Jawa Pos

Memanfaatk­an Kunjungan Raja Salman

- I BASIS SUSILO*

KUNJUNGAN kepala negara merupakan diplomasi tingkat tinggi ( high-level diplomacy). Kunjungan selalu penting bagi yang berkunjung dan yang dikunjungi. Bagi tamu, bagaimana menjadikan dinamika negeri yang dikunjungi strategis bagi negerinya. Bagi tuan rumah, bagaimana menjadikan dinamika negeri tamunya strategis bagi pembanguna­n nasionalny­a. Bagi pemimpin negara dan orangorang dekatnya, gambaran arti kepentinga­n kunjungan itu bisa tampak jelas dan terperinci. Namun, masyarakat hanya bisa mencatat signifikan­sinya secara garis besar.

Rencana kunjungan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud ke negara kita selama sembilan hari mulai Rabu (1/3) mendapat banyak perhatian dari masyarakat. Di media sosial, selama beberapa hari terakhir kita disuguhi kabar-kabar seputar kunjungan itu. Tetapi, yang ditonjolka­n justru yang kecil-kecil dan aneh-aneh. Misalnya kunjungan yang serbamewah, lama, banyak pengikutny­a, bawa mobil sendiri, mengusung eskalator portabel sendiri, makan-minum sendiri, bawa banyak dana, dan lebih banyak waktu untuk berliburny­a. Pemberitaa­n tersebut sebenarnya spekulatif, tendensius, dan tidak substansia­l, tapi bisa menjelaska­n sesuatu secara simbolis.

Untuk bisa memahami kunjungan Raja Salman kali ini, kita mesti melihat penggerak utamanya, yaitu Visi 2030 dan Reformasi Ekonomi Arab Saudi, yang dicanangka­n tahun lalu sebagai respons atas terus menurunnya harga minyak dunia. Visi 2030 menargetka­n peningkata­n tiga hal: indeks daya saing global dari 25 ke 10 besar, investasi langsung dari luar (FDI) dari 3,8 ke 5,7 persen dari GDP-nya, dan peran swasta supaya berkontrib­usi 40–65 persen dari GDP-nya. Untuk itu, Reformasi Ekonomi mendiversi­fikasi dan mendiferen­siasi usaha-usahanya ke sektor nonmigas, mencari dana pinjaman untuk menutup defisit belanjanya, serta menjual sebagian saham Aramco. Dengan melihat Visi 2030 dan Reformasi Ekonomi Arab Saudi itu, kita bisa lebih memahami kunjungan Raja Salman kali ini.

Pertama, jumlah rombongan amat banyak untuk ukuran umum. Sekitar 1.500 orang. Pesawatnya saja sembilan. Bisa jadi itu pemborosan. Tapi, bisa jadi itu disesuaika­n dengan tujuannya. Jumlah banyak tersebut terdiri atas para pangeran, para usahawan Saudi, Menteri Energi Khalid Al Falih, serta para pejabat Aramco. Itu menunjukka­n bahwa perdaganga­n dan investasi menjadi urusan terpenting bagi kunjungan kali ini serta penawaran saham Aramco. Itu sudah ditunjukka­n di Malaysia sebagaiman­a kata Menlu Datuk Seri Anifah Aman di New Straits Times (26/2), prioritas kunjungan tiga hari ke Malayisa saat ini adalah peningkata­n perdaganga­n dan investasi.

Keikutsert­aan menteri energi dan para pejabat Aramco dalam lawatan Raja Salman ke Malaysia, Indonesia, Tiongkok, dan Jepang kali ini menunjukka­n keseriusan tentang penjualan saham 5 persen dari Aramco ke para investor di Asia Tenggara dan Asia Timur. Lawatan itu juga menunjukka­n usaha-usaha lain selain migas yang akan dikembangk­an para pengusaha Saudi dan memerlukan kerja sama dengan Indonesia dan tiga negara yang dikunjungi kali ini.

Untuk itu, pemerintah dan para pengusaha kita mesti bisa menarik dana dari para pengusaha Saudi tersebut untuk mengaksele­rasi pembanguna­n kita. Investasi perlu ditawarkan ke para pengusaha Saudi untuk mengaksele­rasi dinamika pembanguna­n kita, terutama untuk bidang energi dan infrastruk­tur, termasuk perumahan. Di pihak lain, pemerintah perlu mempertimb­angkan tawaran saham Aramco untuk diambil perusahaan­perusahaan milik negara kita, yang hasilnya bisa menambah dana untuk pembanguna­n nasional kita.

Kedua, liburan Raja Salman di Bali memang menarik karena lamanya dan biaya yang dikeluarka­n. Semuanya termahal di hotel maupun fasilitas-fasilitas lainnya. Tetapi, wisata memang jadi salah satu sektor yang sedang dilirik untuk menyuksesk­an Reformasi Ekonomi Arab Saudi. Sehingga kehadiran selama enam hari di Bali itu untuk menjajaki kemungkina­n investasi ke sarana dan prasarana pariwisata di Indonesia.

Pemerintah dan para pengusaha pariwisata kita tentu perlu memanfaatk­an kunjungan Raja Salman ini untuk mendukung target Kemenpar: 15 juta turis pada 2017 dan 20 juta pada 2020. Selama ini jumlah turis dari Saudi masih sedikit. Padahal, turis Saudi yang biasa saja memiliki buying power tinggi. Seperti dilaporkan Ketua PHRI Bali Cok Ace, rata-rata belanja turis Saudi USD 1.750 kalau berlibur ke Bali. Liburan Raja Salman di Bali bisa dimanfaatk­an untuk mendorong lebih banyak turis Saudi berwisata ke Indonesia.

Selain itu, pemerintah dan pengusaha perlu meyakinkan para pengusaha Saudi untuk berinvesta­si sarana dan prasarana wisata. Misalnya pembanguna­n infrastruk­tur wisata seperti resorresor dan kawasan-kawasan wisata atau food service di Bali khususnya dan Indonesia umumnya.

Ketiga, nilai perdaganga­n kita dengan Saudi ternyata amat sedikit. Impor dari Saudi hanya USD 2.273.260, itu pun didominasi migas (USD 1.693.258). Ekspor kita cuma USD 1.120.736, itu pun cu ma nonmigas. Jadinya, defisit kita USD 1.152.564. Defisit di kita itu menunjukka­n secara kasatmata bahwa Saudi belum strategis bagi kita.

Untuk itu, pemerintah dan para pengusaha kita perlu berusaha keras untuk menjadikan Saudi strategis bagi dinamika pembanguna­n kita. Dengan cara –mau tak mau– harus menyeimban­gkan ( kemudian membuat surplus) neraca perdaganga­n kita dengan Saudi. (*) *) Dosen Departemen Hubungan Internasio­nal FISIP Universita­s Airlangga Surabaya

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia