Tuntut Pembangunan Pabrik Gula Berhenti
Ada Permasalahan yang Belum Selesai
BLITAR – Ratusan warga Desa Rejoso, Kecamatan Binangun, ngeluruk kantor DPRD Kabupaten Blitar kemarin. Warga menuntut penghentian sementara pembangunan pabrik gula di desa mereka.
Penyebabnya, ada beberapa permasalahan yang belum selesai. Di antaranya, penggunaan aset desa hingga dugaan pemotongan 2,5 persen penjualan lahan milik warga.
Demonstrasi warga itu berbarengan dengan agenda hearing antara pihak investor pabrik gula dan SKPD terkait. Hearing tersebut difasilitasi Komisi I DPRD dan digelar di ruang rapat kerja dewan.
Dalam orasinya, perwakilan warga menyampaikan beberapa tuntutan soal permasalahan dalam pembangunan pabrik gula. Di antaranya, penyelesaian terkait adanya aset desa yang dijadikan lahan pabrik. Selain itu, ada dugaan pemotongan dana sebesar 2,5 persen dari pembebasan lahan warga yang tidak jelas peruntukannya.
Tak berselang lama, perwakilan warga diterima komisi I untuk mengikuti hearing dengan instansi terkait. Hearing itu melibatkan dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), BPN Kabupaten Blitar, satpol PP, dishub, TNI/Polri, dan perwakilan perusahaan.
”Intinya, warga datang ke kantor dewan untuk mengikuti hearing dan menyampaikan beberapa tuntutan,” ungkap Erik Sulaksono, perwakilan warga Rejoso.
Menurut dia, warga meminta pembangunan pabrik dihentikan sementara hingga semua permasalahan selesai. Warga, kata Erik, menilai pembangunan pabrik dianggap kurang transparan.
Dia mencontohkan tidak adanya kejelasan terkait aset desa. Selain itu, pihak perusahaan ditengarai belum mengantongi sejumlah izin. ”Kami akan menghalangi pembangunan pabrik jika belum ada kejelasan atas tuntutan yang diajukan,” tegasnya.
Sementara itu, Wasis Kunto Atmojo, anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar, menyatakan bahwa pihaknya sudah membuat invetaris tuntutan dan keterangan dari beberapa pihak yang ikut dalam hearing. Termasuk dari perwakilan perusahaan.
”Tuntutan yang paling utama, warga mempertanyakan adanya dugaan jual beli aset desa oleh seorang oknum. Termasuk dugaan pemotongan 2,5 persen dari pembebasan tanah milik warga,” ungkapnya.
Direktur Operasional PT Rejoso Manis Indo James Rifai menyatakan, pihaknya tidak tahu-menahu soal tudingan warga terkait penggunaan aset desa dalam pembangunan pabrik gula. Hanya, saat ini perusahaan mengaku memakai sebagian jalan desa dan sungai kecil untuk menyeberang ke lahan yang berada di sisi utara.
”Jalan dan sungai tersebut hanya kami pinjam. Sebab, hanya menyeberangi jalan dan sungai itulah akses yang terdekat dengan lahan sebelah utara,” terangnya.
Meski demikian, hal itu tidak sampai mengganggu aktivitas warga. Pihaknya juga menolak anggapan telah melakukan transaksi jual beli terkait jalan dan sungai yang disebut sebagai aset desa tersebut. Termasuk dugaan pemotongan dana sebesar 2,5 persen dari penjualan tanah warga.
Sebab, selama ini urusan pembebasan lahan diserahkan sepenuhnya kepada tim yang telah ditunjuk perusahaan. ”Jadi, perusahaan tidak tahu terkait jual beli dan adanya penggunaan aset desa. Kami menyerahkan ke tim pembebasan lahan. Perusahaan hanya menerima jadi,” ujar pria berkulit kuning langsat itu. (ful/ziz/c24/diq)
Perusahaan tidak tahu terkait jual beli dan adanya penggunaan aset desa. Kami menyerahkan ke tim pembebasan lahan. Perusahaan hanya menerima jadi.” James Rifai Direktur Operasional PT Rejoso Manis Indo