Buka SSB hingga ke Sorong
Dengan memiliki kompetisi internal, Persebaya tidak akan kesulitan mencari bakat bagus. Dua puluh klub internal siap menyumbangkan pemainnya untuk naik ke level yang lebih tinggi. Bagaimana cara klub internal melakukan talent scouting?
CARA yang paling konvensional dan ideal adalah memiliki sekolah sepak bola (SSB). Hampir semua klub internal Persebaya telah memilikinya. Jika masih membutuhkan, mereka bisa memantau pemain-pemain dari daerah. Hal itulah yang dilakukan Indonesia Muda (IM).
Saat ini, di antara 26 pemain yang didaftarkan, 20 orang berasal dari SSB IM binaan Persebaya sendiri. Sisanya adalah pemain binaan SSB lain. ”Biasanya ada teman saya dari luar kota yang memberikan informasi ada pemain bagus. Kami lalu mengundang pemain itu untuk trial dan latihan bareng,” ungkap pelatih IM Seger Sutrisno.
Kini klub yang dimiliki Saleh Hanifah tersebut memiliki enam pemain yang berasal dari luar Surabaya. Tiga pemain berasal dari Mojokerto dan tiga lainnya dari Probolinggo, Bangkalan, dan Sidoarjo.
Cara yang unik dilakukan Pelabuhan III. Bisa dibilang, Pelabuhan III adalah klub internal yang paling melek teknologi. Sebab, klub yang dimiliki PT Pelabuhan Indonesia III itu membuka rekrutmen terbuka pemain melalui akun Twitter dan
Instagram: @pspelabuhan3. Keputusan tersebut diambil dengan alasan pengelolaan SSB mereka memiliki kendala. Dengan pengurus SSB yang juga karyawan Pelindo, mereka sering kali dimutasi ke luar Surabaya. Hal itu mempersulit Pelindo III menjelang digulirkannya kompetisi Persebaya dengan hanya memiliki 14 pemain U-23 dan dua senior. Padahal, peraturan kompetisi Persebaya memberikan kuota 30 pemain di bawah 23 tahun dan boleh mendaftarkan usia di atasnya maksimal lima.
Sebelumnya Pelabuhan III membuka rekrutmen pemain tanpa media sosial. Klub asuhan Sunar Sulaiman itu mengajak anak sekolah dan melakukan
scouting pada pertandingan kampung di Surabaya sejak akhir Desember 2016. Sayang, cara tersebut kurang efektif. ”Kami manfaatkan pemain yang ada dulu. Lalu kami buat akun media sosial sejak Februari 2017,” kata Sekretaris Tim Riki Wahyu Setiawan.
Hal yang berbeda ditempuh Anak Bangsa dan Semut Hitam. Dua klub milik Hendrik Peter Sahelangi itu punya dua SSB di Surabaya, yaitu Sosial Surabaya dan Laskar Muda. SSB Sosial dikhususkan untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu. ”Kami tidak menarik biaya di SSB Sosial. Dana operasional dari kami sendiri. Bahkan, kalau ada yang tidak punya sepatu, kami belikan,” terang Peter.
Niat awal didirikannya Anak Bangsa dan Semut Hitam pada 2007 dan 2010 itu memang memberikan peluang bagi anakanak kurang beruntung, tapi punya bakat istimewa. Selain itu, mereka punya cabang SSB di luar kota. Sebut saja Barata (Mojokerto), Anak Bangsa (Sidoarjo), Citra (Bangkalan), Alamsar (Malang), Patriot (Blitar), dan Sawiat (Sorong).
”Kami juga mendorong anak asuh kami yang berasal dari luar Surabaya untuk mengembangkan sepak bola di daerahnya,” imbuh pria 60 tahun itu.
Hal menarik lain juga terdapat pada Putra Surabaya (Pusura). Meski memiliki nama Surabaya, mereka hanya punya dua pemain asli Surabaya. Sebab, pemain lainnya berasal dari Gempol, Pasuruan.
Itu terjadi karena Pusura memiliki SSB di sana dengan nama Naga Gempol. ”Kami memang tidak memiliki SSB di Surabaya,” aku Saiful Bahri, pelatih Pusura. (dit/c9/tom)