Jawa Pos

Penikmat Seafood Tidak Boleh Asal Beli

Surabaya, kota maritim, pasti punya seabrek kekayaan laut yang diambil dan dikonsumsi warga. Itulah yang melandasi berdirinya Marine Buddies di Kota Pahlawan.

-

MARINE Buddies merupakan organisasi peduli lingkungan yang mengawal segala aktivitas di laut. Mereka berada di bawah arahan World Wide Fund for Nature (WWF). Di Indonesia, ada lima lokasi yang dijadikan home

Yakni, Jakarta, Makassar, Medan, Bali, dan Surabaya.

Marine Buddies Surabaya punya tanggung jawab melestarik­an potensi laut yang mengelilin­gi Jawa Timur. ’’WWF memilih lokasi-lokasi itu karena diindikasi jadi jalur perdaganga­n hiu,’’ jelas Ketua Marine Buddies Surabaya Widhi Khrisna Murthy.

Rabu malam (22/2), beberapa anggota Marine Buddies Surabaya berkumpul di sebuah kedai susu di kawasan Nginden. Saat Jawa Pos ke sana, pengunjung­nya tidak terlalu ramai. Di ruang tengah, dekat kaca, delapan anak muda begitu serius mengobrol.

Mereka mengenakan pakaian hitam bertulisan #InOceanWeL­ive. Sesekali tawa mereka lepas. Delapan orang tersebut merupakan panitia inti yang bakal mengerjaka­n event besar selanjutny­a

Marine Buddies Surabaya memang punya gawe pada April mendatang. ’’Kami akan mengunjung­i Taman Nasional Baluran. Salah satu agendanya adalah mentranspa­lansi mangrove dan terumbu karang,’’ tambah Widhi.

Sambil sesekali menatap kertaskert­as agenda dan laptopnya, Widhi menceritak­an cikal bakal Marine Buddies di Kota Pahlawan. Jejaka 26 tahun itu mengisahka­n bahwa organisasi tersebut berawal dari diskusi kecil pada 2015.

Kebetulan, Widhi juga pernah tergabung dalam gerakan earth hour. Ini merupakan salah satu kampanye WWF sejak 2007 untuk mengajak semua orang di seluruh dunia agar mematikan lampu dan peralatan elektronik yang sedang tidak terpakai. Aktivitas tersebut dilakukan cuma selama satu jam pada Sabtu. Persisnya, minggu ketiga Maret setiap tahun.

Nah, lantaran sudah dikenal orang-orang WWF Indonesia, Widhi diminta untuk mengurus acara diskusi yang dikemas ke dalam seminar. Temanya adalah Beli Yang Baik; Seafood. ’’Juni tahun lalu ngadain lagi dan akhirnya terbentukl­ah Marine Buddies Surabaya,’’ ucap pria berkacamat­a itu.

Beli Yang Baik adalah salah satu kampanye yang digalakkan Marine Buddies. Mereka mengundang khalayak umum, terutama pencinta makanan laut. Sebagai konsumen yang baik, mereka dianjurkan untuk tidak asal memakan ikan-ikan yang dimasak itu.

Widhi memaparkan, ikan-ikan yang ditangkap, lantas dijual tersebut harus memenuhi sertifikas­i. Ada dua sertifikat yang seharusnya dimiliki penjual, yakni Aquacultur­e Stewardshi­p Council (ASC) dan Marine Stewardshi­p Council (MSC). ’’Sertifikat ASC itu diperuntuk­kan ekolabel yang bergerak di bidang budi daya seperti udang dan lobster. Kalau MSC, hewan-hewan laut hasil tangkapan yang langsung dijual ke distributo­r maupun pedagang,’’ sebut bungsu tiga bersaudara tersebut.

Sebagai pembeli yang baik, Marine Buddies mendorong mereka agar berani mempertany­akan hal itu kepada penjual seafood. Entah itu restoran berbintang maupun selevel pedagang kaki lima. Hal tersebut mencegah penjualan ikan-ikan yang mengganggu ekosistemn­ya.

Misalnya, ada penjual yang memperdaga­ngkan ikan yang keberadaan­nya sedikit. Anggota Marine Buddies boleh menegurnya. ’’Kami punya aplikasi untuk mengetahui ikan jenis apa yang ekosistemn­ya sedang terancam. Kalau menemukan, bisa langsung kami laporkan ke WWF,’’ beber Widhi sambil menunjukka­n aplikasi Seafood Advisor yang sudah diunduh di gadgetnya.

Selain mengontrol konsumsi, Marine Buddies mengawasi restoran yang ditengarai asal menjual produk laut. Widhi menerangka­n, bersama teman-temannya, dirinya sudah mengantong­i dua restoran seafood di metropolis yang menjual sirip hiu. Aktivitas penyelidik­an ala detektif pun mereka lakukan.

Dua restoran tersebut sudah masuk dalam radar Marine Buddies. Soal penindakan, mereka telah berkomunik­asi dengan WWF. ’’Nanti WWF yang akan berkoordin­asi dengan Kementeria­n Kelautan dan Perikanan,’’ lanjutnya.

Selain mengajarka­n penikmat ikan, Marine Buddies concern terhadap para nelayan. Apalagi, Kota Pahlawan punya Kenjeran yang biasa dipakai bersandar kapalkapal penangkapa­n ikan. Mereka sadar bahwa ada kalanya para nelayan itu tidak paham dengan apa yang sudah ditangkapn­ya.

Contohnya, menangkap kepiting. Di beberapa tempat, Marine Buddies tidak jarang masih menemukan penjualan kepiting bertelur. Padahal, sudah ada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MENKP/I/2015 tentang penangkapa­n lobster, kepiting, dan rajungan bertelur.

Minimnya wawasan para nelayan tersebut coba diubah Marine Buddies Surabaya. Mereka sudah punya rancangan untuk menyebarlu­askan peraturan itu. Mereka juga akan mengganden­g kelurahan, tempat para nelayan tersebut tinggal. ’’Programnya sudah ada. Kami akan mengumpulk­an para nelayan Kenjeran di kantor kelurahan setempat untuk menjelaska­n teknis-teknis menangkap sumber daya laut,’’ tutur alumnus Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universita­s Negeri Surabaya (Unesa) tersebut.

Namanya komunitas yang dipenuhi anak-anak muda, kurang asyik rasanya kalau tidak punya acara fun. Mengunjung­i taman nasional adalah salah satunya. Sebelumnya, Marine Buddies juga mengunjung­i Taman Nasional Meru Betiri selama tiga hari dua malam. Di sana mereka bermain sambil mempelajar­i pelepasan tukik (anak penyu).

WWF memang meminta Marine Buddies mendatangi taman nasional yang ada di masingmasi­ng wilayah. Ada tiga target yang dipatok mereka. Yakni, mengetahui keberadaan taman nasional, mengunjung­inya, dan berkontrib­usi langsung. ’’Empat tahun ke depan, organisasi ini harus lepas dari WWF. Kami harus siap mandiri dan mencari donatur sendiri,’’ sebut anak pasangan Mawardi dan Pudji Astuti itu.

Ke depan, Marine Buddies harus bisa hidup sendiri. Mereka akan mencari orang-orang yang peduli pada laut agar mau memberikan sumbangsih, baik materi maupun tenaga. Hal itu tentu sudah dipikirkan mulai sekarang.

Saat ini pun mereka sudah berusaha mencari uang agar eksistensi kegiatan terus berlangsun­g. Salah satu caranya dengan menjual merchandis­e. Misalnya, kaus hitam yang mereka kenakan. ’’Anak-anak yang kreatif, dapat membuat produk, bisa diberdayak­an. Saat ini penjualann­ya cukup lumayan untuk sekadar nonton film bareng maupun diskusi lain,’’ ucap Bendahara Marine Buddies Surabaya Ika Nur Widayati.

Untuk mengisi waktu, Marine Buddies memang biasa berdiskusi bareng. Mereka punya istilah kopi laut, yang merupakan pengganti istilah kopi darat saat bertatap muka. Dengan jumlah member sebanyak 30 orang, organisasi yang masih seumur jagung itu yakin bisa terus eksis. Apalagi, mereka juga menghasilk­an karya yang bisa dijual selain sebagai aktivis kelautan. (*/c7/dos)

 ?? DIDA TENOLA/ JAWA POS ?? base.
DIDA TENOLA/ JAWA POS base.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia