Bisa Telan Lebih dari Rp 7 Miliar
Rencana Kunker Pansus RUU Pemilu
JAKARTA – Rencana Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilihan Umum (Pemilu) untuk studi banding ke Jerman dan Meksiko bisa menelan anggaran yang tak sedikit. Berdasar hitung-hitungan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), kunker 30 anggota Pansus RUU Pemilu itu bakal menyedot anggaran Rp 7,8 miliar.
Perkiraan angka tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto di Jakarta kemarin (2/3). Yenny memprediksi, dana Rp 7,8 miliar itu bisa dihabiskan untuk dua kunjungan Pansus RUU Pemilu, yakni Jerman dan Meksiko, pada 11–16 Maret. ”Perhitungan ini didasarkan dengan asumsi berbagai tunjangan,” kata Yenny.
Menurut Yenny, dengan perkiraan 30 anggota Pansus RUU Pemilu dibagi dalam dua delegasi ke dua negara itu, masing-masing bisa menghabiskan anggaran yang beragam. Sebanyak 15 anggota pansus bisa menghabiskan anggaran Rp 3,7 miliar untuk kunjungan enam hari ke Jerman. Untuk ke Meksiko, 15 anggota dewan bisa menghabiskan anggaran Rp 4,1 miliar. ”Jumlah itu belum ditambah dengan perwakilan staf anggota dewan dan sekretariat DPR yang ikut,” kata Yenny.
Dia menambahkan, kebutuhan anggaran tersebut bisa bertambah jika memang ada perwakilan pemerintah yang ikut. Karena itu, Yenny mendorong DPR memilih untuk membatalkan rencana perjalanan dinas semacam itu. ”Perjalanan dinas hanya mahal di ongkos,” tambahnya.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto tidak tahu persis perincian anggaran untuk kunker ke Jerman dan Meksiko. Namun, Yandri membantah jika hasil kunker itu nanti tidak memberikan manfaat bagi pansus. ”Justru itu untuk mencari masukan, mencari pembanding dengan penyelenggara pemilu negara lain,” kata Yandri.
Menurut Yandri, dua negara itu telah terbukti efektif dan mampu menerapkan sistem peradilan pemilu. Pansus tentu ingin mencari tahu lebih detail dengan bertemu langsung pihakpihak terkait. Hal tersebut sulit jika hanya dilakukan melalui telekonferensi. ”Bisa melalui teleconference, tapi itu tidak maksimal,” ujarnya.
Sementara itu, peneliti ICW Donal Fariz menyatakan, dengan waktu yang sangat terbatas, pansus tidak perlu kunker ke luar negeri. Mereka bisa menggunakan staf ahli yang sudah ada. Selain itu, kata dia, banyak literatur yang berisi kajian pemilu di Meksiko dan Jerman. ”Mereka mau minta apa saja, sudah tersaji,” terang dia saat menjadi narasumber dalam diskusi menuju RUU Pemilu yang adil dan profesional di Griya Gus Dur kemarin.
Menurut dia, teori dari Jerman dan Meksiko tidak akan terpakai karena dalam pembahasan undang-undang tersebut sarat kepentingan politik. Jadi, tidak ada gunanya melakukan kunker. Dia mendesak dewan agar rencana itu dibatalkan. Walaupun, tutur dia, pimpinan DPR sudah menyetujui rencana tersebut. ” Masih tetap bisa dibatalkan. Undang-undang saja bisa diubah,” tutur dia saat ditemui seusai diskusi.
Praktisi pemilu Prof Ramlan Surbakti juga tidak sepakat dengan rencana kunker tersebut. Menurut dia, tujuan kunker yang disampaikan pansus berubah-ubah. Awalnya mereka akan belajar e-voting, lalu sekarang berubah sebagai diplomasi parlemen. ”Itu alasan saja. Intinya pelesir ke luar negeri,” ucap dia.
Menurut Ramlan, kalau tujuannya benar-benar belajar pemilu, waktu tiga atau empat hari tidak akan cukup. ”Kalau hanya mau belajar pemilu di Meksiko, undang saja saya,” tegas dia. Sebab, dia pernah belajar sistem pemilu di negara tersebut. (bay/lum/c10/fat)