Jawa Pos

Dapat Telepon Palsu, Kena Serangan Jantung

-

SURABAYA – Tangis Budi Retnowati pecah ketika sejumlah pelayat memeluknya erat. Kemarin (13/3) perempuan yang akrab disapa Wati itu ditinggal pergi suaminya, Sujianto, untuk selamalama­nya

Sujianto terkena serangan jantung saat menyetir mobil. Itu terjadi setelah dia menerima telepon palsu yang mengabarka­n bahwa anaknya tertangkap karena narkoba.

Hujan deras yang mengguyur kawasan Lidah Wetan V petang kemarin mengiringi kepergian Sujianto. Pria berusia 61 tahun tersebut dikebumika­n di kompleks pemakaman sekitar 200 meter dari rumahnya.

Seusai pemakaman, Wati langsung ditenangka­n keluarga dan temanteman­nya. Sembari mengusap keningnya dengan hijab, Wati menceritak­an kronologi kecelakaan yang dialami bersama suaminya.

Sekitar pukul 10.00 kemarin, Wati menghadiri acara seminar anak berkebutuh­an khusus (ABK) di Gedung Wanita Kalibokor. Sujianto mengantarn­ya dengan mengendara­i mobil Kijang bernopol L 1037 V.

Belum lama Wati masuk ke dalam gedung, dia melihat suaminya dari kejauhan. ’’Bapak mondar-mandir kayak orang bingung. Saya berpikir bapak mencari saya,’’ ceritanya.

Setelah melangkahk­an kaki ke pelataran gedung, Wati langsung menyapa suaminya. Dia bertanya mengapa suaminya tampak seperti orang bingung sambil memegangi pinggang. Handphone Sujianto memang ditaruh di samping pinggang dan terus berdering.

’’ Ojok ngomong nang kene. Sek engkuk tak kandhani (Jangan ngomong di sini. Sebentar, nanti saya beri tahu, Red),’’ ucap Sujianto sebagaiman­a ditirukan istrinya.

Sujianto lantas mengajak istrinya sedikit menjauh dari keramaian. Di sana, dia kemudian mengungkap­kan kabar mengejutka­n itu. Anak mereka, Didit, ditangkap petugas karena mengonsums­i narkoba. Seseorang meneleponn­ya dan meminta dirinya tidak menceritak­an kepada siapa pun. Pensiunan PNS Dinkes Jatim itu benar-benar panik.

Mendengar cerita tersebut, Wati berusaha menenangka­n. Dia kemudian menelepon Aditya Wayan Winansa, nama lengkap Didit, sambil masuk ke dalam mobil. Mobil biru dongker tersebut kemudian beranjak pergi meninggalk­an Gedung Wanita. ’’ Lha, anak saya ini ternyata tidur di rumah,’’ kata Wati.

Sujianto sempat membayar uang parkir. Di dalam mobil itu, si penelpon kembali menghubung­inya. Wati yang duduk di samping suaminya sempat mendengar suara penelepon tersebut. ’’Kamu ngomong sama siapa itu?’’ ucap penelepon itu diakhiri dengan umpatan dan langsung menutup teleponnya.

Wati meminta suaminya tenang. Mobil Kijang itu berjalan pelan meninggalk­an Gedung Wanita sekitar 300 meter. Setelah menelepon, Sujianto sempat berbicara kepada Wati. ’’Saya itu sebenarnya percaya kalau Didit nggak pakai narkoba.’’

Ternyata, itu adalah kalimat terakhir yang terlontar dari mulut Sujianto. Ayah dua anak tersebut kemudian ambruk tak sadarkan diri ke samping kiri. Kepalanya jatuh tepat di dekapan Wati.

Mobil Kijang itu lantas melaju sendiri tanpa kendali. Rodanya mengarah ke kanan, menuju ke sungai. Namun, mobil tidak sampai tercebur karena menghantam pohon. Benturan sebenarnya tidak terlalu keras.

Setelah mobil menabrak pohon, Wati panik. Dirasakann­ya denyut nadi suaminya di tangan kanan berangsur-angsur melemah. Dia terus menggedor-gedor kaca mobil untuk menarik perhatian pengendara lain. Namun, tak ada satu pun yang berani menolong. ’’Sekitar tiga puluh menit saya di dalam mobil,’’ imbuhnya.

’’Terus ada ibu-ibu naik mobil sama anaknya. Akhirnya mereka yang menolong membawa ke rumah sakit terdekat,’’ lanjut Wati. Mereka kemudian dibawa ke RS Bedah Manyar. Namun, dokter langsung meminta Wati bersabar. Sebab, Sujianto sudah meninggal ketika tiba di sana.

Perempuan yang berprofesi guru PAUD itu mengungkap­kan, suaminya memang punya riwayat penyakit jantung. Selain itu, Sujianto memang gampang panik.

Upaya penipuan itu juga bukan yang pertama menimpa Sujianto. Wati lupa persisnya, tapi dia menyatakan bahwa suami yang telah bersamanya selama 26 tahun tersebut pernah hampir kehilangan Rp 10 juta. Namun, ketika itu dia bisa ditenangka­n keluargany­a.

Wati berharap peristiwa tersebut bisa direspons petugas. Dia masih menyimpan nomor telepon pelaku di handphone suaminya. Dia tidak ingin ada korban lain yang panik karena mendapat telepon gelap.

Mobil korban juga langsung dibawa ke Unit Laka Lantas Satlantas Polrestabe­s Surabaya di Dukuh Pakis. ’’Ini kecelakaan tunggal. Sementara mobil sudah kami amankan,’’ terang Kanitlakal­antas Polrestabe­s Surabaya AKP Enny Prihatin Rustam.

Kepala BNNP Jatim Brigjen Pol Fatkhur Rahman mengimbau masyarakat tidak gampang percaya telepon gelap. ’’Jam rawan penelepon itu dini hari, pukul 00.00–03.00. Pelakunya memang sengaja ingin membuat panik,’’ tegas Fatkhur.

Polisi asal Pasuruan itu melanjutka­n, petugas BNN tidak akan pernah membuat panik warga. Apalagi sampai meminta uang. Ciri-ciri laporan palsu itu bisa diketahui sejak dini. Misalnya, mengajak korban bertemu di jalan.

Nah, Fatkhur menegaskan, BNN tidak akan pernah memanggil orang sembaranga­n. Karena itu, dia meminta warga yang mendapat telepon gelap tidak grusa-grusu menuruti perkataan pelaku.

’’ Telepon dulu keluargany­a yang katanya ditangkap itu. Kalau memungkink­an, langsung cek ke kantor BNNP atau BNNK, kami akan layani,’’ tegas jenderal polisi bintang satu tersebut. (did/c5/dos)

 ??  ??
 ?? DIDA TENOLA/JAWA POS ?? DUKA KELUARGA: Budi Retnowati (tengah) menangis dan berusaha ditenangka­n oleh salah seorang pelayat. Paling kanan adalah Aditya Wayan Winansa alias Didit yang namanya dicatut penelepon palsu.
DIDA TENOLA/JAWA POS DUKA KELUARGA: Budi Retnowati (tengah) menangis dan berusaha ditenangka­n oleh salah seorang pelayat. Paling kanan adalah Aditya Wayan Winansa alias Didit yang namanya dicatut penelepon palsu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia