Bagikan Genting Kaca Gratis agar Rumah Bebas Bakteri
Surabaya memiliki kontribusi terbesar terhadap jumlah penderita tuberkulosis (TB) di Jatim. Hal itu memotivasi Komunitas Masyarakat Peduli (KMP) TB Semanggi untuk turut mengurangi persebaran penyakit tersebut. Andi Hariadi adalah penggerak kegiatannya.
MENDENGAR kata TB pasti ada kengerian tersendiri. Bermacam kata biasanya mengikuti penyakit itu. Misalnya, menular, mematikan, pengobatan rutin, dan kata tidak mengenakkan lainnya. Stigma masyarakat seperti itulah yang ingin dipatahkan Andi Hariadi.
Andi bukan dokter. Dia sama sekali tidak punya latar belakang ilmu kesehatan. Andi hanya seorang guru matematika di SMA Muhammadiyah 3 Surabaya. Namun, kiprahnya dalam mengampanyekan kepedulian pada penyakit TB patut diacungi jempol.
Sejak Oktober lalu Andi memotori KMP TB Semanggi. Embel-embel nama Semanggi yang memang sayur khas Surabaya tersebut ternyata punya makna tersendiri. ’’Singkatan dari sehat, mandiri, dan religi,’’ ujar pria 51 tahun tersebut. Tiga kata itu ingin diwujudkan pada pengidap TB yang didampingi KMP TB Semanggi.
Anggota KMP kini sudah ada 80 orang. Hampir semua anggotanya tidak bisa disebut muda. Mereka adalah kader yang dibina Andi untuk melakukan pendampingan. Kebanyakan justru ibu-ibu yang dilatih untuk mendampingi pengidap TB maupun keluarganya. Saat ini 80 kader tersebut tersebar di 18 kecamatan.
Ada beberapa tim khusus yang dibentuk Andi. Salah satunya, Tim PMO alias pengawas menelan obat. Dia menjelaskan, salah satu kendala pada penyembuhan TB adalah rutinitas minum obat. Karena itu, ada semacam tim yang diterjunkan untuk membina keluarga pengidap TB. Tujuannya, mengawasi penderita agar jadwal minum obat tidak terlewatkan.
PMO juga bertugas mendorong kemandirian penderita. Hal itu selaras dengan makna mandiri dalam kata Semanggi yang diusung KMP. ’’Kita juga edukasi agar penderita bisa mandiri,’’ katanya.
Menurut Andi, banyak penderita yang cenderung menutup diri. Kadang, rasa malas minum obat juga menghinggapi mereka. Padahal, rasa malas itu memper- parah penyakit tersebut. Penderita pun bisa masuk kategori MDR-TB, kependekan dari multi drug resistant TB). Jika sudah masuk tingkatan itu, pengobatan jadi kian lama dan berat.
Untuk mengatasi hal tersebut, Andi juga membentuk tim khusus lagi. Namanya TB Supporter. Tugasnya mengedukasi penderita secara langsung. Kini ada enam kader yang menangani 30 penderita MDR-TB. Mereka bertugas mengawasi pengobatan yang dijalani penderita. Sebab, penderita MDR-TB harus melampaui pengobatan berupa suntik selama 8 bulan dan minum obat selama 2 tahun. Sangat berbeda dengan TB reguler yang hanya memakan waktu pengobatan selama 6 bulan.
Selain fokus pada pendampingan langsung ke keluarga dan penderita, KMP mengedukasi kawasan sekitar penderita. Kegiatannya dinamai Ketuk 1.000 Pintu. Program tersebut berjalan awal Maret lalu. Metodenya, Andi dkk menyampaikan informasi seputar TB dari pintu-pintu. Tujuannya, mengubah stigma masyarakat dan meningkatkan pengetahuan tentang penularan TB. Andi menekankan cara waspada sesuai porsinya. ’’Jangan sampai membuat penderita TB minder untuk bergaul,’’ tuturnya.
Ketuk 1.000 Pintu merupakan salah satu rangkaian dalam peringatan Hari TB Sedunia pada 24 Maret mendatang. Yang terbaru, KMP mengadakan pembagian genting kaca gratis untuk rumah penderita TB kemarin. Menurut dia, cara itu termasuk salah satu upaya penyembuhan. Sebab, penambahan genting kaca sama dengan menambah akses cahaya yang masuk ke rumah penderita. ’’Bakteri TB bisa melemah kalau banyak cahaya,’’ kata Andi.
Kegiatan pemasangan genting kaca itu akan dilaksanakan secara bertahap. Menurut Andi, banyak kendala yang harus dihadapi. Misalnya, penyesuaian jadwal antara KMP dan pemilik rumah. ’’Ya karena kita mau ganti gentingnya, jadi harus cocokkan jadwal tukang dan pemiliknya,’’ tambahnya. (*/c15/oni)
OKKY PUTRI RAHAYU