Susah Cari Perajin Topeng
” AKHIR-AKHIR ini sangat susah mencari perajin topeng,” ujar Tri Handoyo sambil sibuk mewarnai puluhan topeng karyanya.
Pernyataan Handoyo itu bukan tanpa alasan. Di sanggar topeng Asmoro Bangun miliknya, hanya tersisa lima orang, termasuk dirinya, yang mau membuat topeng. ”Sebelumnya, ada sekitar delapan orang, tapi mrothol satu per satu,” bebernya.
Membuat topeng memang butuh keterampilan dan ketelatenan. ” Tapi, yang terpenting adalah kesungguhan hati,” imbuh bapak dua anak tersebut.
Dia masih ingat betul saat membuat topeng pertamanya pada 1992. Mei tahun itu, sekitar tiga bulan setelah ayahnya, Taslan Harsono, meninggal dunia, ibu Handoyo mengeluh kepadanya. ”Nak, ini ada pesanan topeng. Kalau kamu tidak membuat topeng, keluarga kita tidak akan makan,” tutur Handoyo, menirukan perkataan ibunya, Rasinah.
Padahal, sebelumnya dia selalu ogah belajar tentang topeng. Menurut dia saat itu, topeng Malang tidak punya masa depan. Bimbingan dari sang kakek, Karimoen, membuat dia bergerak. ”Itu topeng pertama dibuat dengan susah payah,” kenang dia, lantas tertawa.
Topeng pertamanya itu menjadi penanda awal dirinya masuk ke dunia topeng. Order untuk membuat topeng terus mengalir. Baik untuk hiasan atau pentas. Mulai topeng besar sampai gantungan kunci. Handoyo sempat mendapat tawaran untuk mengekspor topeng ke Belanda.
Namun, karena keterbatasan pekerja dan alat, dia tidak bisa memenuhi target. Saat ini antrean untuk inden topeng bisa mencapai dua bulan. ”Saat ini kami kewalahan. Tenaganya tidak ada,” keluhnya.
Rina Nurhayati, alumnus Program Studi Pendidikan Seni Rupa Universitas PGRI Adibuana (Unipa) Surabaya, menulis dalam skripsinya bahwa topeng panji Malang khas Karimoen memiliki ciri-ciri dari simbol, warna, dan ornamen. Maknanya berbeda dengan topeng dari daerah lain.
Makna filosofis pada karakter tokoh protagonis digambarkan sebagai sosok yang baik. Seluruh estetika simbol, warna, dan ornamen yang mendukung punya makna yang baik.
Makna filosofis karakter tokoh antagonis diwujudkan sebaliknya. Sedangkan karakter tokoh penghibur digambarkan sebagai tokoh berwajah jelek, lucu, secara jasmaniah cacat, serta secara psikologis setia dan rela mengabdi kepada kaum bangsawan dan kesatria. (aji/c11/dos)