Jawa Pos

Gerakan Tangan Jangan Melampaui Pundak

-

Selain itu, ada Asian Law Student Associatio­n (ALSA) English Competitio­n yang digelar Fakultas Hukum Universita­s Indonesia (UI). ”Satu atau dua bulan ke depan, ada kompetisi itu,” ucap Fimma.

Pada 28–29 April mendatang, bersama klub bahasa Inggris SMAN 1 Sidoarjo yang bernama EFOS (English Federation of Smanisda), mereka menggelar kompetisi debat nasional. Event tersebut dinamai Smanisda Debate Competitio­n. ”Lomba debat tingkat SMA. Pesertanya berasal dari seluruh Indonesia,” tambahnya.

Pada 5–9 Februari lalu, Fimma, Sekar, dan Zaky baru saja sukses meraih runner-up atau peringkat kedua dalam ajang Economic Debate Competitio­n (EDC) Kompetisi Ekonomi (Kompek) yang diselengga­rakan Universita­s Indonesia (UI).

Sekar menceritak­an, dalam setiap lomba debat, mereka harus selalu berfokus mendengark­an argumentas­i lawan untuk mencari celah. Misalnya, ada argumen lawan yang bisa dipatahkan karena tidak sesuai dengan data. ”Kami juga harus melakukan evaluasi (internal) agar tim tidak mengulang kesalahan yang sama sekaligus untuk modal melangkah ke depan harus tampil seperti apa,” timpal Sekar.

Saat menghadapi kompetisi EDC Kompek di Jakarta, saingan terberat mereka adalah SMAN 4 Denpasar. ”Dari mental, SMAN 4 Denpasar sudah berada di atas angin. Tim mereka sering menang. Bahasa Inggrisnya juga lancar,” terang Zaky. Namun, berkat kemampuan mendengar yang baik serta didukung fakta dan data pendukung yang lebih banyak, Zaky dan kedua rekannya berhasil menang.

Sayang, saat babak final, mereka kalah dari tim SMA Regina Pacis, Bogor. Saat itu, mereka kebagian posisi kontra dalam isu pergantian pekerja kasar di pabrik dengan teknologi yang lebih maju. ”Kami nggak bisa milih tema, harus tentang itu. Ternyata, data yang kami sampaikan kurang kuat,” tutur Zaky.

Sekar menjelaska­n, dalam lomba debat, setiap kelompok tidak bisa memilih posisi, apakah sebagai pihak pro atau kontra. ”Walau kadang tidak sesuai dengan hati saat menjadi pro atau kontra, tetap harus berperan sebagai itu,” terang gadis kelahiran Purwokerto, 12 Juni 2000, tersebut.

Argumentas­i yang dibangun juga harus valid dan berlandasa­n fakta. Boleh merujuk pada berbagai sumber. ”Kami kan ada tiga orang. Penyaji pertama biasanya menyajikan argumen dasar,” ungkap Sekar. Penyaji kedua menyampaik­an argumen pelengkap yang menjelaska­n argumen dasar, termasuk contohcont­oh. Penyaji ketiga berperan memberikan sanggahan terhadap argumentas­i tim lawan sekaligus menyampaik­an kesimpulan.

”Semua harus disampaika­n dengan baik,” imbuhnya. Misalnya, gerakan tangan harus selalu berada di bawah pundak. Jika di atas pundak, terkesan kurang sopan. Selain itu, tidak menggunaka­n kata-kata yang kasar. Kontak mata dengan lawan dan audiens juga penting sehingga kesan komunikati­f selalu muncul. ”Jangan terlalu banyak melihat catatan. Harus percaya diri, tidak grogi,” beber Sekar yang hobi menggambar itu.

Meraih runner-up dalam ajang bergengsi EDC Kompek jelas merupakan prestasi yang luar biasa. Apalagi, prosesnya cukup panjang. Sejak Desember 2016–Januari 2017, mereka harus memutar otak untuk membuat esai 1.000 kata, lalu mengirimka­nnya kepada panitia. Esai tersebut membahas pro-kontra penghapusa­n aplikasi Business Intelligen­ce.

”Kami masuk regional Jawa, mencakup Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Nah, per regional itu, yang lolos dibatasi,” ujar Zaky. Ternyata, tim mereka lolos seleksi esai dan berhak bersaing ke Jakarta bersama 23 tim lainnya dari semua region.

Pada babak penyisihan, tim SMAN 1 Sidoarjo ”berdebat” lima kali. Syukur, mereka bisa menang tiga kali dari lima kali pertanding­an. Dengan raihan tersebut, mereka berhak masuk ke babak perempat final bersama tujuh tim lainnya. Selanjutny­a, mereka lolos empat besar dan berhak bertanding pada babak semifinal. ”Di semifinal, kami berhasil menang melawan SMAN 4 Denpasar dan berhak lanjut ke final,” tutur remaja kelahiran Sidoarjo, 7 November 2000, tersebut.

Tidak kali itu saja mereka berhasil menekuk lawannya pada kompetisi debat. Sebelumnya, beragam prestasi pernah diraih. Misalnya, Zaky. Dia pernah memperoleh penghargaa­n sebagai juara IREDS (Internatio­nal Relations on English Debate and Speech) Universita­s Pembanguna­n Nasional (UPN) pada 2015. Lalu, dia menjuarai PEC (Progresio English Competitio­n) Universita­s Muhammadiy­ah Malang dan runner-up BET (Brawijaya English Tournament) Universita­s Brawijaya pada 2016.

Sekar juga pernah meraih peringkat 2 Accounting English Debate Championsh­ip (ACCLAIM) Universita­s Airlangga (Unair) pada 2016 sekaligus menjadi Best Speaker. Dia juga menjadi runner-up EAST Debating Championsh­ip di Universita­s Brawijaya 2016 sekaligus menjadi Best Speaker. Terakhir, dia meraih juara Hi-Lite Unair 2017 dan juara Alsa Court-like Debate Championsh­ip FH Unair 2017.

Prestasi yang diraih Fimma pun tak kalah. Dia pernah menjuarai HiLite English Debate 2017 bersama Sekar. Dia juga meraih juara PEC English Debate Competitio­n UMM 2016 dan runner-up BET English Debate UB 2016 bersama Zaky. Selain itu, dia menjadi runnerup E-WEEK English Debate Universita­s Negeri Surabaya (Unesa) 2017.

”Sering terbiasa belajar bahasa Inggris, jadi lebih mudah ngomong saat debat,” ungkap Fimma, berbagi tip. Bahkan, ketiganya selalu belajar bahasa Inggris setelah pulang sekolah. Tentu bersama EFOS. ”Setiap hari kami berlatih debat,” ujar gadis kelahiran Sidoarjo, 28 November 2000, itu.

Untuk memperluas pengetahua­n, topik dan materi yang dibahas setiap hari selalu berganti. Posisi pro atau kontra juga rutin digilir. Dengan begitu, mereka terlatih menyusun argumen debat dalam segala situasi. Mulai bagaimana membuat assertion atau judul yang bagus dan simpel, menyusun reason atau alasan, membuat evidence atau contoh-contoh, hingga linkback sebagai konklusi. ”Metode tersebut kami sebut membuat AREL, singkatan proses itu tadi,” ujar Fimma. (*/c16/pri)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia