Usut Semua Penerima Aliran E-KTP
Pengembalian Dana Tidak Gugurkan Proses Pidana
JAKARTA – Integritas KPK sebagai garda terakhir pemberantasan korupsi bakal dipertaruhkan dalam menangani kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP)
Sebab, lembaga antirasuah itu dikatakan sudah menyebut aliran dana haram megaproyek itu dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Kini tinggal apakah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berani memproses para penerima rasuah tersebut sebagai tersangka. Meski banyak di antara mereka yang pejabat tinggi.
Irman dan Sugiharto merupakan mantan pejabat di Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri. Jika melihat isi dakwaan yang telah beredar luas, keduanya tidak tergolong aktor intelektual. Irman dan Sugiharto juga tak begitu banyak menikmati aliran dana dari megaproyek e-KTP. Ada sejumlah pihak yang memegang posisi penting di lembaga legislatif dan eksekutif yang mendapatkan aliran dana besar dari proyek tersebut.
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua mengingatkan KPK agar memproses semua pihak yang terlibat dalam perkara e-KTP. ”KPK dan pengadilan harus dikawal untuk menegakkan adagium dalam dunia hukum, yakni biar langit runtuh, hukum harus ditegakkan,” tegas pria asal Maluku itu.
Menurut Abdullah, semua pihak yang disebut dalam dakwaan menikmati aliran dana e-KTP harus diproses hukum. Sekalipun mereka telah mengembalikan uang yang diterima. ”Sebab, hal tersebut sudah jelas diatur dalam UndangUndang (UU) Tipikor,” ujarnya.
Abdullah menjelaskan, dalam pasal 12C UU Tipikor disebutkan, penerima gratifikasi harus melapor ke KPK dalam jangka waktu 30 hari setelah penerimaan. Jika lewat dari masa itu, apalagi pengembaliannya ketika terjadi penyelidikan dan penyidikan, hal tersebut sudah masuk kategori suap. ”Harus diproses hukum. Sebab, pengem- balian itu tidak bisa menghapuskan unsur pidananya,” terang dia.
Yang disampaikan Abdullah memang seperti yang terjadi pada penanganan perkara di KPK selama ini. Dalam beberapa kasus, pihak yang menikmati aliran dana haram kasus korupsi tetap dipidana. Salah satu kasus yang belum lama terjadi adalah suap yang dilakukan Gatot Pujo Nugroho (saat itu gubernur Sumatera Utara/ Sumut) kepada sejumlah anggota DPRD setempat.
Ketika perbuatan Gatot terungkap KPK, sejumlah anggota DPRD Sumut ramai-ramai mengembalikan uang yang pernah diterima dari Gatot. Tapi, satu per satu anggota DPRD Sumut akhirnya tetap diproses sebagai penerima suap. Termasuk mereka yang telah berstatus mantan anggota DPRD.
Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun mengungkapkan hal serupa. Dia meminta KPK dan perangkat hukum lainnya berfokus pada tugas masing-masing. ”Hambatan politik bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.”
Menurut Tama, saat ini publik sudah cerdas untuk menilai mana yang benar dan salah. ”Kalau politik urusannya menang kalah, kalau soal pembuktian itu soal benar dan salah,” terangnya.
ICW berjanji mengawal KPK agar berani menindaklanjuti namanama yang terseret dalam kasus e-KTP. Termasuk mereka yang sudah mengembalikan uang suap. ”Selebihnya, kita tunggu putusan yang berkekuatan hukum tetap. Kalau uang itu dimaksudkan untuk memuluskan e-KTP, berarti bisa dijerat pasal suap,” imbuhnya.
KPK menerima pengembalian uang Rp 250 miliar dari konsorsium sejumlah perusahaan dan 14 orang yang mayoritas anggota Komisi II DPR periode 2009–2014. Sayang, nama-nama itu masih dirahasiakan KPK.
Selain KPK, ICW mengingatkan publik agar juga ikut mengawasi hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Sidang kasus itu akan dipimpin lima hakim tipikor senior, yakni John Halasan Butar- Butar ( ketua), Franki Tambuwun, Emilia Djaja Subagia, Ansyori, dan Anwar.
Sejak kemarin dokumen yang diduga dakwaan Irman dan Sugiharto beredar secara viral. Dalam dakwaan itu terungkap peran dan aliran uang dari proyek e-KTP yang dianggarkan secara multiyear.
Salah satu nama yang ada dalam surat dakwaan yang bocor tersebut adalah Ketua DPR Setya Novanto. Ketua umum Partai Golkar itu kemarin menyangkal keterlibatannya dalam dugaan korupsi tersebut. Ketika kasus itu terjadi, pria yang akrab disapa Setnov tersebut menjabat ketua Fraksi Partai Golkar.
Dikonfirmasi terkait beredarnya dakwaan, KPK masih menutup diri. ”Kami belum tahu draf yang beredar benar atau tidak. Yang pasti, proses di KPK pasca pelimpahan ke PN (pengadilan negeri) sudah kami serahkan. Ada dakwaan dan berkas perkara untuk dua orang tersangka yang akan menjadi terdakwa,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kemarin. KPK juga tidak bisa memastikan dari pihak mana berkas itu bocor. (gun/tyo/bay/c9/ang)