang peruntukan­nya tidak sesuai tata ruang. ”Sudah sering kasus penipuan begitu,” ucapnya.

Selain itu, warga mempertany­akan adanya batas fisik pamurbaya yang tidak ada di lapangan. Hendro menjelaska­n, pemkot telah memasang patok-patok batas. Namun, patok tersebut sudah hilang. Dia menduga patok itu sudah dipindah pemilik tanah yang hendak mengavling tanah mereka.

Sejumlah oknum justru memasang patok-patok di pinggir pantai. Itu dilakukan agar tercipta tanah oloran. Jika pemkot tidak segera mengakui tanah tersebut, oknum- oknum itu bakal mengklaim tanah tersebut milik mereka. ”Sudah pernah ditertibka­n satpol PP,” lanjutnya.

Untuk mengantisi­pasi hal itu, Hendro memerintah Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (DPRKP CKTR) menetapkan koordinat titik nol pantai. Dengan begitu, pemkot memiliki data untuk mengawasi tanah oloran.

Kepala Satpol PP Irvan Widyanto menjelaska­n, pihaknya melakukan sosialisas­i kepada warga yang mendirikan bangunan di pamurbaya. Satpol PP menempelka­n stiker pelanggara­n pada setiap rumah yang dianggap melanggar izin mendirikan bangunan (IMB). ’’Langkah selanjutny­a akan kita bicarakan dengan dinas-dinas terkait,” katanya.

Irvan menambahka­n, pihaknya tidak serta-merta menggusur bangunan di kawasan lindung tersebut. Sebab, perlu ditelusuri siapa yang terlibat dalam masalah itu, sehingga masyarakat tidak semakin dirugikan.

Kepala Kantor Pertanahan Kota Surabaya II Naizum merasa pemkot harus mengajak warga bicara. Dia mengambil contoh pembebasan bangunan di bantaran sungai di Jakarta. ”Harus dipikirkan relokasiny­a bagaimana. Bisa dipindah ke rusun atau bagaimana?’’ jelasnya.

Naizum jugal bakal mengecek penjualan tanah itu. Penjual tanah yang sesuai aturan pasti memiliki izin dari BPN. Namun, dia baru bisa mengecek hari ini. (sal/c17/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia