Presiden Dukung Langkah KPK
Usut Tuntas Korupsi E-KTP
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat sokongan moral sangat penting dalam mengusut kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e- KTP). Dukungan itu datang dari orang nomor satu di negeri ini, Presiden Joko Widodo ( Jokowi).
Jokowi yakin KPK bertindak profesional dalam skandal korupsi berjamaah yang diduga menyeret puluhan politikus itu. Hanya, saat disinggung mengenai salah seorang anggota kabinetnya yang diduga terlibat, yakni Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna H. Laoly, Jokowi tidak berkomentar banyak
Sebetulnya, kalau e-KTP ini jadi dan benar, kita bisa selesaikan banyak sekali masalah. Sekarang menjadi bubrah semua garagara anggarannya dikorup.” Presiden Jokowi
”Asas praduga tak bersalah. Sudah, serahkan ke KPK,” kata Jokowi di kompleks JIExpo, Kemayoran, Jakarta, kemarin (11/3).
Menurut surat dakwaan jaksa KPK, Yasonna diduga ikut mene- rima aliran duit panas proyek e-KTP. Besarnya USD 84 ribu atau sekitar Rp 1,1 miliar. Saat pembahasan proyek tersebut, Yasonna masih menjadi anggota DPR dari PDI Perjuangan.
Jokowi mengakui, kasus e-KTP merupakan problem besar bagi negara. ”Sebetulnya, kalau e-KTP ini jadi dan benar, kita bisa selesaikan banyak sekali masalah.”
E-KTP sejatinya mempermudah penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan (NIK) secara nasional. Semua urusan administrasi bisa lebih mudah bila menggunakan e-KTP. Misalnya, pembuatan paspor. Tidak perlu lagi ribet memfotokopi KTP. Begitu pula dengan pengurusan SIM, pajak, perbankan, hingga urusan pemilu dan pilkada.
Sistem itulah yang sejak awal menjadi rancangan besar dalam pembuatan e-KTP. Targetnya adalah semua urusan administrasi bisa menjadi lebih mudah. ”Se- karang menjadi bubrah semua gara-gara anggarannya dikorup,” kata Jokowi.
Jokowi menyatakan, meledaknya kasus e-KTP berdampak luas pada kelanjutan program tersebut. Kekurangan blangko dan keterlambatan pencetakan merupakan imbas dari kasus tersebut. ”Kami mohon maaf kalau masih ada problem seperti itu,” katanya.
Di Kemendagri, ujar Jokowi, banyak yang resah dan ragu untuk mengambil tindakan karena takut disangkutkan dengan kasus itu. ”Supaya diketahui, di Kemendgari yang dipanggil KPK itu ada 32 (orang). Bolak-balik,” katanya.
Sementara itu, untuk membuktikan keterlibatan elite politik dalam korupsi berjamaah e-KTP, KPK mencermati fakta hukum di sidang mendatang. Penyebutan nama-nama besar dan perusahaan konsorsium yang diungkap dalam pembacaan surat dakwaan pada Kamis lalu (9/3) merupakan langkah jaksa untuk melengkapi unsur memperkaya orang lain dan korporasi sebagaimana diatur dalam pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa KPK akan menghadirkan 133 saksi. Sepuluh saksi akan dihadirkan di sidang lanjutan Kamis (16/3). Mereka akan diminta bersaksi seputar rangkaian awal penyusunan anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun. ”Karena dakwaan kami tentang anggaran, jadi kami akan panggil saksi-saksi yang berkaitan dengan penganggaran,” ujar jaksa KPK Irene Putri kepada Jawa Pos.
KPK sebenarnya menyiapkan 173 saksi untuk terdakwa Irman, mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri. Selain itu, komisi antirasuah menyiapkan 294 saksi untuk terdakwa Sugiharto, mantan anak buah Irman. Namun, jumlah saksi tersebut terpaksa dipangkas menjadi 133 dengan alasan efisiensi. ”Itu satu-satunya cara untuk (menyiasati) saksi yang banyak,” kata Irene.
Semua saksi akan mewakili tiga kluster. Yakni, pemerintah, DPR, dan korporasi. Khusus untuk kalangan legislatif, Irene menyatakan bakal menghadirkan namanama besar yang memiliki keterlibatan sentral di rangkaian peristiwa korupsi e-KTP. ”Bahwa dalam rangkaian akan ada pihak lain yang akan berkembang, itu sangat dimungkinkan,” ujarnya.
Uang haram yang disebutkan dalam dakwaan ditengarai kuat sudah mengalir ke pihak-pihak berkepentingan dalam proyek e-KTP. Baik ke kelompok eksekutif, legislatif, maupun korporasi. Para anggota DPR periode 2009–2014 yang diduga menikmati aliran dana harus membuktikan bahwa mereka benar-benar tidak menerima uang. ”Tentu kami sudah memiliki dua alat bukti (sebelum memutuskan untuk menyebutkan nama-nama besar, Red).”
Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap ada informasi signifikan yang muncul dalam persidangan. Itu akan memuluskan proses pembuktian. Juga, membantu KPK mengembangkan dugaan keterlibatan pihak lain. ”Dari situ kami akan kembangkan perkara ini,” ungkapnya kemarin.
Mengenai 14 orang yang mengembalikan uang ke KPK, Febri mengungkapkan, dua di antaranya merupakan terdakwa e-KTP yang tengah di sidang. Selebihnya berasal dari kluster DPR yang menjabat saat proyek e-KTP dibahas di parlemen. ”Untuk detail (namanama anggota DPR yang mengembalikan uang, Red), kami belum bisa sebutkan,” katanya.
KPK memiliki bukti permulaan yang cukup sebelum memastikan bahwa nama-nama anggota DPR itu terlibat dalam kasus e-KTP. Mayoritas sudah diklarifikasi saat penyidikan. ”Anggota DPR yang ingin kooperatif dengan KPK, termasuk juga pengembalian uang itu, akan lebih baik sebenarnya,” kata Febri.
Desakan agar KPK membuka semua nama anggota DPR yang terlibat korupsi e-KTP terus disuarakan. Aktivis Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menyatakan, hal itu mempermudah antisipasi serangan balik oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan pengusutan e-KTP. ”Kami memahami hitungan strategis KPK. Tapi, itu bisa merugikan KPK sendiri dari potensi serangan balik,” tuturnya. (tyo/byu/c10/ca)