Tangan Saya Terus Digenggam Erat
Bulan depan Pudji Hariono purnatugas atau pensiun dari SDN Jimbaran Wetan. Tidak ada yang menyangka bahwa perjalanan ke tempat wisata itu benarbenar menjadi penanda perpisahan Pudji untuk selama-lamanya.
EMPAT karangan bunga dipajang di depan gang rumah Pudji Hariono. Salah satunya datang dari Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dan Wakil Bupati Nur Ahmad Syaifuddin. Gang kecil tersebut dijejali banyak orang berseragam pegawai negeri sipil (PNS).
Karena gang itu terletak di seberang Jalan Raya Kepadangan, Tulangan, keramaian sempat mengakibatkan lalu lintas agak tersendat
Adapun, Ria menempuh ilmu keguruan di kampus yang sama. Dua tahun belakangan, mereka bertunangan.
Sesaat sebelum Ria ikut wisata, Ferdi tidak memiliki prasangka apa pun. Dia hanya berpesan kepada Ria agar selalu berhatihati. Selain itu, tidak terlalu lama berwisata serta mengurangi kegiatan di luar. Pesan yang sama disampaikan Ria ke Ferdi. Sebab, Ferdi juga memiliki banyak kesibukan. Selain bekerja sebagai staf RSUD Sidoarjo, Ferdi kerap membantu usaha orang tuanya.
Saat Ria kecelakaan, Ferdi sedang berada di Banyuwangi. Dia langsung shock begitu mendengar Ria mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. ’’Dia (Ferdi) langsung saya jemput ke Banyuwangi. Saya khawatir ada apa-apa,’’ tutur Erni Setyopratiwi, ibu kandung Ferdi.
Ditemui setelah pemakaman almarhumah, wajah Ferdi masih terlihat begitu sayu. Sesekali dia menghapus air matanya, lalu menengadahkan tangan dan berdoa. ’’Kami sudah sering mengingatkan untuk saling jaga kesehatan dan nggak ke manamana,” jelas Ferdi lirih.
Pemuda 26 tahun itu berkalikali ditenangkan sang ibu di rumah duka Ria di Jalan Raya Beciro Ngengor. Berkali-kali Erni menepuk dan memeluk pundaknya. Menenangkan.
Ibu kandung Ria, Luluk Kusmiati, juga merasakan duka teramat mendalam. Maklum, anak pertama dan keduanya terlibat kecelakaan. Anak pertama Luluk adalah Agustin Indah. Ria merupakan anak keduanya. Agustin mengalami cedera cukup parah. Hingga kemarin, Agustin masih mendapat perawatan serius. Agustin adalah istri Suwandi, yang menjadi pengajar di SDN Sukodono 1 sejak lima tahun lalu.
Berkali-kali Luluk pingsan jika mengingat musibah tersebut. ’’Aduh, Ria,” katanya yang disertai tangis sesenggukan. Kerudungnya terlihat basah karena cucuran air mata. Murdiono, suami Luluk, terus berupaya menenangkan sang istri. Murdiono berupaya untuk tegar. Wajahnya datar.
Pasangan Murdiono-Luluk mendengar adanya kecelakaan dari aparat desa dan kepolisian setempat. Sekitar pukul 13.00, keduanya mendapat kabar duka itu. Luluk pun berkali-kali pingsan. ’’ Nggak ada perasaan apa-apa,” ujar Murdiono.
Di mata tetangganya, Ria dikenal sebagai individu yang ramah. Almarhumah murah senyum dan suka bertegur sapa dengan orang-orang sekitar. Perempuan kelahiran 1991 itu juga dikenal suka bederma.
Adik Ria, Pupuh Tri Restika, menjelaskan, dirinya juga tidak mendapat firasat apa un menjelang kematian kakaknya. Yang dia tahu, sesaat sebelum berangkat, Ria mendatangi salah seorang warga miskin di sekitar desanya. Lalu, Ria memberikan sejumlah uang kepada kaum papa tersebut. ’’Itu yang saya ingat,” tutur Pupuh sembari terisak.
Hanya Pupuh yang sanggup berbicara banyak. Perempuan 15 tahun itu lalu masuk ke rumahnya setelah memberikan keterangan. ’’Almarhumah Ria merupakan sosok teladan. Dia remaja yang sopan dan santun serta aktif,’’ kata Musbihin, salah seorang warga yang mengunjungi rumah duka. (jos/c7/hud)