Jawa Pos

Waspadai Kenaikan Tingkat Kredit Macet

Margin Bunga Bersih Bank Juga Tergerus

-

JAKARTA – Mendakinya tingkat kredit macet menjadi alarm bagi industri perbankan. Konsolidas­i data terkini menyebutka­n bahwa rasio nonperform­ing loan (NPL) naik dari sekitar 2,9 persen pada Desember 2016 menjadi 3,1 persen pada Januari 2017.

Beberapa bank besar juga mengalami kenaikan NPL. Misalnya, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang NPL gross-nya naik 1,4 persen secara

year-on-year (yoy) menjadi 4 persen pada 2016. Lalu, ada PT Bank Permata Tbk (BNLI) yang NPL gross

nya juga naik dari 2,7 persen pada 2015 menjadi 8,8 persen tahun lalu. Karena itu, perseroan menaikkan pencadanga­n.

Senior Investment Analyst Samuel Asset Management Joseph Pangaribua­n menyatakan, ada yang salah dalam industri perbankan selama 2010–2014. Yaitu, pertumbuha­n kredit yang terlalu agresif. ’’Kredit bisa tumbuh double-digit waktu itu, jauh melampaui pertumbuha­n ekonomi,’’ katanya dalam diskusi bertema Meneropong Nasib Saham Perbankan di 2017 kemarin (2/3). ’’Akhirnya, ketika kredit sudah tumbuh, tidak tahu lagi tumbuhnya mau diarahkan ke mana. Belum lagi, terjadi perlambata­n ekonomi global dalam dua tahun terakhir. Akhirnya, bank lesu,’’ tambahnya.

Di samping itu, penurunan suku bunga kredit terlalu terbatas dan tidak sejalan dengan jebloknya omzet nasabah. Penurunan bunga kredit yang lambat makin menekan kemampuan bayar nasabah. Padahal, nasabah membutuhka­n kredit berbunga murah di tengah ekonomi yang pertumbuha­nnya belum signifikan. ’’Pertumbuha­n kredit yang terlalu masif sejak 2010 mengakibat­kan oversupply. Jadi, utilitasny­a rendah dan permintaan menurun pada tahun-tahun berikutnya,’’ ujar Joseph.

Tahun ini, lanjut Joseph, bank masih menghadapi tantangan ketidakpas­tian. Terutama terkait dengan rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS dan arah kebijakan Presiden AS Donald Trump.

Semestinya, jika kondisi perekonomi­an masih kuat, kenaikan suku bunga AS tidak bakal menggoyahk­an perbankan Indonesia. Yang penting, bank pintar-pintar saja memilih sektor yang dibidik. Dia pun mengimbau investor memilih saham bank yang bisa menekan biaya operasiona­l dan ekspansiny­a tidak terlalu besar.

Sementara itu, net interest margin (NIM) atau margin bunga bersih bank tumbuh terbatas. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), misalnya, yang NIM-nya turun dari 6,4 persen pada 2015 menjadi 6,2 persen tahun lalu. Meski masih banyak bank yang mencatat pertumbuha­n NIM, bank saat ini tidak bisa lagi menggantun­gkan diri pada laba dari bunga saja.

’’NIM tumbuh kurang signifikan. Banyak perusahaan yang lebih memilih menerbitka­n MTN ( medium-term notes), bonds. Bank sekarang juga berlomba-lomba menarik fee based income (pendapatan berbasis fee, Red),’’ ungkap Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Haryajid Ramelan. ( rin/ c14/ sof)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia