Jawa Pos

Hannah Duta PBB, Nova Tempat Curhat

Maret adalah bulan perempuan. Tiap 8 Maret, perempuan di dunia memperinga­ti Hari Perempuan Internasio­nal, mengusung isu kesetaraan gender. Di tanah air, isu kampanyeny­a lebih beragam, mulai kesetaraan hingga lingkungan. Banyak figur publik yang terlibat.

-

KANCA wingking (teman di dapur) dan swarga nunut neraka katut (ke surga ikut, ke neraka pun turut) adalah istilah yang menggambar­kan posisi perempuan yang inferior

Hal itu coba didobrak. Selain menyuaraka­n kesetaraan gender, banyak perempuan yang aktif berkontrib­usi di bidang sosial dan kemanusiaa­n.

” Yang bilang feminisme ga cocok sama budaya Indonesia, dapat salam dari Cut Nyak Dhien, Kartini, Martha Christina Tiahahu #FeminisInd­onesia.” Tulisan di selembar kertas karton A3 itu ditenteng Hannah Al Rashid saat mengikuti kegiatan Women’s March di Jakarta, 4 Maret lalu.

Dengan bersemanga­t, Hannah mengajak partisipan yang hadir di acara itu untuk bersuara menyikapi isu-isu perempuan. ”Dari dulu memang ngikutin (isu perempuan),” ujar aktris yang pernah bermain di Warkop DKI Reborn tersebut.

Hannah bukan satu-satunya selebriti yang berpartisi­pasi di kegiatan itu. Ada Melanie Subono, Nino Fernandez, Nova Eliza, dan Arie Kriting yang juga ikut menyuaraka­n kesetaraan perempuan. Mereka membaur dengan ratusan orang berbagai usia di acara yang digelar di Silang Monas tersebut. ”Masih banyak keluhan dari kami perempuan Indonesia,” ujarnya bersemanga­t.

Gerakan perempuan pernah dilakukan di Amerika Serikat (AS) pada 21 Januari lalu. Ratusan ribu demonstran yang mayoritas perempuan turun ke jalan untuk menolak Donald Trump sebagai presiden AS. Saat kampanye, cerita tentang Trump yang merendahka­n perempuan memang beberapa kali menghebohk­an publik Amerika.

Menurut Hannah, hingga saat ini pun, masih banyak perempuan yang mendapat perlakuan kurang menyenangk­an. ”Kami masih diinjak-injak, masih ditindas, masih tidak dapat hak yang setara segala macam, jadi memang penting. Dan sekarang sudah saatnya elo dengerin gue,” ungkapnya.

Lantangnya suara Hannah menyikapi isu-isu feminisme tersebut mendapat pengakuan Perserikat­an Bangsa-Bangsa (PBB). Karena itu, tahun lalu PBB pun mendapuk perempuan 31 tahun tersebut sebagai duta gender equality (kesetaraan gender) di Indonesia.

Isu kekerasan terhadap perempuan juga menjadi concern Hannah. Data Komnas Perempuan menjadi peganganny­a. Tercatat, sepanjang 2016, terdapat 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan. Tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Bagi Hannah, itu tak bisa ditolerans­i. ”Makanya, saya senang berpartisi­pasi (di Women’s March, Red),” imbuh seleb berdarah BugisPranc­is tersebut.

Selain Hannah, ada Nova Eliza yang ambil bagian dalam Women’s March Jakarta. Menurut dia, budaya patriarki masih sangat terasa di Indonesia, terutama di daerah. Perempuan masih dianggap lebih rendah daripada lelaki. Anggapanan­ggapan seperti itu sudah waktunya dihilangka­n. ”Caranya, tidak hanya mengedukas­i perempuan, tetapi juga laki-laki,” tutur aktris 36 tahun tersebut.

Terlebih, Nova melihat tak sedikit perempuan yang menjadi korban kekerasan. Baik secara fisik maupun verbal. Sayang, banyak yang tidak berani melaporkan kejadian pilu yang menimpa mereka. Karena itu, perempuan kelahiran Aceh, 4 Juni 1980, tersebut menggagas Suara Hati Project pada Desember 2015.

Suara Hati berfokus pada pencegahan kekerasan terhadap perempuan dalam segala bentuk. ”Sekaligus menjadi reminder kepada semua elemen masyarakat bahwa tingkat kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih tinggi,” paparnya.

Bersinergi dengan Komnas Perempuan, Suara Hati menjadi sahabat dan tempat curhat bagi mereka yang mengalami kekerasan, tapi selama ini tidak berani mengungkap­kan apa yang dirasakan. ”Terharu ketika mereka datang kepada kami dan akhirnya berani bercerita. Kami berusaha menjadi pendengar yang santun,” ungkap Nova yang ketika dihubungi kemarin (11/3) sedang berada di Bangkok.

Menurut ibunda Naima Malika, 8, tersebut, hal itu sudah merupakan capaian tersendiri bagi Suara Hati Project. ”Sebab, sering kali tidak mudah bagi perempuan korban kekerasan punya keberanian bersuara,” ucapnya.

Berangkat dari latar belakang seni, Nova menggerakk­an Suara Hati sebagai proyek kebudayaan, seni, dan sosial budaya sebagai bentuk apresiasi terhadap kaum hawa di Indonesia. Di antaranya melalui pameran seni dengan tajuk ”Stop Violence with Art” dengan pesan sosial pencegahan kekerasan terhadap perempuan pada 2015 dan 2016. Di dalamnya ada foto, tari, musik, dan seni bertutur. Suara Hati juga menggalang donasi untuk perempuan korban kekerasan.

Kemudian, dalam rangka Internatio­nal Women’s Day 8 Maret lalu, Suara Hati menggelar kampanye #SuaraHatiL­elaki yang memberikan support terhadap perempuan. Tak bisa dimungkiri, mayoritas kaum lelaki yang menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan. ”Lewat #SuaraHati Lelaki diharapkan bisa membuka mata kaum laki-laki untuk lebih peduli dan bersama-sama mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan,” tuturnya.

Selain Hannah dan Nova, nama yang juga getol mengusung isu sosial kemanusiaa­n adalah Melanie Subono. Selain di dunia seni, Melanie aktif dalam gerakan HAM, pendidikan, hingga lingkungan. Duta Buruh Migran Indonesia, Duta Anti Perbudakan, Sahabat Walhi, serta Duta Unicef adalah beberapa predikat yang disandangn­ya.

Perempuan yang lahir di Jerman pada 20 Oktober 1976 itu punya dasar kuat memilih jalan sebagai aktivis. ”Ada satu hal yang saya percaya: tidak ada sesama makhluk hidup yang berhak mengambil nyawa, menginjak, atau menindas makhluk hidup lainnya,” tegas Melanie kepada Jawa Pos kemarin.

Melanie percaya semua yang diciptakan Tuhan adalah sama. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Dari situlah, anak promotor musik Adrie Subono itu terdorong untuk menyuaraka­n hak makhluk hidup sebagai aktivis. Bukan hanya perempuan, tapi juga semua manusia dan lingkungan.

Bagi Melanie, semua kasus yang telah dijalani dirasakann­ya sangat spesial. Dengan setiap permasalah­an dan segala sesuatu yang ada di dalamnya. ”Satu hal yang sangat membuat saya terpesona adalah kesamaan yang saya temukan di semua kasus. Bahwa manusia bisa menjadi sangat rakus dan tidak peduli nyawa demi uang,” imbuh perempuan yang masih memiliki hubungan keluarga dengan mantan Presiden B.J. Habibie itu.

Tak hanya bersuara, Melanie juga melakukan gerakan nyata dengan mendirikan Rumah Harapan. Dalam sembilan tahun terakhir, program tersebut berhasil menghadirk­an puluhan sekolah nonformal untuk anakanak, pemberian bantuan di area bencana, hingga aksi sosial bagi masyarakat miskin yang kesulitan dana berobat.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah punya cara lain untuk menunjukka­n bahwa perempuan bisa setara dengan laki-laki. Setidaknya, setengah hidup Anis dihabiskan untuk membela buruh migran yang haknya direnggut. Apalagi, mayoritas buruh migran adalah tenaga kerja wanita (TKW).

Terlahir di lingkungan yang kebanyakan warganya bekerja sebagai buruh migran membuat Anis tahu betul masalah-masalah yang kerap menimpa mereka. ” Tetangga saya di Bojonegoro itu mayoritas buruh migran. Anak-anak mereka yang adalah teman kecil saya dititipkan kepada sang nenek,” kata Anis kepada Jawa Pos Jumat (10/3).

Kendati orang tua teman-teman kecil Anis bekerja di luar negeri, kehidupan mereka di kampung tidak pernah beranjak jauh dari garis kemiskinan. Mereka tetap saja hidup dalam kesusahan. Bukan hanya itu, masalah lain muncul ketika para buruh migran tersebut kembali dengan serangkaia­n masalah. Ada yang mengalami penyiksaan, gajinya tidak dibayar, tersangkut kasus kriminal, dan yang lainnya. ”Dan yang mengalamin­ya kebanyakan perempuan,” ucap Anis.

Saat kuliah, pandangan Anis semakin terbuka tentang fenomena yang sudah begitu akrab dengannya itu. Satu kasus yang menimpa buruh migran di Arab Saudi membuatnya tergerak untuk turun langsung membela hak-hak mereka. ”Waktu itu, ketika saya kuliah di Jember, ada berita TKW diperkosa di Arab. Dari situ saya mulai ikut diskusi dan gabung dengan LSM yang concern pada isu buruh migran. Saya mulai aktif pada 1997,” ungkapnya.

Makin mendalami isu itu, Anis makin paham bahwa masalah yang muncul tersebut masalah struktural soal perempuan. Dari kasus-kasus yang pernah didalaminy­a, perempuan selalu jadi korban. Entah kekerasan, entah pemerkosaa­n, atau sebagainya. ”Ketika kembali, mereka kesulitan untuk mengakhiri kemiskinan mereka,” kata alumnus Fakultas Hukum Universita­s Jember itu.

Dari kejadian-kejadian yang ada tersebut, Anis makin merasa ingin punya kontribusi. Maka, bergabungl­ah Anis dengan Solidarita­s Perempuan Jawa Timur. Saat itu organisasi tersebut merupakan satu-satunya organisasi perempuan yang mengadvoka­si buruh migran.

Dengan jam terbang yang semakin banyak, pada 2004, bersama empat temannya, Wahyu Susilo, Mulyadi, Alex Ong, dan Yohanes Budi Wibawa, Anis mantap membangun LSM Migrant Care yang berfokus melakukan advokasi buruh migran.

Perjuangan Anis membela buruh migran ternyata tidak selalu mulus. Dia malah sering sekali mendapat ancaman saat sedang melakukan advokasi. Mulai dicurinya data milik Migrant Care, diteror melalui telepon, hingga didatangi orang tak dikenal pernah dialami Anis. ”Dua tahun lalu malah saya pernah dikriminal­isasi. Saya dibantu Dewan Pers sampai akhirnya kasus selesai.” (tyo/nor/glo/and/c9/owi)

 ??  ?? HANNAH AL RASHID • Duta kesetaraan gender PBB • Aktif kampanye anti kekerasan terhadap perempuan MELANIE SUBONO • Duta UNICEF dan duta anti perbudakan • Inisiator Gerakan Rumah Harapan NOVA ELIZA Inisiator proyek Suara Hati Advokasi perempuan korban...
HANNAH AL RASHID • Duta kesetaraan gender PBB • Aktif kampanye anti kekerasan terhadap perempuan MELANIE SUBONO • Duta UNICEF dan duta anti perbudakan • Inisiator Gerakan Rumah Harapan NOVA ELIZA Inisiator proyek Suara Hati Advokasi perempuan korban...

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia