Listrik EBT Harus Murah
JAKARTA – Pemerintah menginginkan harga listrik yang berasal dari energi baru terbarukan (EBT) bisa lebih terjangkau. Menteri ESDM Ignasius Jonan mengungkapkan, salah satu yang memicu penurunan harga adalah semakin berkembangnya teknologi.
Dia menganalogikan harga listrik dengan telepon seluler yang makin murah karena teknologi kian maju. ’’Kalau ingat 25 tahun lalu, baterai mobile phone Motorola sebesar ransel, harganya Rp 17 juta. Waktu itu 25 tahun lalu, Toyota Kijang harganya sama,’’ ujarnya di Hotel JS Luwansa, Jakarta, kemarin (2/3).
Namun, saat ini kondisi tersebut telah berubah. Dia melanjutkan, merek ponsel Samsung dengan spesifikasi yang andal dan mumpuni dibanderol Rp 10 juta. Artinya, ada upaya dari industri ponsel yang mampu menekan biaya produksi karena bisa memanfaatkan kemajuan teknologi dengan baik. ’’Teman-teman di EBT punya spirit seperti itu,’’ tambahnya.
Dia menekankan bahwa pemerintah telah berkomitmen untuk mengupayakan bauran energi dari EBT sebesar 23 persen pada 2025.
Untuk mencapai target tersebut, lanjut dia, ada tantangan disparitas pendapatan masyarakat. Tingginya kesenjangan pendapatan saat ini sangat memengaruhi daya beli untuk mendapatkan energi. ’’Saudara kita yang spending- nya 2 dolar per hari kan banyak, apakah kelompok ini yang akan ditinggal dari bauran energi? Tentu tidak,’’ tuturnya.
Adanya disparitas pendapatan itu mendorong pemerintah untuk terus mengupayakan harga energi yang semakin terjangkau, tetapi tanpa membebani keuangan negara. Dengan demikian, upaya efisiensi di berbagai rantai bisnis ketenagalistrikan harus dilakukan. Termasuk penyediaan listrik yang bersumber dari EBT.
Hal tersebut merupakan tujuan dari diterbitkannya Permen ESDM No 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Di dalamnya terdapat pengaturan harga jual listrik EBT. (dee/c7/sof)