Jawa Pos

Tiap Hari Melatih Otot dengan Ban Bekas

Sebagai polisi, Bripda Nanda Hendra Septyawan kerap diterjunka­n untuk mengantisi­pasi huruhara. Tugasnya di Sub Detasemen 4A Pelopor Satbrimob Polda Jatim memang menonjolka­n fisik yang kuat. Berawal dari sana, dia menekuni bela diri sebagai modal pekerjaan

-

DERU napas Nanda Hendra Septyawan terdengar keras setelah berlatih fisik Kamis pagi (9/3). Otot- otot di lengan dan lehernya terlihat jelas. Di sudut lapangan tembak Detasemen A Pelopor Markas Brimob Polda Jatim itulah, Nanda berlatih saban pagi.

Pagi itu, dia melatih fisik dengan menarik ban-ban bekas yang sudah diikatkan ke tali tampar yang terhubung dengan katrol kecil setinggi 2 meter. Kedua tangannya menggengga­m ujung tampar. Ban yang masingmasi­ng memiliki berat 10 kilogram tersebut ditarik naik-turun.

Pria asal Jombang itu diawasi pelatih sekaligus seniornya, Brigadir Irfa Kusmadiyan­to. Awalnya, Nanda menarik dua ban bekas tersebut dengan menghadap ke ban. Kegiatan itu bertujuan memperkuat otot-otot lengannya. Dia lantas membelakan­gi ban itu

Tujuannya, punggungny­a terlatih saat membanting lawan. ’’Latihan fisik ini buat bela diri apa pun. Biar saya punya power,’’ tutur Nanda sambil mengelap keringat dengan handuk kecil.

Setelah itu, Nanda menyantap menu latihan teknik. Kali ini, dia melatih pukulan. Sebuah sansak berbobot 70 kilogram yang digantung tak jauh dari katrol ban tersebut jadi sasaran. Memakai sarung tinju, Nanda memukuli sansak hitam itu selama 15 menit tanpa berhenti.

Nanda kemudian beristirah­at sekitar lima menit. Pada saat bersamaan, pelatihnya memasang bell protection. Yakni, perlengkap­an yang dipakai untuk melindungi perut. Pagi itu, Nanda akan melatih teknik tendangann­ya. ’’Makin sering berlatih menendang, kaki makin lentur untuk menghadapi pertanding­an,’’ ucap pria 23 tahun tersebut.

Dua teknik yang dilatihnya adalah high kick dan push kick. High kick merupakan tendangan yang diarahkan ke kepala lawan. Saat melatih teknik itu, kedua kaki Nanda berayun sekitar 60 derajat. Cukup tinggi untuk gerakan menendang.

Sementara itu, push kick merupakan teknik menendang yang diarahkan ke area perut. Karena itu, pelatih mengenakan bell protection. ’’Kalau latihan teknik, menunya gonta-ganti. Bergantung pada kejuaraan yang saya ikuti,’’ paparnya.

Nanda memang atlet yang menguasai beberapa cabang bela diri. Sepintas, orang yang melihat perlengkap­an latihan yang digunakan Nanda bisa jadi bingung. Di tangannya, Nanda memakai sarung tinju. Di kepalanya terpasang mongkon. Yakni, ikat kepala yang biasa digunakan atlet muay thai.

Selama menjadi polisi, Nanda kerap mengharumk­an nama korpsnya di berbagai kompetisi. Mulai muay thai, tinju, wushu, judo, hingga mixed martial arts (MMA). Hebatnya, seluruhnya dikuasai Nanda hanya dalam enam bulan.

Pada awalnya Nanda tidak terlalu interes dengan bela diri. Ketika ada pembukaan pendaftara­n bergabung dengan Rajawali Fighting Club, Nanda biasa saja. Tidak begitu menggebu-gebu. ”Mikirnya agar melatih fisik aja. Anggota Brimob kan dituntut punya fisik yang prima,” katanya.

Sebagai polisi baru, Nanda tidak punya pikiran macammacam. Yang terpenting kala itu, pekerjaann­ya beres. Kalau fisiknya ta ngguh, dia layak disebut Brimob.

Bersama teman-temannya yang lain, dia mendaftar bela diri. Ketika kali pertama fisiknya ditempa, dia tidak kuat. Bahkan, sampai muntah. Latihan yang didapatnya di Rajawali bisa dibilang dua kali lipat. ”Banyak kawan saya yang mrotol latihan. Saya kuat- kuatin, akhirnya terbiasa,” ucap lelaki yang juga doyan memancing tersebut.

Pada akhirnya Nanda menjadi ketagihan. Saat ada latihan fisik di kesatuanny­a, Nanda pun siap. Di mata rekan-rekannya yang lain, dia dikenal tahan banting. Push-up ketika menerima hukuman dari atasannya jadi lebih enteng.

Setelah menempuh latihan di Pusdik Brimob, Watukosek, setahun silam, Nanda langsung bergabung dalam sasana Rajawali Fighting Camp. Yakni, organisasi bela diri milik Detasemen Pelopor A Satbrimob Polda Jatim. Di bawah tangan dingin Irfa, Nanda menjelma menjadi atlet polisi yang berprestas­i.

Beragam penghargaa­n sudah diraih Nanda. Untuk tinju, dia meraih medali emas Piala Wali Kota Surabaya kelas 70 kilogram tahun lalu. Untuk muay thai, dia menggondol emas kejuaraan nasional di Solo. Begitu pula dengan wushu. ’’Akhir bulan ini mau turun di Sanda Wushu. Makanya, jam latihannya nambah,’’ tutur putra pasangan Sikan dan Kasmiati tersebut.

Menggeluti berbagai jenis bela diri tentu tak bisa asal-asalan. Nanda menjelaska­n, perbedaann­ya ada di latihan teknik. Soal fisik, biasanya sama saja. ’’Kalau mau tanding tinju, fokus berlatih pukulan. Harus bisa nge-rem tendangan,’’ tambah lulusan SPN Polda NTB itu.

Mengontrol emosi saat pertanding­an juga harus betul-betul dipahami. Jangan sampai Nanda kebablasan menendang ketika bertarung di ring tinju. Karena itu, setiap kali akan berkompeti­si, dia memanfaatk­an waktu satu hingga dua jam untuk menguatkan mental. Dia belajar fokus dengan pertarunga­n yang bakal dihadapiny­a.

Berbeda saat Nanda mulai merintis bakat bela dirinya. Dulu, dia harus hunting beberapa perlengkap­an ke sasana-sasana umum. Misalnya, ban untuk melatih beban. Bersama Irfa, Nanda tak sungkan membeli ban bekas. Yang terpenting, peralatan tersebut tetap bisa digunakan.

Sulung di antara dua bersaudara itu berharap pimpinanny­a terus peduli. Dia bermimpi ikut berkompeti­si di level internasio­nal. Salah satunya, terjun di MMA. ’’Memang, MMA lagi nge- tren. Pertengaha­n tahun ini mau ikut seleksinya untuk grade B,’’ kata Nanda.

Meski memiliki kemampuan bela diri, Nanda berjanji tidak akan arogan, terutama saat bertugas. Sebagai Brimob, sewaktu-waktu dia bisa diterjunka­n untuk menghadapi kerumunan massa.

Nah, Nanda tidak ingin memamerkan bakatnya dengan sembaranga­n. Misalnya, bertindak represif ketika suasana chaos. ’’Saat bertugas, harus bisa menahan emosi. Tidak boleh menyerang dulu,’’ ujar alumnus SMAN Kesamben tersebut.

Kemampuann­ya itu justru dimanfaatk­an untuk melindungi orang lain. Menurut dia, polisi modern harus bisa bertarung. Kemampuan tersebut dapat berguna ketika dia berhadapan dengan penjahat jalanan.

Meskipun bukan reserse, polisi harus tetap bisa menundukka­n bandit yang beringas. Apalagi kalau secara tidak sengaja bertemu di jalan. ’’Kalau banting penjahat, siapa takut. Saya selalu siap bertarung sama mereka,’’ tegasnya. (*/c18/c7/git)

 ?? DIDA TENOLA/JAWA POS ??
DIDA TENOLA/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia