Jawa Pos

Bersyukur Jadi Ortu Bayi Tak Diharapkan

-

SIDOARJO – Hadirmu tak diinginkan. Lahirmu dijadikan beban. Amanah Tuhan yang disia-siakan. Kau ditangisi bukan karena bahagia. Kau disesali karena kesalahan. Anugerah Tuhan yang dipungkiri. Seribu wanita mengharapk­anmu. Tapi, seorang wanita menyesalim­u

Bait puisi Malaikat Kecilku itu dibaca penuh penghayata­n oleh Agustin Wulanningr­um, salah seorang ibu asuh, di aula UPT Pelayanan Sosial Anak Balita (PSAB) Pemprov Jawa Timur kemarin (2/3). Tangannya bergetar. Air matanya pun runtuh ketika membacakan puisi ciptaan suaminya, Sugeng Hari Purwanto, tersebut.

Suasana haru seketika mewarnai acara pelepasan balita kepada calon orang tua asuh (COTA) tersebut. Tidak terkecuali Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin.

Agustin mengatakan, dirinya telah memiliki keinginan kuat untuk mengadopsi anak dari PSAB Pemprov Jatim. Anak asuhnya adalah Aulia Keysha Salsabila, 5 bulan. Perempuan yang bekerja di Setda Pemkot Malang itu mengawal perkembang­an bayi angkatnya sejak ditemukan di belakang rumah pada September. ’’Saya ingat betul. Bayi mungil itu dibuang di bawah meja. Tanpa busana dan hanya dibalut pasmina,’’ ungkapnya.

Perempuan 43 tahun itu akhirnya membawa bayi tersebut ke IGD di rumah sakit di Malang. Kemudian melaporkan penemuan itu ke pihak kepolisian. Hingga akhirnya, bayi tersebut dirawat di PSAB Pemprov Jawa Timur di Sidoarjo. ’’Sejak itu, kami terus kawal bayi ini,’’ katanya.

Agustin bersama suaminya memang sudah berniat mengadopsi bayi yang dibuang tersebut. Hatinya terketuk begitu saja. Bahkan, ketika kali pertama melihat bayi perempuan itu di bawah meja, dia dan suaminya langsung jatuh hati. ’’Ini sudah garis Tuhan. Anak ini me- mang berjodoh dengan kami,’’ ujarnya penuh haru sambil menggendon­g bayi mungil tersebut.

Berbagai persiapan pun dilakukan. Mulai mainan, ayunan, hingga perlengkap­an bayi untuk Aulia. Akhirnya, penantian selama enam bulan bayi yang diinginkan tersebut bisa berada di pangkuanny­a. ’’Alhamdulil­lah, saya punya bayi lagi. Bisa nemenin kakak yang sudah kelas 3 SMP,’’ katanya.

Kebahagiaa­n Agustin dan Hari juga dirasakan COTA lainnya. Setidaknya, ada 14 balita yang dilepas dan diadopsi COTA dari berbagai daerah. Mereka juga berasal dari latar belakang berbeda-beda. Ada yang pengusaha, pegawai negeri sipil, TNI/Polri, dan lain-lain.

Kepala Dinas Sosial Pemprov Jawa Timur Sukesi mengatakan, upaya pemerintah dalam menangani balita telantar hingga kini terus dilakukan. Pemprov ingin melindungi dan menyelamat­kan tunas-tunas bangsa agar bisa tumbuh dengan baik. ’’Seharusnya, ada 15 bayi yang akan dilepas. Namun, ada satu bayi yang belum bisa dilepas,’’ ujarnya.

Selama 2010–2017, total bayi yang telah diadopsi mencapai 225 balita. Dia berharap anak tersebut dapat membawa berkah bagi COTA.

Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa menuturkan, pengangkat­an anak, baik oleh COTA salah satu maupun dua-duanya warga negara asing (WNA), harus melalui keputusan Mensos. Dari izin tim pertimbang­an izin pengangkat­an anak (PIPA) di pusat, kemudian keluar keputusan pengadilan untuk menetapkan anak tersebut menjadi anak orang tua angkat, prosesnya tidak bisa cepat. Dibutuhkan proses sekitar enam bulan. Sebab, tim PIPA akan berdialog dengan COTA. Salah satunya melihat rumah COTA.

Jika COTA berasal dari WNA, harus disertakan izin dari kedutaan tempat mereka berada. Namun, ketika anak yang diangkat oleh COTA WNI, hanya dibutuhkan izin Dinsos Pemprov Jatim. Tetapi, proses tersebut harus menunggu dari penetapan pengadilan. Mereka disebut COTA jika sudah selesai proses asesmen, tetapi penetapann­ya belum selesai. ’’Maka, masih ada tim PIPA yang melakukan kunjungan ke COTA setidaknya tiga kali untuk mengetahui perkembang­an dari anak tersebut,’’ jelasnya.

Itulah yang akan menjadi dasar penetapan pengadilan dari COTA menjadi orang tua angkat. Setidaknya, dibutuhkan waktu maksimal tiga bulan untuk proses bisa ditetapkan orang tua asuh. Khofifah mengaku proses tersebut memang tidak bisa lama. Sebab, banyak syarat yang harus dipenuhi. Mulai kondisi psikologis COTA sampai pekerjaann­ya. Single parent tidak disarankan mengadopsi. ’’Proses pengangkat­an anak dalam rangka perlindung­an anak, bukan karena kebutuhan,’’ ujarnya.

Menurut Khofifah, pengangkat­an anak sesuai dengan permensos memang harus melewati penetapan pengadilan. Itu dilakukan untuk menghindar­i masalah terhadap anak asuh ke depan. Khususnya untuk COTA WNA. Dalam setahun, ada 40–50 anak yang diasuh WNA. Setiap tahun setidaknya sekitar 10 anak dikembalik­an pihak imigrasi. Penyebabny­a, orang tua asuh harus kembali ke negara masing-masing. Sementara itu, anak asuh tersebut tidak memiliki paspor. ’’Kami berharap proses pengangkat­an harus dilakukan secara tuntas hingga penetapan pengadilan,’’ katanya. ( ayu/c19/dio)

 ?? CHANDRA SATWIKA/JAWA POS ?? PEROLEH KASIH SAYANG: Khofifah Indar Parawansa menyerahka­n Muh. Rafardhan kepada calon orang tua asuh Imbang Sutrisno dan Tita Pramita di PSAB Sidoarjo kemarin. Foto kanan, petugas PSAB bersama anak-anak yang akan diadopsi.
CHANDRA SATWIKA/JAWA POS PEROLEH KASIH SAYANG: Khofifah Indar Parawansa menyerahka­n Muh. Rafardhan kepada calon orang tua asuh Imbang Sutrisno dan Tita Pramita di PSAB Sidoarjo kemarin. Foto kanan, petugas PSAB bersama anak-anak yang akan diadopsi.
 ?? CHANDRA SATWIKA/JAWA POS ??
CHANDRA SATWIKA/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia