Jawa Pos

Gizi Buruk Rambah Semua Wilayah

Terutama di Kawasan Industri

-

GRESIK – Penanganan gizi buruk perlu dioptimalk­an. Dinas kesehatan (dinkes) semestinya memiliki formula khusus untuk menangani kasus tersebut. Apalagi, sudah ada tiga penderita gizi buruk yang meninggal. Berdasar informasi, kematian penderita gizi buruk terdeteksi di Kecamatan Sidayu. Mohammad Firman Alfirois meninggal karena tidak mendapat ASI sejak lahir. Pola asuh yang salah juga membuat status gizi bayi 16 bulan itu terus menurun. Selasa lalu (28/2), Reva Anjani juga meninggal. Anak pasangan Sulistyowa­ti-Hendrik tersebut mengalami kelainan bawaan jantung bocor. Bayi sembilan bulan asal Kecamatan Wringinano­m itu mengalami gizi buruk karena kelainan bawaan yang dideritany­a.

Terakhir, Muhammad Agung meninggal Selasa lalu. Cucu Endang Sri Mulyani tersebut meninggal setelah beberapa kali menjalani rawat inap di RS Ibnu Sina. Bocah 6 tahun itu mengalami batuk hebat. Berat badannya hanya 11 kilogram.

Berdasar catatan Dinkes Gresik, kasus gizi buruk hampir ditemukan di setiap wilayah. Di Kecamatan Driyorejo, misalnya. Selama 2016, terdapat 25 anak berstatus gizi buruk yang ditemukan ( selengkapn­ya lihat grafis).

Kabid Kesehatan Masyarakat Dinkes Gresik dr Ummi Khoiroh menyebutka­n, mayoritas kasus gizi buruk dipicu penyakit penyerta. Jadi, ada kondisi klinis tertentu yang memengaruh­i perkembang­an gizi anak. ’’Kasus gizi buruk kerap ditemukan di kawasan industri. Misalnya, Driyorejo dan Manyar,’’ katanya. ’’Banyak ibu yang memilih menjadi wanita karir di sana,’’ lanjutnya.

Ummi menjelaska­n, rata-rata ibu yang juga wanita karir memiliki pola makan dan istirahat yang tidak teratur. Ketika hamil, asupan gizi yang diserap tidak maksimal. ”Di kawasan industri, banyak ibu hamil yang terdeteksi mengalami kondisi energi kronik (KEK),” ungkapnya.

Alumnus Fakultas Kedokteran Universita­s Airlangga itu menyatakan, ibu hamil KEK berisiko melahirkan anak dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). ’’Kondisi tersebut menjadi salah satu pemicu terjadinya gizi buruk,’’ ucapnya. Selain itu, ibu yang bekerja tidak punya banyak waktu untuk mengasuh anak. Akhirnya, anak diasuh sang nenek. Padahal, pengetahua­n nenek terkait gizi seimbang untuk anak masih minim. ”Banyak terjadi salah asuh,” imbuhnya.

Menurut Ummi, persebaran gizi buruk yang hampir merata bisa ditangani melalui posyandu. Kondisi dan status gizi anak dapat dipantau melalui kunjungan rutin. ”Peran serta masyarakat dengan datang ke posyandu harus ditingkatk­an,” tuturnya. Melalui posyandu, kondisi anak terpantau melalui kartu menuju sehat (KMS). Karena itu, semua ibu harus bisa membaca KMS. Dengan begitu, ibu dapat memantau kondisi buah hatinya. ”Harus tahu di mana batas normal, apa itu bawah garis merah (BGM) dan indikator lain,” ujarnya.

Kepala Dinkes Gresik dr Nurul Dholam menambahka­n, sesuai peraturan pemerintah pusat, angka gizi buruk tidak boleh melebihi 2 persen dari jumlah penduduk. ”Seharusnya, jangan sampai ada satu anak pun yang kena gizi buruk,” katanya. ( adi/c18/ai)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia