Mayoritas Anggota Minta Tiga Fraksi ”Oposisi” Legawa
SIDOARJO – Partai-partai peraih kursi DPRD Sidoarjo kini benar-benar terbelah. Satu pihak pro hasil perubahan jabatan di alat kelengkapan dewan (AKD), satu kubu lainnya kontra alias ”oposisi”. Namun, mayoritas wakil rakyat berada dalam kubu yang pro. Yakni, ada 32 orang di antara total 50 anggota DPRD.
Partai yang berada di barisan ”oposisi” adalah PDIP dengan jumlah 8 orang, PAN (7 orang), dan PKS (3 orang). Jadi, total ada 18 orang. Pihak yang pro hasil perubahan AKD adalah PKB (13 orang), Gerindra (7 orang), Golkar (5 orang), Demokrat (4 orang), Nasdem (1 orang), PBB (1 orang), dan PPP (1 orang).
Seperti diberitakan kemarin, perpecahan anggota itu dipicu ”rebutan” jabatan komisi-komisi dan badan di dewan. Dari hasil paripurna pada Kamis (2/3), anggota dewan dari PDIP, PAN, dan PKS tidak mendapatkan banyak posisi di AKD tersebut. Baik sebagai ketua, wakil ketua, maupun sekretaris.
Senin lalu (6/3) tiga fraksi dari tiga partai ”oposisi” tersebut memboikot paripurna pemandangan umum tiga raperda yang saat itu dihadiri Bupati Saiful Ilah dan Wabup Nur Ahmad Syaifuddin. Padahal, paripurna tersebut sangat penting lantaran membahas nasib perda tentang sekolah gratis.
Ketua DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan menyatakan, berebut jabatan di AKD merupakan hal yang lumrah. Sebab, hal itu merupakan hak politik setiap fraksi. ”Sudah biasa. Itu hak politik,” ucapnya di gedung dewan kemarin (7/3).
Menurut Wawan, panggilan akrabnya, jika dewan tidak ingin terus dicap memperebutkan jabatan, solusinya hanya satu. Yakni, tiga fraksi yang menarik keanggotaan di komisikomisi harus legawa dengan hasil paripurna AKD pada 2 Maret lalu. ”Mereka harus mau menerima hasil paripurna,” tuturnya.
Dia menegaskan, paripurna penetapan AKD itu sudah dibahas dengan matang. Pada 27 Februari, badan musyawarah ( bamus) mengadakan rapat dan menetapkan paripurna AKD harus dilaksanakan pada 2 Maret. Nah, hasil bamus tersebut ditindaklanjuti dengan rapat pimpinan bersama ketua fraksi pada 1 Maret. Pertemuan itu menyepakati keputusan menyetujui adanya perombakan AKD.
Undangan paripurna akhirnya disebar. Setiap fraksi diminta untuk mengirim nama-nama anggotanya yang direposisi dari komisinya. Namun, dalam rapat yang dimulai pukul 15.30 itu, tiga fraksi justru menarik anggotanya. Wawan mengatakan, sebenarnya tidak ada yang salah dalam paripurna tersebut. Anggota yang datang sudah sesuai kuorum. Rapat juga sudah mengacu pada bamus. ”Saya juga bingung, salahnya apa?” ujarnya.
Disinggung soal beda pandangan dengan tiga fraksi yang berpedoman bahwa sesuai tata tertib DPRD pasal 63 ayat 4, minimal jumlah anggota komisi 11 dan maksimal 13 orang, Wawan berjanji akan berkonsultasi kepada gubernur. ”Apa pun hasil konsultasi nanti, kami terima. Termasuk kalau pemilihan AKD diminta diulang,” jelas kader dari PKB itu. Yang jelas, pihaknya juga mengacu pada aturan bahwa setiap anggota dewan harus bergabung di komisi-komisi.
Sementara itu, beberapa fraksi yang pro tidak sepakat dengan rencana pemilihan ulang AKD. Misalnya, Fraksi Golkar Bintang Persatuan. Menurut Ketua DPD Golkar Sidoarjo Warih Andono, AKD sudah menjadi keputusan politik dan tidak bisa diganggu gugat. ”Itu sudah kesepakatan antarfraksi. Sudah sah,” ucapnya.
Warih meminta tiga fraksi tersebut legawa. Menurut dia, keputusan itu merupakan konsekuensi memilih koalisi. Jika salah menetapkan pilihan, mereka tentu harus menerima. ”Dulu PAN dan Golkar tidak mendapatkan apa-apa, ya kami legawa,” jelasnya.
Pernyataan senada disampaikan Sekretaris Fraksi Gerindra Yunik Nur Aini. Dia mengungkapkan, kocok ulang pimpinan AKD sudah terlaksana. Menurut dia, sudah tidak ada masalah dalam perubahan itu.
Pada bagian lain, Ketua Fraksi PDIP Sidoarjo tetap bersikukuh bahwa AKD yang terbentuk tidak sah. Dia menyatakan, perselisihan di internal dewan itu bakal mengganggu kinerja legislatif. Misalnya, pengambilan keputusan. Dalam paripurna, pengambilan keputusan membutuhkan 2/3 anggota DPRD. Total koalisi yang pro hasil perubahan AKD itu hanya 32 orang. ”Padahal, penetapan keputusan 34 orang. Jadi, masih kurang,” jelasnya.
Tarkit menolak konsultasi persoalan ke pemprov. Konsultasi harus dilakukan langsung ke Kemendagri. Sebab, Kemendagri yang mengetahui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD. (aph/c6/hud)