Jawa Pos

Banker Senior Berebut Kursi OJK

Pansel Serahkan 21 Nama Calon Komisioner

-

JAKARTA – Seleksi Dewan Komi sioner Otoritas Jasa Keuangan ( DK OJK) terus bergulir. Panitia seleksi (pansel) sudah menyerahka­n 21 nama kandidat untuk mengisi 7 kursi dewan komisioner kepada presiden

Di antara 21 nama itu, dua banker senior mencuat sebagai calon ketua OJK.

Ketua Tim Pansel yang juga Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pansel mengajukan masing-masing tiga nama untuk tiap posisi. Berikutnya, Presiden Jokowi punya waktu sampai 29 Maret untuk menyeleksi lagi menjadi 14 nama. Setelah itu, DPR punya waktu hingga 6 Juni untuk menyeleksi 14 nama tersebut melalui fit and proper test. ”Hasilnya tujuh dewan komisioner periode 2017–2022,” ujarnya kemarin (13/3).

Untuk posisi ketua, ada tiga nama yang diajukan. Yakni, dua banker senior, Sigit Pramono dan Zulkifli Zaini, serta mantan pejabat Bank Indonesia (BI) Wimboh Santoso. Berikutnya, di posisi calon wakil ketua sebagai ketua komite etik, ada nama Riswinandi, Agus Santoso, dan Etty Retno Wulandari. Lalu, untuk posisi calon kepala eksekutif pengawas perbankan, ada nama Heru Kristiyana, Agusman, dan Dwiyapoetr­a Soeyasa Besar.

Di posisi calon kepala eksekutif pengawas pasar modal, ada nama Nurhaida, Arif Bahardin, dan Freddy R. Saragih. Kemudian, untuk posisi calon kepala eksekutif pengawas perasurans­ian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya, ada Edy Setiadi, Hoesen, dan Adi Budiarso. Berikutnya, untuk posisi calon ketua dewan audit, ada Haryono Umar, Ahmad Hidayat, dan Maliki Heru Santosa. Terakhir, untuk posisi calon anggota yang membidangi edukasi dan perlindung­an konsumen, ada Tirta Segara, Firmanzah, dan Yohanes Santoso Wibowo.

Munculnya tiga nama yang berpotensi menjadi orang nomor 1 di OJK menarik dicermati. Sebab, saat ini posisi ketua Dewan Komisioner OJK dipegang Muliaman Hadad yang berlatar belakang pejabat BI yang dikenal jago dalam hal makro perbankan. Sementara itu, kini posisi tersebut diperebutk­an dua banker senior yang jago mikro perbankan dan satu mantan pejabat BI.

Di kalangan perbankan, Sigit Pramono dan Zulkifli Zaini adalah nama besar yang dinilai sukses saat menakhodai BNI dan Bank Mandiri. Apalagi, Sigit pernah memegang posisi ketua Perhimpuna­n Bank Nasional (Perbanas) selama 10 tahun. Sedangkan Zulkifli menjabat ketua Ikatan Bankir Indonesia (IBI).

Sri Mulyani menegaskan, sosok yang nanti duduk di kursi Dewan Komisioner OJK memang harus benar-benar mumpuni dan berintegri­tas. Sebab, mereka akan mengawasi industri perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank yang total kapitalisa­sinya mencapai Rp 16 ribu triliun atau delapan kali lipat dari nilai APBN Indonesia. ”Jadi, ini industri yang sangat strategis bagi perekonomi­an,” katanya.

Proses seleksi Dewan Komisioner OJK memang sempat mengagetka­n. Sebab, nama-nama tenar seperti Muliaman Hadad, termasuk politikus Partai Golkar yang juga Ketua Komisi Keuangan DPR Melchias Markus Mekeng, terpental. Menurut Sri Mulyani, presiden menekankan bahwa OJK harus diisi sosok profesiona­l. ”Jadi, tidak bisa diinterven­si oleh kepentinga­n-kepentinga­n di luar OJK,” ucap mantan managing director World Bank itu.

Karena itu, menurut Sri Mulyani, pansel juga bekerja sama dengan sejumlah lembaga terkait yang memiliki otoritas untuk menelusuri rekam jejak para calon. Mu- lai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), KPK, MA, OJK, BI, hingga DJP. ”Karena integritas sangat penting,” ujarnya.

Anggota pansel yang juga Gubernur BI Agus Martowardo­jo menambahka­n, OJK harus bisa menjadi institusi kredibel untuk pengawasan terintegra­si industri jasa keuangan. Mulai perizinan hingga perlindung­an konsumen. ”Apalagi, 71 persen ekonomi Indonesia masih dibiayai sektor perbankan,” ucapnya.

Menurut Agus, krisis moneter 1997–1998 harus menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Ketika itu, gara-gara pengelolaa­n perbankan yang tidak profesiona­l, Indonesia harus membayar mahal dengan mengeluark­an dana ratusan triliun untuk menyehatka­n perbankan. Total dana yang dikeluarka­n negara untuk menyehatka­n ekonomi Indonesia mencapai Rp 195 triliun, ditambah Rp 49 triliun surat utang dari penyehatan perbankan dan ekonomi Indonesia. ”Utang itu masih tercatat di buku Kemenkeu dan BI,” ujarnya.

Hal tersebut dibenarkan Menkeu Sri Mulyani. Dia menyatakan, biaya untuk membenahi sektor keuangan akibat krisis moneter ketika itu mencapai 75 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. ”Sampai hari ini, surat utang negara untuk mem- bailout sektor jasa keuangan yang mengalami kerusakan masih harus kami bayar,” ucapnya.

Anggota Pansel Tony Prasetiant­ono mengakui, bukan pekerjaan mudah mencari kandidat yang pantas dan layak sebagai pemimpin OJK. Karena itu, pansel pun harus rela menggelar rapat yang berlangsun­g sampai dini hari. ”Sedemikian susahnya sehingga kami pernah mencatat rekor rapat sampai jam 5 pagi,” ujarnya. (byu/ken/c10/owi)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia