Drainase Jalan Nasional Kurang Memadai
SURABAYA – Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VIII mengevaluasi kerusakan jalan 2017. Yang terungkap, hampir seluruh kerusakan disebabkan saluran drainase di pinggir jalan yang kurang memadai
Ruas Jalan Kalianak, misalnya. Jalan yang menjadi penghubung Surabaya–Gresik tersebut memiliki saluran air. Namun, saluran itu tidak terhubung dengan sungai atau saluran yang lebih besar. Karena itu, saat hujan, genangan air pun tidak kunjung surut.
Untuk mengevaluasi jalan tersebut, Kasubdit Teknik Pemeliharaan Direktorat Preservasi Ditjen Bina Marga Jalan Jefry Pattiasina Recky ditugaskan selama dua pekan di Jatim. Dia pun berkeliling ke sejumlah ruas jalan. ’’Saya sudah berkeliling seminggu ini. Jalannya tidak rusak, tapi babak belur,’’ ujar Jefry.
Dia menyimpulkan, ruang milik jalan (rumija) jalan nasional tidak diawasi. Banyak saluran yang tertutup bangunan. Masyarakat memanfaatkan jalan untuk lahan parkir atau berjualan. ’’Kalau sudah mampet, air dibuang ke mana? Padahal, musuh jalan itu air, air, dan air,’’ ucapnya.
Pada 2015 pihaknya sudah mengajukan anggaran untuk drainase jalan, tetapi belum semua dikabulkan. Untuk Jawa Timur, wilayah yang diprioritaskan ialah pantai utara. Sebab, sebagian wilayah di pantura rawan banjir rob. Air yang menggenangi jalan akan sulit surut karena masalah saluran.
Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Direktorat Pengembangan Jaringan Jalan Ditjen Bina Marga Syarkowi mendapat tugas yang sama dengan Jefry, yakni memantau kerusakan jalan. Selama ke lokasi, dia melihat banyak rumija yang tidak difungsikan sesuai aturan. ’’Penyelesaiannya perlu menggandeng pemda setempat agar masyarakat sadar,’’ jelasnya. Bila rumija dikembalikan sesuai fungsi, dia yakin kerusakan jalan saat musim hujan bisa diminimalkan.
Kepala BBPJN VIII Ketut Darmawahana menerangkan, permasalahan saluran menjadi penyebab utama kerusakan jalan. Masalah itu menjadi tanggung jawabnya. Dia telah mengajukan anggaran program perbaikan drainase. Namun, keterbatasan anggaran mengakibatkan program itu belum bisa dijalankan. ’’Dana yang ada di kami Rp 1,5 triliun. Padahal, yang kami ajukan dua kali lipatnya,’’ jelas pria asal Bali tersebut.
Penanganan saluran dan jalan seharusnya dilakukan bersamaan. Namun, BBPJN VIII mempertimbangkan kepentingan masyarakat terlebih dahulu. Dengan begitu, penanganan jalan berlubang lebih diprioritaskan.
Dia menerangkan, kekuatan aspal yang digunakan untuk penambalan seharusnya bisa bertahan selama tiga bulan. Namun, saat jalan tergenang, tambalan bisa jebol dalam sehari.
Sejak akhir 2016 BBPJN VIII mengerjakan penambalan lubang. Hingga kemarin, lubang yang telah ditutup mencapai 99,08 persen. Tetapi, dia tidak memungkiri setelah penambalan, lubanglubang itu muncul lagi. Musim hujan memang memperberat kerja BBPJN VIII.
Hujan pula yang menjadi alasan belum tergarapnya perbaikan sejumlah ruas jalan. Di antaranya, Jalan Kalianak dan Sembayat, Gresik. Proyek tersebut dilelang satu paket dengan nilai pengerjaan Rp 36 miliar. ’’Pengerjaan harus kering. Apalagi di Kalianak yang dibeton,’’ terangnya.
Selain itu, kelebihan muatan kendaraan yang melintas mempercepat kerusakan jalan. Perbandingannya, Jalan Nasional A. Yani, Surabaya, tetap mulus meski usia aspal sudah tujuh tahun. Sebaliknya, di Kalianak, perbaikan jalan dilakukan hampir setiap bulan. ’’Jembatan timbangnya perlu diaktifkan. Harus dilihat lagi apakah kendaraan yang lewat sudah sesuai aturan?’’ tegasnya.
Mengenai rumija, Ketut beberapa kali menyampaikan ke bupati/wali kota yang mengundangnya untuk rapat. Dia mengharapkan pemerintah kota membantu BBPJN untuk menertibkan bangunan yang ada di rumija. (sal/c7/git)