Jawa Pos

Penyelamat

Emosi warga kerap kali memuncak ketika mendapati pelaku kejahatan tertangkap tangan saat beraksi. Tidak hanya dipukuli, bahkan nyawa si pelaku diambil tanpa proses peradilan.

-

MINGGU pagi (29/1) yang tenang di Desa Kedungpand­an, Jabon, mendadak mencekam. Saat matahari belum sepenuhnya keluar dari peraduan, puluhan orang sudah berduyun-duyun ke area persawahan. Mereka tidak hendak bercocok tanam. Melainkan berusaha menangkap komplotan begal.

Beberapa saat sebelumnya, massa terhenyak dengan teriakan minta tolong dari area persawahan. Bela- kangan, diketahui itu teriakan Poniran. Lelaki 48 tahun tersebut ditemukan bersimbah darah.

Warga setempat itu menderita luka parah di tangan kanan. Poniran mengaku nyaris menjadi korban komplotan begal. Upaya komplotan penjahat itu gagal karena Poniran melawan sembari berteriak minta tolong

Menurut Poniran, komplotan begal itu terdiri atas empat orang. Mereka berbonceng­an dengan dua motor, Honda Beat dan Suzuki Satria. Karena tersudut, keempatnya memacu motor ke utara untuk melarikan diri.

Massa tidak kurang akal. Begitu mendapati pelaku sudah tidak berada di lokasi kejadian, beberapa orang mengontak warga di ujung jalan yang dilalui komplotan begal. Mereka diarahkan untuk menutup jalan dengan tumpukan kayu dan bambu.

Dua begal yang berbonceng­an dengan Honda Beat berusaha menerabas portal dadakan itu dengan melaju kencang. Nahas, mereka malah tersungkur. Di sisi lain, dua pelaku yang menunggang­i Suzuki Satria dapat melenggang. Sebab, sebagian tumpukan kayu di tengah jalan sudah terbuka setelah tabrakan pertama.

Sejumlah warga yang sudah bersiap dengan mudah menangkap dua pelaku yang terjatuh. Namun, penangkapa­n bandit itu tidak dilaporkan kepada polisi. Sejumlah warga malah menjadikan momentum tersebut untuk melampiask­an amarah. Dua pelaku yang masih muda tentu saja tak kuasa melawan warga yang kian banyak. Mereka hanya bisa pasrah saat menjadi sasaran pukulan dan tendangan sampai tewas di tempat kejadian perkara (TKP).

Warga tidak lantas puas meski para pelaku sudah tewas. Mereka ganti mengalihka­n perhatian ke motor pelaku. Dalam sekejap, kendaraan roda dua itu disulut api. Massa yang telanjur jengkel juga menyeret salah seorang pelaku yang sudah tewas ke dalam saluran irigasi sawah.

Minggu berdarah itu merupakan aksi amuk massa kali pertama tahun ini. Insiden tersebut seakan mengulang peristiwa tahun sebelumnya.

Awal tahun lalu, persisnya 1 Februari, amarah massa juga memaksa dua pelaku pencurian dengan kekerasan (curas) meregang nyawa di Desa Trosobo, Taman. Mereka sebelumnya menjambret kalung emas. Teriakan korban yang sadar bahwa dirinya telah menjadi korban kejahatan jalanan spontan mengundang massa untuk berdatanga­n.

Massa yang terdiri atas banyak orang tidak kesulitan menangkap pelaku. Beberapa orang sudah terpancing emosi dan langsung main hakim sendiri. Mereka menjadikan para pelaku sebagai sasaran amarah. Tidak keting- galan, motor yang digunakan si penjahat untuk beraksi juga menjadi objek pelampiasa­n.

Dua kejadian mengerikan itu tentu saja disayangka­n banyak pihak. Sebab, aksi main hakim sendiri oleh massa telah mencederai hak asasi manusia (HAM) pelaku. ”Seharusnya diserahkan kepada pihak yang berwenang untuk diproses secara hukum,” kata Kapolresta Sidoarjo Kombespol Muhammad Anwar Nasir.

Anwar mengungkap­kan, budaya main hakim sendiri harus dihilangka­n dari benak masyarakat. Jangan sampai keinginan untuk menegakkan keadilan dengan menangkap pelaku justru kebablasan dengan melanggar hukum. ”Sungguh tidak adil,” ucap perwira dengan tiga melati di pundak tersebut.

Menurut dia, partisipas­i untuk tidak bertindak semaunya terhadap pelaku kejahatan harus muncul pada diri setiap individu. Dengan begitu, penegakan hukum di Kota Delta dapat berjalan dengan semestinya. Anwar menambahka­n, tindakan menganiaya pelaku kejahatan juga tidak dibenarkan oleh undang-undang (UU). ”Sebaliknya, masyarakat yang dapat menghalang­i masyarakat lain melakukan aksi main hakim sendiri akan saya beri penghargaa­n,” ungkap mantan Kapolres Nganjuk tersebut.

Ya, memberikan reward bagi mereka yang mampu melindungi pelaku kejahatan dari amuk massa memang menjadi salah satu cara polisi untuk menekan tingginya angka amuk massa. Mereka berharap aksi para penyelamat itu ditiru warga lain. Beberapa orang pernah mendapat apresiasi tersebut. Di antaranya, Basori dan Murdoto.

Basori mendapat penghargaa­n dari polisi setelah menyelamat­kan nyawa begal yang dikepung massa di Pasar Tebel, Gedangan. ”Masih pagi kejadianny­a, sekitar pukul 06.30. Saya sedang dalam perjalanan menuju balai desa,” tutur pria 53 tahun yang menjadi kepala Dusun Tebel Barat, Desa Tebel, tersebut.

Saat melintas di sekitar pasar, perhatiann­ya tertarik pada kerumunan orang. Basori spontan bertanya kepada warga yang sudah lebih dulu datang. ”Katanya, maling tertangkap,” paparnya.

Basori kemudian menembus kerumunan orang untuk melihat kondisi pelaku. Dia lantas mendekap dan membawa pelaku ke tempat parkir. Jadi, pelaku dapat terhindar dari amuk massa yang semakin banyak. ”Anaknya sudah dipukuli. Bahkan, ada suara yang minta dibakar,” kenangnya.

Untung, pengalaman sebagai wasit sepak bola membuat mentalnya teguh. Basori tidak gentar dengan gertakan massa yang ingin main hakim sendiri. ”Langsung kontak orang polsek agar segera dijemput,” terangnya.

Menurut dia, pelaku kejahatan tidak boleh dihakimi di lokasi. Terlebih, saat itu ada temannya yang berhasil melarikan diri dengan membawa motor korban. Jika pelaku yang tertangkap tewas, polisi akan menemui kendala untuk memburu pelaku lain.

Murdoto tak kalah bersemanga­t saat menceritak­an kisah heroiknya. Dia masih ingat kejadian menjelang magrib di dekat rumahnya itu. ”Di dalam rumah, tiba-tiba dengar suara gaduh dari luar,” ucap warga Desa Tropodo, Waru, tersebut.

Murdoto lantas keluar untuk memastikan asal suara itu. Eh, ternyata dia malah mendapati seorang maling sedang dipukuli warga. Murdoto yang iba langsung meraih tangan si maling dan membawanya masuk ke rumah. ” Banyak yang protes agar dikeluarka­n dari rumah saya, tetapi saya tidak mau,” tegasnya.

Bapak empat anak tersebut mengatakan, setelah mengamanka­n pelaku, dirinya mengalihka­n perhatian ke motor yang digunakan saat beraksi. Murdoto juga membawa motor jenis matik itu ke rumahnya agar tidak dibakar massa. ”Naluri sebagai manusia saja untuk menolong sesama,” tandasnya. (edi/c11/dio)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia