Jawa Pos

LAWAN ATAU MENYERAH

Pernahkah merasakan kesedihan mendalam hingga tubuh jatuh sakit? Ada penjelasan kesehatan mengenai hal itu, termasuk cara untuk bertahan melewati masa-masa buruk dalam hidup tersebut.

- (nor/c7/ayi)

KITA sering mendengar tentang seseorang yang menanggung duka mendalam setelah kepergian sosok yang dicintai hingga kondisi fisiknya melemah. Yang terburuk, ada yang menyusul berpulang tak lama kemudian. Dr dr Minarma Siagian MS AIFM, staf pengajar Departemen Fisiologi FK Universita­s Indonesia, menjelaska­n bahwa sebenarnya tubuh memiliki kemampuan untuk menghadapi kondisi apa pun. ” Yang mengatur adalah otak, yaitu pada sistem limbik,” ujarnya. Sistem limbik terdapat di bawah korteks otak. Termasuk di dalamnya ada talamus, hipotalamu­s, dan hipokampus. Unsur emosi seperti sedih, senang, takut, marah, serta kenangan ada pada sistem limbik tersebut. ”Nah, sistem limbik kadang bisa lepas kendali,” ucap dr Minarma. Apa yang terjadi pada tubuh saat stres datang? Tubuh sebetulnya dilengkapi alarm yang akan bereaksi saat muncul stres. Ada dua mekanisme pertahanan tubuh terhadap stres, yaitu fight or flight. Mengatasi stres atau kabur/menyerah. Ada aksis hipotalamu­s-hipofisis serta korteks adrenal untuk membantu tubuh mengatasi stresor-stresor tersebut. Antara lain, gula darah dinaikkan, hormon-hormon yang meningkatk­an tekanan darah dikeluarka­n sehingga tubuh mampu melawan stres atau emosi yang muncul.

Stres fisik maupun emosi merangsang produksi hormon kortisol yang diperlukan tubuh sebagai penyedia energi dan pengendali stres. Namun, efek sampingnya berpotensi melemahkan sistem imunitas tubuh. Itulah mengapa ketika mengalami tekanan, seseorang mudah terkena flu, demam, sakit perut, dan gangguan kesehatan lainnya.

”Dalam kondisi ketika emosi yang dihadapi terlalu hebat, semua sistem yang disiapkan tubuh itu gagal,” papar ahli fisiologi senior tersebut. Seolah organ tubuh mendapat perintah dari otak untuk menyerah. Flight (kabur/menyerah) dalam arti makin lama fungsi organorgan tubuh menurun hingga kondisi terburukny­a, meninggal. Atau, mengalami depresi. Kemungkina­n lain, menjadi

manic. ”Itu, antara lain, akibat dari kegagalan mengatasi stres,” urainya.

Ketika patah hati atau berduka atas kepergian sosok tercinta, manifestas­i kesedihan itu berpengaru­h terhadap fisik. ”Satu per satu kemampuan organnya menurun,” jelas dr Minarma. Terutama pada lansia, kemampuan untuk bertahan dari stresor semakin lemah.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia